Oleh: Ai Purnamawati #tantanganmenulisgurusianaharike-26

"Besok, tebang saja pohon pisangnya. Buahnya sudah cukup matang. Bahkan, ada dua yang tampak kekuningan," ujar Ibu kemarin sore saat kami tengah mengamati pohon pisang di belakang rumah. Aku pun menceritakan hal itu kepada suami seusai ia pulang kerja.

Esok pagi, saat kami hendak menebang pohon pisang itu, setandan buahnya telah menghilang. Hanya tersisa sedikit pangkal yang masih bergetah. Namun, sungguh aneh, pohonnya masih tetap berdiri utuh. Aku segera pergi ke rumah Ibu untuk memberitahunya. Ibu tentu sangat kecewa karena ia yang selalu memperhatikan dan menanti-nanti buah kesukaannya bisa matang dan dipetik. "Kalau matang di pohon, akan terasa lebih manis." Begitu katanya. Melihat ekspresi Ibu, aku jadi sedih. Aku pun berencana akan membelikan pisang pengganti yang sejenis.

Saat kembali pulang, aku mampir dulu ke kios Pak Adi, sang tengkulak. Barangkali pisang yang kucari tersedia di sana. Dan benar, ternyata bukan hanya pisang sejenis yang ada. Bahkan, setandan pisang yang terdapat di samping pintu kiosnya itu sama persis dengan setandan pisangku yang menghilang--jenis, bentuk, bahkan buah yang matangnya pun sama.

Sukabumi, 03 Juli 2020