Pembelajaran Berbasis Lingkungan Masyarakat Adat bagi Pendidikan Inklusif Layanan Cerdas
#tantanganGurusiana
#harike47
Pembelajaran Berbasis Lingkungan Masyarakat Adat
bagi Pendidikan Inklusif Layanan Cerdas Istimewa
Pendidikan inklusif merupakan salah satu kebijakan pemerintah, terutama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. Dengan Peraturan Menteri tersebut, dalam pasal 6 dijelaskan bahwa pemerintah membuat program dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif. Program tersebut adalah: a) Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik; b) Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan inklusif; c) Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif.
Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif harus mengakomodasi semua peserta didik tanpa membedakan kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial-emosional, bahasa, serta kemampuan lainnya. Pelayanan proses pembelajaran diberikan kepada semua peserta didik disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhannya masing-masing dengan memberdayakan seluruh potensi yang dimilikinya. Namun tidak banyak sekolah yang mampu menyelenggarakan pendidikan inklusif, dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia baik pendidik dan tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah tersebut.
Peserta didik yang telah dinyatakan layak untuk mendapatkan layanan khusus dengan program Cerdas Istimewa memiliki ciri-ciri keberbakatan berdasarkan aspek kemampuan belajar, kreativitas, pelibatan diri serta kepribadian. Namun tidak selamanya memiliki ciri-ciri keberbakatan yang sifatnya positif. Permasalahan yang muncul terhadap peserta didik Cerdas Istimewa dengan program percepatan diantaranya pembelajaran yang terfokus pada aspek pengetahuan dalam mencapai target kurikulum, sehingga kurang optimal terhadap perkembangan aspek afektif dan psikomotornya. Begitu juga dengan proses pembelajaran yang kurang kontekstual, yaitu pembelajaran yang kurang melibatkan peserta didik dalam kehidupan nyata secara kolaboratif atau bekerja sama dengan orang lain. Hal lainnya juga berupa sumber belajar yang terbatas di lingkungan sekolah, sehingga diperlukan sumber belajar sekaligus sebagai media pembelajaran berbasis lingkungan yang berbeda dengan kehidupan sehari-harinya.
Lokasi sekolah yang berada di lingkungan perkotaan, dengan segala karakteristik masyarakat kota tentu juga berpengaruh terhadap perkembangan emosional dan sosial bagi peserta didik, dengan berbagai aktivitasnya sehari-hari. Sehingga diperlukan lingkungan masyarakat lain sebagai sumber belajar yang berbeda dengan kesehariannya, yang sekaligus mengembangkan rasa kepedulian dalam melestarikan budaya masyarakat.
Hal ini sesuai dengan subtema penulisan yaitu Pengembangan Pendidikan Inklusif bagi peserta didik dengan kecerdasan istimewa. Maka salah satu alternatif yang dipilih sebagai proses pembelajaran terbaik (best practice), untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran berbasis lingkungan di luar sekolah, yaitu di lingkungan masyarakat adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya dan Kampung Pulo Kabupaten Garut.
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi dengan kecerdasaan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan, secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Pergub Jabar. Nomor 72 Tahun 2013).
Peserta didik dengan kecerdasan istimewa dijelaskan secara umum oleh Akhmad Fauzy (2015:27) bahwa keberbakatan (giftedness) didefinisikan sebagai kemampuan yang sangat tinggi pada satu atau lebih bidang (seperti matematika, IPA, IPS, menulis kreatif, seni musik) sedemikian rupa sehingga peserta didik membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk dapat mengembangkan potensi secara sepenuhnya.
Mulyasa (2007:101) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan pendekatan lingkungan berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik. Hal ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika yang dipelajari diangkat dari lingkungan yang berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungannya. Peserta didik mendapatkan pengetahuan dengan cara melakukan pengamatan, atau mewawancara terhadap nara sumber yang dianggap lebih tahu tentang hal-hal yang ingin dipelajari, atau permasalahan yang telah dirumuskan.
Masyarakat adat menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul secara turun temurun di atas suatu wilayah adat yang memiliki kedaulatan atas tanah, dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.( http://bpsplpadang.kkp.go.id/masyarakat-adat).
Penilaian yang digunakan meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Instrumen untuk aspek pengetahuan menggunakan rubrik penugasan, aspek sikap dengan catatan jurnal kejadian serta lembar pengamatan/observasi selama proses pembelajaran, sedangkan aspek keterampilan menggunakan rubrik penilaian proyek.
Secara umum diberi informasi seputar Kampung Naga, dilanjutkan perjalanan menuju perkampungan dengan menuruni anak tangga sekitar lebih dari 300 anak tangga untuk tiba di perkampungan adat, yang disambut dengan berbagai aktivitas penduduk kampung adat. Misalnya aktivitas mencangkul sawah, menumbuk padi, membuat kerajinan bambu, beternak, berdagang dan sebagainya.
Pemandu kampung adat menjelaskan lebih detail lagi tentang Kampung Naga di halaman Imah Ageung. Selanjutnya setiap kelompok menyebar untuk mencari informasi sesuai bidang tugasnya masing-masing, dengan melakukan wawancara maupun observasi berdasarkan pedoman wawancara dan pedoman observasi yang telah disusun sebelumnya. Kegiatan pembelajaran di Kampung Naga berlangsung kurang lebih 3 jam. Setelah sholat dhuhur perjalanan dilanjutkan menuju Kampung Pulo Kabupaten Garut. Sementara makan siang dilakukan dalam bis selama perjalanan untuk mengefektifkan waktu.
Kampung Pulo Situ Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut selain perkampungan adat, yang hanya ada 7 rumah adat dan satu mesjid ini, juga terdapat Candi Cangkuang, makam Arief Muhammad serta musium Candi Cangkuang. Di Kampung Pulo, kami disambut oleh seorang pemandu wisata serta memberikan penjelasan dan informasi secara umum mengenai Kampung Pulo maupun Candi Cangkuang di pelataran Candi Cangkuang serta di pelataran di musiumnya. Tanya jawab antara peserta didik yang mewakili kelompoknya dengan pemandu wisata juga berlangsung untuk melengkapi informasi berkaitan dengan tugas kelompok masing-masing. Proses pembelajaran di Kampung Pulo berlangsung sekitar 3 jam. Setelah informasi dianggap cukup oleh seluruh kelompok, kegiatan dilanjutkan dengan menunaikan shalat ashar di sebuah mesjid di Situ Cangkuang, untuk kemudian menuju objek wisata Cipanas Tarogong sebagai refreshing tahap akhir dari kegiatan Field Trip Kampung Adat.
Penilaian yang dilakukan terhadap aktivitas Pembelajaran di lingkungan Masyarakat Adat ini baik penilaian individu maupun penilaian kelompok, yang meliputi penilaian pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk penilaian pengetahuan menggunakan jenis penilaian penugasan, penilaian sikap dengan penilaian pengamatan dan catatan jurnal selama proses pembelajaran, serta penilaian keterampilan dilakukan dengan penilaian proyek.
Penilaian sikap yang dilakukan selama proses pembelajaran. Baik ketika perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi melalui catatan jurnal dan pengamatan secara individu, diantaranya untuk mengamati nilai-nilai sikap religius, tanggung jawab, kedisiplinan, kerja sama, toleransi, dan percaya diri. Secara umum semua peserta didik menunjukkan sikap yang sangat baik dalam mengikuti setiap langkah proses pembelajaran.
Sementara dilihat dari catatan jurnal kejadian penting selama proses pembelajaran tidak ada kejadian yang mempengaruhi terhadap kelancaran kegiatan pembelajaran berbasis lingkungan masyarakat adat, semua berjalan sesuai dengan agenda yang telah direncanakan. Hanya ada sekitar 3 orang saja yang beberapa kali terlambat berkumpul, karena mereka keasyikan melakukan pengambilan gambar photo/video, wawancara atau observasi di lokasi.
Adapun penilaian keterampilan dilakukan dengan menggunakan rubrik penilaian proyek secara kelompok, yaitu tahap : 1) perencanaan dengan merumuskan pedoman wawancara dan observasi; 2) pelaksanaan dengan melakukan observasi dan wawancara nara sumber; 3) hasil laporan tertulis dan presentasi.
Setelah pelaksanaan evaluasi presentasi laporan hasil kegiatan pembelajaran berbasis lingkungan masyarakat adat ini, maka dilanjutkan dengan kegiatan tindak lanjut berupa refleksi dan pengisian angket evaluasi diri mengenai kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan, serta usulan, masukan atau solusi dari peserta didik supaya program serupa menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Pengembangan pendidikan inklusif sebagaimana yang dikemukakan oleh Sue Stabbs yang dialihbahasakan oleh Septaviana (2002:38) bahwa pendidikan inklusif lebih luas daripada pendidikan formal, yang mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem nonformal dan informal, sehingga semua anak dapat belajar dengan struktur dan sistem metodologi pendidikan yang memenuhi semua kebutuhan anak.
Sedangkan Stainback (Tarmansyah, 2007:82) menjelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah sekolah yang mampu menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah memberikan program pendidikan yang memadai sesuai dengan karakteristik serta kebutuhan setiap individu peserta didik. Setiap siswa merupakan bagian dari lingkungan sekolah yang saling mendukung dan membantu antara guru dan peserta didik maupun antarpeserta didik, sehingga kebutuhan layanan pendidikannya terpenuhi tanpa ada diskriminasi.
Dalam mengidentifikasi peserta didik dengan kecerdasan istimewa dilakukan dengan menggunakan pendekatan multidimensional. Sebagaimana Depdiknas (2009) menjelaskan bahwa kriteria anak dengan kecerdasan istimewa itu tidak hanya memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas dengan skor IQ 130 ke atas berdasarkan skala Wechsler, tetapi diimbangi dengan dimensi kreativitas tinggi (CQ) serta pengikatan diri atau tes komitmen (TC) terhadap tugas dalam kategori nilai baku baik. Hal ini sejalan dengan konsep Renzulli (Akhmad Fauzy, 2015:25) yang dikenal dengan The Three Rings Conception, yang menegaskan bahwa tidak satu pun kluster yang membuat keberbakatan, selain interaksi antar ketiga kluster tersebut.
Penilaian secara berkelompok ini dimaksudkan untuk mengembangkan daya nalar secara sistematis dan analitis sesuai dengan bidang tugas masing-masing kelompok. Dalam tahap perencanaan ditugaskan untuk merumuskan pedoman wawancara dan pedoman observasi, serta tahap penyusunan laporan tertulis hasil kegiatan. Tahap penyusunan laporan memiliki bobot kerja yang lebih besar dibandingkan tahap perencanaan, karena membutuhkan banyak informasi data dan fakta dari berbagai sumber, baik hasil observasi, wawancara, kajian pustaka maupun internet menjadi sebuah karya tulis ilmiah.
Sementara dalam aspek sikap penilaian dilakukan dengan pengamatan dan catatan jurnal kejadian yang sebagian besar menunjukkan sikap yang “sangat baik” Hal ini menunjukkan jika sebagian besar peserta didik CI memiliki nilai religius,tanggung jawab, kedisiplinan, kerja sama, toleransi dan kepercayaan diri yang sangat baik. Aspek penilaian keterampilan dengan rubrik penilaian proyek, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan laporan diperoleh nilai rata-rata 92.81 untuk semua kelompok. Produk yang dihasilkan dari pembelajaran ini berupa laporan karya tulis dan laporan dokumentasi kegiatan berupa video.
Penilaian sebagian besar dilakukan secara berkelompok, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi sisi negatif dari peserta didik dengan kecerdasan istimewa yang memungkinkan dapat menimbulkan masalah tertentu yang dialaminya bahkan bisa berpengaruh terhadap orang lain di sekitarnya. Peserta didik dengan kecerdasan istimewa memiliki kemampuan berpikir kritis, yang dapat mengarah ke arah sikap meragukan (skeptis), baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal yang baru, bisa menyebabkan mereka tidak menyukai atau lekas bosan terhadap tugas-tugas rutin. Perilaku yang ulet dan terarah pada tujuan, dapat menjurus keinginan untuk memaksakan atau mempertahankan pendapatnya. Semangat, kesiagaan mental, dan inisiatifnya yang tinggi, dapat membuat kurang sabar dan kurang tenggang rasa jika tidak ada kegiatan atau jika kurang tampak kemajuan dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Dengan kemampuan dan minatnya yang beraneka ragam, mereka membutuhkan keluwesan serta dukungan untuk dapat menjajaki dan mengembangkan minatnya. Keinginan mereka untuk mandiri dalam belajar dan bekerja, serta kebutuhannya akan kebebasan, dapat menimbulkan konflik karena tidak mudah menyesuaikan diri atau tunduk terhadap tekanan dari orang tua, sekolah, atau teman-temannya, ia juga bisa merasa ditolak atau kurang dimengerti oleh lingkungannya. Sikap acuh tak acuh dan malas, dapat timbul karena pengajaran yang diberikan di sekolah kurang mengundang tantangan baginya.
(Depdiknas,Dirjen Manajemen Dikdasmen, Dir.PSLB:2009).
Melalui kegiatan pembelajaran berbasis lingkungan masyarakat adat yang dilakukan di Kampung Naga dan Kampung Pulo, setidaknya dapat mengurangi kelemahan-kelemahan yang dialami oleh peserta didik dengan kecerdasan istimewa tersebut. Mereka belajar memecahkan permasalahan secara kolaboratif yang dikaitkan dengan situasi kehidupan nyata, hal ini sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual. Peserta didik menemukan sendiri informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan kependudukan, kondisi alam, kehidupan ekonomi, permainan tradisional, kebudayaan, dan struktur pemerintahan yang terdapat pada masyarakat kampung adat.
Selama proses pembelajaran, setiap individu peserta didik menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat baik, aktif, disiplin dan bertanggung jawab terhadap semua agenda kegiatan. Nampak bersemangat untuk menikmati lingkungan masyarakat adat, karena selain mengandung unsur edukatif juga terdapat unsur rekreasi sebagai objek wisata alam sekaligus wisata sosial budaya, apalagi sebagian besar baru pertama kali mengunjungi kampung adat tersebut. Kegiatan pembelajaran berbasis lingkungan masyarakat adat ini, tidak hanya sebagai implementasi salah satu mata pelajaran di sekolah, namun mencakup hampir semua mata pelajaran yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan berupaya mengurangi kelemahan yang terjadi pada kegiatan pembejalaran ini, namun banyaknya hikmah dan manfaatnya, maka akan dijadikan sebagai agenda tahunan bagi peserta didik dengan kecerdasan istimewa.
REFFERENSI:
Fauzy, Akhmad.(2015). Kajian Statistika Pengembangan Pendidikan Khusus Cerdas Istimewa. Jakarta: Universitas Islam Indonesia
Mulyasa, E. (2007). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sue Stubbs.(2002). Inclucive Education, Where There Are Few Recources. Alih Bahasa.Susi Saptaviana. Pendidikan Inklusif, ketika hanya ada sedikit sumber. [email protected]
Tarmansyah, SP.Th, M.Pd. (2007). Inklusi Pendidikan untuk Semua. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan
Tim PSLB.(2009). Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan untuk Peserta Didik Cerdas Istimewa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa
-------------(2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif.
---------------.2013. Peraturan Gubernur Jawa Barat No.72 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
-------------(2013). Surat Keputusan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Nomor : 819/2013.Set.Disdik tentang Penetapan Sekolah Penyelenggara Program Layanan Pendidikan Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Potensi Kecerdasan Istimewa. Bandung: Pemerintah provinsi Jawa Barat
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. http://bpsplpadang.kkp.go.id/masyarakat-adat. Diunduh di Tasikmalaya tanggal 7 April21018.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar