Aku Bukan Perempuan Poliandri
Hari ini memori kenanganku membuka sebuah peristiwa delapan belas tahun silam. Kala itu, aku masih bekerja di sebuah kantoran milik orang cina. Sebagai Administrasi sebuah kantor yang bergerak di bidang jasa kecantikan, tentunya teman-temanku banyak perempuannya.
Kenangan itu tiba-tiba muncul ke permukaan pikiranku. aku tiba-tiba mengingat sebuah nama yang pernah singgah di hati ku. Eits.., bukan cowok loh ya. teman spesialku ini namanya Mbak Anggun ( nama samaran ). Dia perempuan berasal dari kalimantan yang merantau ke pulau jawa bersama suami dan seorang anaknya.
Sebagai pegawai yang paling muda di kantorku, aku merasa diperhatikan seperti adik. alhamdulillah, meski ada satu dua pegawai yang juga syirik sama aku. Mbak Anggun, kala itu pegawai baru di kantorku. kita saling kenalan, dan sampai membina suatu hubungan yang akrab banget. Adik, begitu dia memanggilku.
"dek, sudah makan belom" ucapan seperti itu hampir tiap hari dilontarkan ke aku.
"Iya mbak, ini lagi mau ambil bekalku." jawabku dengan senyum.
"yuuk bareng makan di pantry." Mbak Anggun membalas dengan senyum manisnya.
Dua bulan kita berteman, sudah seperti kakak adik juga. Mbak Anggun juga nggak sungkan menceritakan masalah yang dia hadapi. Entah apa yang terjadi, biduk rumah tangganya sedikit goyah di bulan kedua aku mengenalnya. semakin sering dia sharing ke aku tentang permasalahan yang terjadi. Apa yang harus bisa aku perbuat, aku hanya bisa sebagai good listener untuk semua masalah-masalah yang menghimpit kehidupannya.
Hari-hari dia habiskan untuk menangis disaat istirahat kerja. Aku tak tega melihatnya. Maksud hati ingin membantu, tapi mbantu apa ya?. Ah, aku ini bisa apa. pengalamanku tentang berkeluarga juga nggak ada, maklum sembilan belas tahun yang lalu saya masih delapan belas tahun. Paling aku hanya bisa membantu dengan doa, Aku rasa itu yang terbaik deh.
Dua bulan kemudian, aku lihat akhir-akhir ini sepulang dari kantor dia di jemput oleh mobil sedan. dengan terburu-buru dia berpamitan ke aku. "Dek.., aku pulang duluan yach". Yaahh.., aku tidak lagi satu mobil kantor dengan dia kalo pulang. sekarang dia sudah dijemput mobil pribadi, tidak lagi gabung dengan kita rame-rame diantar oleh sopir kantor. Aku mengira yang menjemput itu adalah suaminya.
Keesokan harinya mobil sedan itu lagi. Sepertinya mobil sedan merah itu sudah menunggu didepan kantor. Alhamdulillah, kalau aku lihat sekarang Mbak Anggun sepertinya sudah terbebas dari masalah. Dia tak lagi menangis seperti yang aku lihat sebelumnya. Syukur deh, meski aku sedih kalau pulang kita tidak pernah lagi bercanda di dalam mobil kantor.
Start awal big problem ternyata berawal dari sini. Pagi itu, Mbak Anggun tidak masuk kerja. tidak ada sms, tidak ada telpon ke kantor. "kemana ya Mbak Anggun, tumben kok tidak sms atau call aku". Big bos juga telepon ke Aku menanyakan kabar Mbak Anggun tidak masuk. Semakin cemas hari itu, aku mencoba call, nomor handphone dia juga tidak aktif. Entah hari itu, aku cemas tak berkesudahan, meski dia bukan kakak kandungku aku benar-benar tidak bisa tenang bekerja hari itu.
Istirahat kantor aku gunakan untuk melepas penat pikiran, aku sengaja keluar kantor untuk menimati udara segar di sekitar kompleks perkantoran. Menu seporsi lontong balap dan segelas es degan menambah nikmatnya menu makan siangku hari itu. “Biasanya aku makan siang di Pantry kantor sama mbak Anggun menikmati catering kantor dan bontotan dari rumah”, hati ku berkata. Satu hari tanpa Mbak Anggun, sepi banget.
Tiba-tiba, ”Ah...mobil itu. Iya aku kenal mobil itu." Aku hentikan makanku, kuteguk sedikit es degan sebagai pegobat penenang kagetku ketika melihat sebuah mobil merah terpakir di depan yang tak jauh dari tempat aku duduk. “Ya ampun benar dugaanku." Mbak Anggun keluar dari mobil bersama dua pria. “Pria yang satu sepertinya driver deh, pria yang satunya lagi siapa ya?. Waduuh, akrab banget sepertinya. "Mbak Anggun meraih tangan pria itu, digandengnya dengan penuh hati-hati sepertinya pria itu tidak sanggup untuk berjalan sendiri. Mereka berjalan bersama menuju sebuah depot yang menjual bubur ayam.
Aku sengaja tidak menyapa Mbak Anggun saat itu, Aku takut merusak suasana. Aku putuskan untuk balik ke kantor, karena jam istirahat sudah kelar. Sesampainya di kantor, kaget luar biasa, di Lobby kantor ada seorang pria yang katanya sudah menungguku lama sejak jam awal istirahat tadi. Kata teman kantor, pria yang menungguku di lobby adalah suami Mbak Anggun. “Ya Ampun ada apa lagi ini”, tanyaku dalam hati.
“Permisi mbak, maaf menganggu”
“Iya bapak, ada yang bisa saya bantu?”
“Saya suaminya Mbak Anggun, apa benar anda yang bernama Hanny?”
“Iya betul Pak, ada apa ya?”
“Saya suaminya Mbak Anggun, dia sering bercerita tentang Mbak Hanny. Sepertinya kalian akrab banget ya. Saya datang kesini mau minta tolong, barangkali tahu dimana Mbak Anggun sekarang?”
Wah, muka saya rasanya hari itu seperti ada di dalam plastik yang menutup seluruh bagian kepala sehingga sulit untuk bernafas, ya sesak banget. Nggak bisa berfikir, nge blank langsung otak saya. Kasus rumah tangga orang langsung dihadapkan ke aku. Bingung aku harus bagaimana, sementara 15 menit yang lalu aku melihat Mbak Anggun menggandeng tangan seorang pria, sekarang di hadapanku ada seorang pria juga yang mengaku suaminya. Pingin teriak yang sekencang-kencangnya dan memanggil nama Mbak Anggun. “Aduh..Mbak, dimana sih kamu?”
Aku sampaikan ke suaminya bahwa aku tidak tahu keberadaan Mbak Anggun sekarang. Masalah tadi yang aku melihat dia di depot bubur ayam bersama seorang pria, sengaja tidak aku sampaikan. Aku nggak mau menambah masalah, pikirku dalam hati.
Keesokan hari, masih dengan suasana yang sama di tempat kerja. Tanpa ada Mbak Anggun dikantor, ternyata sudah ada surat izin cuti yang diajukan. Sepi tanpanya, aku mencoba menghubungi nomor ponselnya, dan sungguh diluar dugaanku pagi ini aku dengar ada nada sambung. Langsung aku menuju ke lantai dua, aku nggak ingin pembicaraanku terdengar oleh teman-teman kantor. Ketika diangkat, Mbak Anggun hanya bilang dia masih repot nanti jam istirahat siang dia janji mau call back aku. Menyesal deh Aku.
Satu jam lagi jam istirahat, sudah nggak sabar ngobrol sama Mbak Anggun. Sesuai janjinya tadi, dia bakal menelponku. Disaat aku menunggu, ada seorang pria masuk dan mengirimkan sebuah barang pesanan kantor. Tidak seperti biasanya, pria yang mengantar barang kali ini berbeda dengan pengirim biasanya. Tanpa malu dia menyebarkan isu murahan, yang menurutku tidak perlu disampaikan. Tiba-tiba pria itu bilang, kalau di kantorku ada seorang pegawai yang punya suami dua. Ciri-cirinya kok pas banget seperti Mbak Anggun. Biyuuh..., rasanya tangan ku ini pingin banget menampar mulutnya yang ‘kotor’ itu.
Sejak saat itu, Mbak Anggun jadi buah bibir yang tidak baik di kantorku. Ada yang nyeletuk, kalo mbak Anggun tuh Poliandri. Astaghfirllah..., aku semakin merinding bukannya Poliandri itu istri yang bersuami lebih dari satu. Semua itu gara-gara mulut pria yang tidak bertanggung jawab tadi. Aku merenung sejenak. Aku meyakinkan diriku sendiri bahwa itu semua hanya isu saja.
“Istirahat..... alhamdulillah”, teriakku dalam hati girang. Dengan harap Mbak Anggun akan menelponku sesuai janjinya tadi. Namun, sampai istirahat kelar tak ada dering telpon di ponsel ku. Cemas, kecewa, sedih, semua bergelayut di perasaanku yang makin tak menentu ini. Aku bingung harus melangkah kemana. Batin ini terasa luka banget.
Ketika malam tiba, aku menatap langit yang tak berbintang. Tidak indah, hanya ada awan putih mendung nampaknya hujan akan turun. Aku masih betah di atas kursi ‘malasku’. Tiba-tiba tidak menyangka Mbak Anggun menelponku, aku terperanjak dari kursi.
“Dek, apa kabar?”
“Baik Mbak. Kamu apa kabar mbak?, aku kangen.” Nggak terasa butiran air menetes membasahi pipiku.
“Maaf ya dek, tadi siang aku nggak jadi telepon balik ke kamu.”
“Iya mbak, kapan kita bisa ketemu mbak?” tanyaku kedia dengan harapan besar.
“Yuuk sekarang, aku tunggu di Cafe biasanya ya dek.”
“Aseekk.., Ok. siap mbak.” Seneng banget Mbak Anggun mengajak ku pergi.
Malam ini istimewa sekali, aku diajak makan malam dengan Mbak Anggun berdua dengan pria itu. Pria yang dituntunya waktu aku melihatnya di depot bubur ayam. Aku makin penasaran, siapa gerangan pria itu?, apa benar Mbak Anggun poliandri ? terus masalah dengan suaminya bagaimana?, semua menjadi pertanyaan dalam diri ini.
Sungguh diluar dugaan, aku kaget. Pria ini ternyata pasien Mbak Anggun. Dia hanya membantu Pria ini untuk bertahan hidup dari sakitnya. Usianya tinggal hitungan bulan saja menurut dokter. Ada bayaran lebih dari semua ini. Dia butuh uang untuk membayar semua hutang-hutangnya. Mbak Anggun bekerja sebagai perawat orang sakit ketika sore hari pulang kerja. Pantesan akhir-akhir ini dia sering buru-buru kalau pulang kantor. Astaghfirllah.., aku sempat berburuk sangka dengannya. Maaf ya mbak, batinku sedih tak bertepi. Di luar sana, sudah ada berita buruk tentang Mbak Anggun. Namun, dia hanya senyum saja. Aku bukan Poliandri, begitu ucapnya.
Itu menjadi kenangan terakhirku bersama Mbak Anggun, setengah tahun kemudian aku putuskan berhenti kerja. Karena aku harus melanjutkan studiku. Aku harus kuliah. dan tidak lagi bisa bertemu dengan mbak Anggun. Aku dengar, Mbak Anggun juga berhenti kerja nggak lama setelah aku resign. Sejak saat itu aku tak lagi mendengar kabar Mbak Anggun.
Itu kisahku delapan belas tahun silam. kini terusik lagi rasa kangenku ke dia. Apa kabar ya Mbak Anggun sekarang. Masihkah dia ingat saya?.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Bagus banget Mbak.. Sangat inspiratif
Makasih mbak wafi.
cerpennya keren bangeeet. jempol deh
Ada leck murman. Makasih banget. Masih belajar pak.
mantap , asli ini teh...
Based on true story maksudnya?
Moral value: never judge the book from the cover.
Yes . Right.
Semakin tinggi pohon berkembang semakin kuat hempasan angin bertiup.
Betul pak anton