Ai Tin Sumartini

Ai Tin Sumartini, M.Pd, lahir di Cikajang Garut Jawa Barat. Pengabdian sebagai guru PPKn sejak tahun 1994. Pendidikan terakhir S2 Program Studi PKn di SPs UPI B...

Selengkapnya
Navigasi Web
School Placement Murray Bridge School

School Placement Murray Bridge School

#tantangan Gurusiana

#harike41

School Placement Murray Bridge School

 

    Pengalamanku selama dua puluh lima hari shortcourse di negeri kanguru, diagendakan untuk melakukan kunjungan sekolah dalam waktu enam hari. Sekolah pertama yang dikunjungi adalah  Murray Bridge School.  Kunjungan ke  sekolah yang pertama ini dijadwalkan untuk semua anggota rombongan secara bersama-sama Tidak seperti kunjungan ke sekolah lainnya yang dibagi dalam beberapa kelompok untuk sekolah yang berbeda.

Murray Bridge School merupakan sekolah independen dengan sistem inklusif di mana siswanya ada yang dishabilities dan pengembangan keterampilan (vocational). Siswa dishabilities pada sekolah ini yaitu siswa yang memiliki keterbatasan fisik maupun mental, sehingga di sekolah ini perlu penanganan khusus dengan adanya tenaga guru yang khusus mengajar siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan kelas vokasional yang dikembangkan di sekolah ini adalah kelas tata boga, pertanian dan kelas kerajinan tangan (handicraft).

Hasil karya siswa ini dipamerkan bahkan dapat dijual, diantaranya berupa kartu-kartu ucapan dan scraf hasil celupan. Kartu ucapan  dijual dengan harga $5 aud tiap eksemplar, dan scraf dijual dengan harga $20 aud. Sebagai kenang-kenangan dari sekolah ini aku sempatkan untuk membeli scraft karya siswa Murray Bridge ini.

Selama kunjungan di sekolah ini kami diajak keliling dan observasi beberapa ruang khusus, yang kami kunjungi adalah ruang tata boga di mana di sana terdapat 7 orang siswa yang sedang membuat kue dan  risoles dan kami diberi kesempatan untuk mencicipi hasil masakannnya. Namun ternyata risoles yang mereka buat  berisi daging buaya, entah benar atau tidak namun di antara kami tetap ada yang memakannya, dan rasanya mirip daging sapi saja katanya.

 Kemudian ruang yang dikunjungi lainnya adalah ruang kelas dishabilities, Nampak siswa-siswa dishabilities sedang beraktivitas mengoperasikan komputer, dan ada juga yang sedang mengerjakan kerajinan. Siswa dishabilitasnya memang tidak terlalu banyak, hanya mereka benar-benar diarahkan untuk memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan kemampuannya, baik bidang seni, olah raga, kerajinan tangan, memasak atau pertanian.

Selanjutkan kunjungan ke ruang kelas khusus siswa aborigin, di sana terdapat berbagai gambar, lukisan, photo-photo serta peralatan budaya aborigin, dan diperkenalkan pula alat musik aborigin. Sangat takjub dengan beragam budaya suku Aborigin sebagai penduduk asli dari negara Australia. Kami menyaksikan bagaimana seorang guru yang memainkan alat musik suku Aborigin dengan lincahnya.

Murray Bridge School juga memiliki lahan pertenian, selain sebagai tempat belajar anak-anak untuk bertani atau berkebun sekaligus sebagai  lahan pertanian sekolah yang ditanami berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Kebutuhan sayuran maupun buah-buahan  untuk kepentingan praktik tata boga bisa memanfaatkan lahan pertanian ini.

Setelah tea break atau istirahat kami dibagi-bagi kelompok sesuai dengan mata pelajaran yang kami ajarkan untuk kelas visit. Kelompok SOSE (Social and Environment)  terdiri dari 4 orang yaitu saya sendiri, Bu Evih, Bu Retno dan Pak Sugeng, untuk melakukan observasi kelas yang siswanya terdapat 24 siswa dengan materi yang dibahas adalah “Cultural Group in Australia” dengan metode Brain strorming idea. Di kelas sini kami mengamati bagaimana guru membelajarkan peserta didiknya dengan Brain Storming idea tentang kelompok kebudayaan  di Australia. Semua peserta didik mengemukakan pikirannya dengan menuliskan di papan tulis kebudayaan apa saja yang terdapat di negara Australia, kemudian dikelompokkan berdasarkan unsur-unsurnya.

Yang paling menarik di kelas ini walaupun anak-anak masih kelas 7, tetapi keberanian dan rasa percaya diri mereka sangat tinggi. Guru hanya memberikan petunjuk Brain Storming  mengenai kebudayaan di Australia, maka peserta didik hampir semua mengacungkan tangan tanpa bersuara, tanda ia mau menuliskan ideanya di papan tulis. Guru memberikan kesempatan secara acak kepada peserta didik untuk menuliskannya. Sekiranya sudah dianggap lengkap, kemudian guru memberikan arahan agar peserta didik mengklasifikasikan kebudayaan tersebut berdasarkan unsur-unsurnya. Semua peserta didik nampak aktif mengikuti proses pembelajaran. Hingga guru memberikan konfirmasi atas hasil kerja kelompok peserta didiknya.

Kegiatan kunjungan di sekolah ini dilaksanakan sehari penuh. Rehat sejenak saat makan siang dan sholat dhuhur. Seperti biasa makan siang kami diberi bekal oleh host family masing-masing. Selama di Australia makan nasi itu tidak tiap hari, paling dalam seminggu  dua kali. Karena makanan pokoknya adalah roti gandum, lebih sering dibekali sandwich  ikan tuna, atau daging ayam dan daging sapi. Memang bagi lidah kita orang Indonesia, serasa belum makan kalau belum makan nasi. Tetapi jika makan siang bersama dengan teman-teman satu rombongan sekitar 40 orang, kami sering bertukar makanan, sangat bersyukur manakala ada yang dibekali nasi oleh host familynya. Karena host familyku istrinya orang Indonesia, dan sudah paham kesukaan kita baso sapi, maka hal yang paling menyenangkan saat mereka menyajikan baso sapi yang dibuatnya sendiri dilengkapi dengan bihun.  Namun seperti biasa, masakan mereka kurang bumbu. Beruntung saya membawa bumbu pecel dari Indonesia. Maka terasa nikmat dan cukup mengenyangkan makan baso bihun dengan bumbu pecel.

Untuk melaksanakan ibadah sholat Dhuhur di sekolah di Australia, memang terasa kurang nyaman. Karena tidak ada mushola atau tempat khusus,  paling juga diberi salah satu ruangan yang cukup sepi untuk beribadah  secara bergiliran. Begitu juga untuk berwudhu, karena di sana sebagian besar toilet kering, hanya mengandalkan tisu saja tidak ada  air keran di dalam toilet  seperti di Indonesia. Ada air keran hanya di luar toilet, untuk sekedar cuci muka, namun hal yang menarik air keran di sana aman untuk diminum secara langsung. Sehingga ke mana pun kita pergi botol bekas air mineral selalu dibawa, sekedar untuk mencuci jika buang air kecil atau BAB.

Setelah bergiliran melaksanakan ibadah sholat dhuhur kegiatan dilanjutkan dengan paparan dari kepala sekolah mengenai profil sekolah Murray Bridge School, serta  diakhiri dengan pembagian cinderamata dari sekolah berupa buku-buku dokumen sekolah, balpoin serta coklat.  Banyak pengalaman menarik selama kegiatan di Murray Bridge School, yang merupakan sekolah inklusif mendidik anak-anak dishabilitas di antara anak-anak normal lainnya dengan mengutamakan vokasional berupa olah raga, kerajinan tangan, pertanian maupun seni.

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap bu...pengalaman yang luar biasa utk menambah wawasan menghadapi cross culture understanding...salam

29 Feb
Balas



search

New Post