Alasan yang Berbeda
#tantanganGurusiana
#harike70
Alasan yang Berbeda
(bagian 1)
Setengah berlari Aldis terengah-engah menuju gerbang sekolah. “Ternyata benar, pintu gerbang sudah ditutup”, pikirnya. Seandainya tadi tidak ada kejadian, tentu dia tak terlambat datang ke sekolah. Sudah beberapa kali Aldis datang terlambat ke sekolah, hingga harus dihukum tidak dapat masuk jam pelajaran pertama. Tapi apa daya, kenyataan yang dialami tak bisa dipungkiri lagi.
“Kamu terlambat lagi, Dis?” tanya Pak Tria.
“Ya, Pak, maaf”, jawabnya
“Terpaksa kamu di sini dulu, tunggu sampai jam pertama habis”, jelas Pak Tria.
“Baik, Pak”, jawab Aldis singkat.
Dia melihat sekeliling halaman depan sebelum pintu gerbang menuju ruang kelas. Ada deretan teman-teman satu sekolah yang bernasib sama. Terlambat datang ke sekolah. Ternyata di antaranya ada teman satu kelasnya, Dito.
“Kamu, kenapa Dit, terlambat?”, tanya Aldis.
“Biasa Dis, saya telat bangun, semalam begadang tanggung sich...ada game bagus. Jadinya kesiangan dech”, Jelas Dito.
“Kalau, kamu kenapa, ayahmu kambuh lagi?” tanya Dito, seakan sudah tahu alasan Aldis kesiangan.
Dito dan Aldis teman satu kelas, walaupun tak begitu akrab. Aldis merasa rendah diri, dengan keadaan yang jauh berbeda. Dito seorang anak dari keluarga berkecukupan, segala kebutuhan dan keinginannya terpenuhi. Bahkan baru sebulan lalu keinginannya untuk mengganti HP baru yang harganya lebih dari 5 juta, sudah terpenuhinya. Sedangkan Aldis, bisa masuk ke salah satu sekolah favorite saja sudah sangat beruntung, apalagi letak sekolah yang kurang dari satu kilometer. Bisa ditempuh dengan jalan kaki. Tak perlu mengeluarkan ongkos untuk naik kendaraan umum.
“Ya, Dit, tadi subuh, ayah jatuh di kamar mandi. Padahal masih belum boleh turun dari ranjangnya. Sudah tiga hari, beliau tayamum saja. Beliau memaksakan diri untuk berwudhu. Tapi, belum juga selesai berwudhu keburu jatuh”, jelas Aldis.
“Terus, siapa yang menunggu ayahmu sekarang di rumah?” Dito, bertanya penasaran.
“Ada, ibu. Hari ini beliau tidak masuk kerja. Tadi aku harus menemui Bu Dirja, minta ijin ibu ngga bisa masuk. Jadinya, telat dech masuk sekolah’, jelas Aldis.
Ibunya Aldis bekerja sebagai asisten rumah tangga, tiap hari berangkat pagi-pagi dan pulang sore ke rumah Bu Dirja, yang letaknya kurang lebih lima ratus meter dari rumahnya, beda RT tetapi masih satu RW.
Lebih dari seminggu ini ayah Aldis, sebagai seorang penarik becak tak bisa bekerja. Saat menarik becaknya, tiba-tiba di persimpangan jalan datang mobil yang melaju dengan kencangnya. Hingga becaknya tersenggol dan terjatuh. Baik ayahnya maupun penumpang yang ada di dalam becaknya tersungkur. Beruntung penumpangnya hanya lecet-lecet di kaki, sedangkan ayahnya terpental dan jatuh membentur tembok trotoar, hingga tak sadarkan diri. Bersyukur sang pengemudi mobil bertanggung jawab, saat itu juga ayah Aldis dan penumpangnya di bawa ke puskesmas terdekat. Benturan keras di kepalanya, mengakibatkan gegar otak ringan.
Dito yang selama ini bersikap cuek, kurang peduli terhadap orang lain. Mendengar alasan Aldis terlambat sekolah, mulai ada rasa simpati. Seumur hidupnya merasa tak memiliki masalah, santai-santai saja, tak ada tantangan. Kalau pun ada pelajaran susah, tak ambil pusing. Tinggal tanya saja pada temannya. Termasuk Aldis yang kadang-kadang suka dimintai tolong untuk sekedar menyontek tugas yang belum diselesaikannya.
“O, ya Dis, sudah belum tugas matematika yang kemarin Bu Mirna berikan?”, tanya Dito.
“Saya, belum beres semua nich, ngga ngerti. Jadinya dibiarkan, dari pada pusing, ya... terus main game aja”, jelas Dito lagi.
“Sudah semua. Tapi bukunya basah, semalam saat mengerjakan, kena tumpahan air minum adikku’, jawab Aldis.
Kondisi keluarga yang serba terbatas, meja tulis yang sekaligus meja makan digunakan bersamaan. Resiko jika tidak hati-hati, buku-buku bisa basah atau kotor oleh sisa makanan atau air di atas meja.
“Ngga apa-apa, yang penting tulisannya bisa terbaca, boleh ngga aku lihat?” tanya Dito.
“Nih, silahkan, yang mana yang belum dikerjakan?”, Aldis menyerahkan bukunya.
Buku tulis tipis yang masih lembab karena kebasahan, tapi tulisannya masih terbaca. Dito melihat-lihat hasil pekerjaan Aldis. Sesekali dahinya mengerut, jari telunjuk dia mainkan ke arah deretan angka-angka, yang masih tak dimengertinya.
“Ah, aku contek saja ya, Dis. Masih belum paham nich, nanti saja kamu jelaskan di kelas ya.” Sambil menunggu bel jam pertama usai, Dito menyontek pekerjaan Aldis, yang semalam belum diselesaikannya.
Belum selesai Dito menulis pekerjaannya, tiba-tiba bel berbunyi tanda jam pertama telah habis. Anak-anak yang terlambat bergegas berlarian menuju ruang kelasnya masing-masing sambil membawa secarik kertas surat izin masuk dari guru piket. Begitu juga Aldis dan Dito, mereka berdua segera berlari menyusuri pinggir lapangan upacara yang sekaligus sebagai lapang basket, salah satu jalan ke arah ruang kelas 8H yang terletak di belakang komplek sekolah, depan mesjid sekolah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kerennn ceritanya bu
Belajar nulis cerpen bu Min....Terima kasih supportnya
Belajar nulis cerpen bu Min....Terima kasih supportnya
Belajar nulis cerpen bu Min....Terima kasih supportnya
Belajar nulis cerpen bu Min....Terima kasih supportnya