Ai Ratnasari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMAKNAI SEBUAH KEIKHLASAN

MEMAKNAI SEBUAH KEIKHLASAN

Kata ikhlas sangat mudah diucapkan namun, tahukah Anda pembaca yang budiman bahwa perasaan ikhlas itu sangatlah pelik untuk diintegrasi dalam kehidupan. Pada saat ada sahabat kita atau rekan kerja kita terkena musibah kita dengan gampangnya mengatakan “kita harus ikhlas apa yang yang terjadi sudah menjadi qada yang Allah tetapkan?”. Demikian hampir semua orang selalu memberi simpatinya. Hal yang tak terbantahkan adalah sebuah nada dalam hal ini ungkapan keadaan jiwa seseorang yang mengalami peristiwa atau kejadian yang membuat kita menangis akan berbeda keadaannya dengan mereka yang tidak mengalami kejadian tersebut. Meskipun simpati yang orang sekeliling berikan kepada kita sedikit banyak akan memberikan nilai positif dan sedikitnya dapat meringankan beban yang dialami. Namun, hal itu tetap tak dapat disamakan rasa sakit antara yang mengalami dan yang tidak mengalami secara langsung suatu kejadian atau peristiwa itu.

Beberapa literature yang penulis sambangi tentang apa itu keikhlasan. Keikhlasan memiliki padanan kata yaitu kebaikan hati, kedermawanan, kejujuran, kemurahan hati, kerelaan, kesucian hati, kesudian, dan ketulusan (Tesaurus Indonesia). Menurut KBBI V bahwa keikhlasan itu adalah ketulusan hati, kejujuran dan kerelaan. Menurut Imam Al-Gazali (1975) yaitu melakukan sesuatu dengan disertai niat untuk mendekatkan diri peda Allah dari segala bentuk ketidakmurnian selain taqarub illallah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa keikhlasan diartikan sebagai suatu sikap yang dimiliki oleh setiap individu berbasis pada sebuah keimanan yakni hanya mengharap rida Allah. Apabila kita memahami konsep bahwa semua berawal dari Tuhan yang Maha Esa dan akan kembali kepada-Nya. Semestinya harus tertanam sebuah kepastian dalam diri kita bahwa semua hanyalah titipan bahwa semua yang kita miliki kapanpun titipan itu hilang kita harus ikhlas karena kita hanya sementara untuk memilikinya karena hakikatnya dunia ini fana artinya tidak kekal.

Hal yang kentara dapat kita rasakan apabila kita kehilangan orang yang kita sayangi katakanalah pergi untuk selama-lamanya atau wafat misalnya orang tua, anak, Saudara teman dll. Kita merasa itu milik kita dan perasaan tidak rela itu tidak cukup dengan konsep bahwa semua hanyalah titipan dan kapan pun pemiliknya mengambil harusnya kita legowo tanpa merasa berat hati untuk melepaskannya. Namun, yang terjadi tidak sesederhana itu dan hal itu membutuhkan waktu untuk beradaptasi menerima keadaan yang tidak diinginkan.

Lukisan peristiwa di atas terjadi di kehidupan kita. Penulis dapat mengambil contoh pengalaman penulis ketika ditinggal ibu tercinta sampai detik ini kalau berbicara keikhlasan mungkin belum dapat dikatakan karena pada saat tertentu kita masih sering berandai-andai seandainya “ibu saya masih ada mungkin keadaannya tidak akan seperti ini, ketika adik bungsu saya akan menikah mungkin beliaulah (ibu) akan paling sibuk mengurus ini dan itu. Beliaulah yang akan lebih bersemangat mempersiapkan segala sesuatunya, mungkin bla bla bla. Itulah kita sebagaimana manusia yang masih merasa bahwa apa yang kita miliki pada hakikatnya akan kembali kepada pemilik yang sebenar-benarnya. Kita hanya memilikinya sementara.

Rasa haru, tangisan pun pecah ketika mengenang sosok ibu yang sangat dicintai. Sosok yang tak tergantikan dan kemana pun tak dapat kita temui lagi bagaimana seorang ibu memberi kita (anak) segalanya. Bagaimana kita memaknai sebuah keikhlasan itu, tatkala momen-momen yang kita lewati tak dapat lepas apabila beliau hadir. Di sinilah iman dipertaruhkan bagaimana kita memahami sebuah kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginan. Ikhlas itu ketika kita melepas semua yang mengganjal di hati, kita rela tanpa ada keluh kesah, kita merasa inilah sebuah ketentuan bahwa semua akan kembali kepada-Nya. Sekarang atau nanti apabila kita mau merenung tak ada bedanya karena semua sudah diatur jauh sebelum duania ini tercipta demikian sebuah risalah menuntun kita untuk ikhlas tatkala apa yang kita anggap milik kita suatu ketika akan ada masanya hilang dari genggaman.

Ikhlas itu tak mudah diimplentasikan namun, menuntut kita untuk rida pada ketentuan-Nya. Kita sudah sangat paham bahwa takdir Allah adalah yang terbaik, dan kita terkadang terbawa keadaan yang membuat kita lemah dan tidak menyadari sikap kita yang menyesalkan apa yang telah ditetapkan Allah adalah sebuah pengingkaran hal itu harus segera kita sadari bahwa sebuah kepastian itu merupakan hal yang terbaik bagi setiap makhluk. Pahami konsep dari kehidupan bahwa kita berada di dunia yang fana ada masanya semua akan hilang dan kita harus siap dengan semua itu. Yakinkan diri kita bahwa takdir adalah ketentuan Allah SWT dan telah terlukis jauh sebelum dunia ini tercipta. Renungkanlah bahwa keikhlasan itu bagian dari keimanan karena hidup harus terus berjalan ikhlas bukan berarti melupakan apa yang pernah hilang tetapi ikhlas itu menjalani dengan tabah tanpa ada rasa sakit hati yang berkepanjangan. Ikhlas itu pengejawantahan sebuah sikap yang selalu berkhusnuzan kepada pemilik semesta. Apa yang terjadi adalah untuk menguji umat-nya, mampukah kita menjadi insan yang dengan sepenuh hati memiliki keihklasan lahir dan batin. Insyaallah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post