
Hidup Mati Rahasia Illahi
#tantanganGurusiana
#harike31
HIDUP MATI RAHASIA ILLAHI
Dalam seminggu terakhir ini kabar kematian orang-orang yang saya kenal bermunculan di media sosial. Kematian tidak memandang usia, status, jabatan, seseorang, balita, anak-anak ataupun orang dewasa. Yang sangat menyentuh hati, ketika hari Jumat kemarin kudengar kabar putra semata wayang dari sahabat medsos walaupun belum bertatap muka secara langsung, tetapi karena kekagumanku atas prestasinya sebagai guru yang beberapa kali meraih kejuaraan, bahkan pernah mengikuti kegiatan yang sama dengan suamiku dalam ajang Anugerah Konstitusi, maka seringkali kuikuti postingannya sekedar memberikan tanda like atau komentar. Mendengar kabar putra tunggalnya meninggal, tiba-tiba air mata pun berderai, kuucapkan bela sungkawa di beberapa status sahabat-sahabatku yang memberitakannya, begitu juga di status temanku yang sedang berduka.
Keesokan harinya, kubaca pula status di grup whatccap seorang sahabat yang pernah bersama-sama dalam kegiatan lomba inovasi pembelajaran, mengabarkan jika putra pertamanya yang baru berusia tujuh bulan juga dipanggil Sang Khalik. Seringkali kulihat postingan photo bayinya bersama keluarga saat jalan-jalan, sangat lucu, berbadan gempal, sehat segar bugar, tak nampak menderita suatu penyakit. Tiba-tiba temanku menulis status permohonan do’a buat mendiang buah hati tercinta.
Seketika kumerenung, berita kematian yang menimpa anak-anak tentu saja malapetaka bagi kedua orang tuanya, apalagi anak satu-satunya. Sangat manusiawi kesedihan yang luar biasa ditinggalkan buah hati tercinta untuk selamanya. Bela sungkawa dan duka cita yang sangat mendalam buat keluarga yang ditinggalkan, sangat berharap ketabahan dan kesabaran.
Belum hilang rasa duka cita buat sahabatku, kemarin tersiar khabar seorang aktor tampan suami BCL yang meninggal karena serangan jantung. Tak kaya tak miskin, anak-anak atau dewasa, siapa pun yang hidup suatu saat akan tiba masanya menemui kematian. Sore hari kulihat siaran langsung di sebuah televisi swasta prosesi pemakaman Ashraf Sinclair, nampak seluruh keluarga dan kerabat turut hadir terutama istri tercinta bersama putra tunggalnya. Deraian air mata tak henti membasahi pipi BCL, jeritan tangis Noah makin menyayat hati ketika jenazah dikebumikan. Suatu kondisi yang sangat menyedihkan, saat-saat kehilangan orang yang dicintai. Tak terasa air mataku turut mengalir, sesekali kuseka air mata itu. Walau hanya menonton siaran televisi, serasa turut hadir di sana. Ingin rasanya kupeluk anak kecil itu yang telah kehilangan ayah tercintanya.
Kondisi kehilangan orang-orang yang sangat dicintai, pernah kurasakan. Masa kecilku, yang kehilangan ayah kami, tulang punggung keluarga. Ketika kami lima bersaudara sangat membutuhkan kasih sayang, adikku yang bungsu baru berumur sembilan bulan, dan usiaku menginjak 10 tahun. Seperti yang dialami Ashraf, ayahku meninggal karena serangan jantung. Kematian yang tak nampak gejalanya jauh-jauh hari sebelumnya, kemarin siang masih sibuk bersih-bersih genting rumah yang terkena abu vulkanik gunung Galunggung, kesibukan menjemur kasur dan bantal, segala perabotan rumah tangga juga dibersihkannya. Ayahku dulu meninggal setelah beliau menghangatkan nasi menjelang makan sahur di bulan Ramadhan hari keempat belas, tepat bulan purnama. Karena agak pusing belaiu tiduran lagi, ketika dibangunkan untuk santap sahur, ayahku sudah pingsan dalam hitungan menit sejak terasa sakit dan meninggal menjelang adzan subuh. Hari-hari kulalui tanpa ayah tercinta, kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, apalagi menjelang kelanjutan pendidikan kami. Harus memohon bantuan sana sini demi biaya sekolah kami. Bersyukur kini lima bersaudara itu dapat mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi, sekalipun hanya mengandalkan uang pensiunan peninggalan ayah tercinta, serta bantuan ekonomi dari keluarga besar ayah dan ibu, terutama nenek yang sangat menyayangi hingga membiayai kuliah kami.
Begitu juga saat kematian nenek tercinta, jasanya bagiku sangat besar hingga menyekolahkanku sampai perguruan tinggi, sebelumnya juga tak nampak sakit. Beliau dipanggil Sang Pencipta, saat memetik hasil jerih payahnya menyekolahkan kami. Dalam hari yang sama, pagi-pagi beliau turut hadir menyaksikan wisuda Ahli Madya kakakku di kampus yang sama denganku. Sore hari saat di perjalanan menuju rumah tanteku sepulang acara wisuda terjatuh di jalan, pingsan, dan tak lama juga meninggal dunia terdeteksi terkena serangan jantung. Kondisi yang sangat menyedihkan, di tengah kebahagiaan merayakan kelulusan, namun peristiwa itu terjadi.
Masih banyak hal-hal tak terduga, di luar nalar manusia yang mungkin bisa terjadi. Harus disadari bahwa semua makhluk hidup sudah pasti akan mendapat giliran menemui ajalnya. Beberapa peristiwa kematian orang-orang tercinta menjadi bahan renungan bagi diriku kini. Bersyukur Allah masih memberikan sisa umurku, yang hingga saat ini dapat menikmati kehidupan, kesehatan, perhatian dan kasih sayang orang-orang di sekitarku.
Seringkali terbayangkan seandainya saya yang lebih dahulu Allah panggil ke sisi-Nya, walau segera kuucapkan istighfar namun tetap ada bayang-bayang itu. Kurenungkan sudah punya bekal apa kumenggadap-Nya? Apa yang dapat kuwariskan buat anak-anakku, bagaimana dengan suamiku jika tanpa kehadiranku, dan beragam pertanyaan itu selalu berkecamuk dalam benakku. Atau sebaliknya bagaimana seandainya saya kehilangan orang-orang tercinta, naudzubillahimin dzalik. Selalu kupanjatkan do’a dalam setiap sholatku, semoga dipanjangkan umur kami dengan penuh keberkahan, ingin kusaksikan kebahagiaan anak-anakku, dan keturunanku, selalu mohon disehatkan lahir batin, dihindarkan dari segala musibah, malapetaka, penyakit yang berbahaya, seandainya Allah memanggil kami dalam keadaan husnul khotimah, serta dikumpulkan kembali di syurga-Nya.
Kadang-kadang kita suka berpaling jika membicarakan masalah kematian, khawatir waktu itu makin dekat. Tetapi tentu, sebagai manusia beriman sangat percaya akan datangnya ajal, tetapi itu rahasia Illahi, manusia tak bisa menentukan kapan kita dipanggil Yang Maha Kuasa. Bukan hanya soal kematian, tetapi kehidupanpun, manusia tak bisa menentukan sekalipun seorang dokter yang sudah memperkirakan kehidupan sesorang yang tinggal menghitung hari, jika Allah tak mengijinkan, maka orang yang sudah mengalami sakit berkepanjangan bahkan koma berhari-hari pun bisa sehat kembali. Kita hanya berusaha mencari kehidupan dunia seolah-olah akan hidup selamanya, juga berusaha mencari kehidupan akhirat seolah-olah akan mati esok hari.
Kobar,19022020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Super teh... mengharukan, dramatis.
Thank U sist...Masih semangat menulis