Si Kulit Pisang Ambon
SI KULIT PISANG AMBON
(Ai Tin Sumartini, M.Pd)
Bel tanda masuk pasca jam istirahat telah berbunyi, perasaan baru saja keluar dari ruang kelas untuk istirahat. Udara sudah terasa panas walau baru jam 10.30. Tiba-tiba Pa Iman, seorang guru mata pelajaran IPA datang membawa beberapa lembar kertas ke ruang guru, yang baru saja semua guru beranjak untuk memasuki ruang kelas masing-masing.
“Bawa kertas apa Pa Iman?, tanyaku
“Ini, surat undangan partisipasi lomba cepat tepat dan lomba pemikir dari SMANDA”. Selama ini kita hanya mampu mengirimkan utusan LCT MIPA saja, bahkan bisa ngirim sampai 3 tim, namun untuk lomba Pemikir sampai sekarang belum pernah.” Pa Iman menjelaskan.
“Mengapa Pa Iman, kira-kira apa kendalanya?” ada perasaan ingin tahu.
“Ya, karena belum ada guru pembimbingnya yang mampu membina anak-anak dalam penelitian ilmiah remaja”, jawab Pa Iman.
Sekolah sebesar ini belum ada kegiatan ekstrakurikuler Kelompok Ilmiah Remaja, pikirku. Sudah lebih dari sepuluh tahun mengajar di sekolah ini, namun belum terlihat aktivitas penelitian dan penulisan ilmiah bagi siswa. Berbekal pengalaman dalam penulisan ilmiah dan sudah meraih kejuaraan di tingkat nasional. Giliran membimbing dan mengarahkan anak didik untuk kegiatan ilmiah ini. Sepertinya tak jauh berbeda dalam penyusunan karya tulis antara penelitian tindakan kelas atau pun best practice dengan penelitian ilmiah remaja. Saya, mencoba menawarkan diri untuk membimbing anak-anak dalam Kelompok Ilmiah hingga bisa berpartisipasi dalam lomba Pemikir .
“Pa Iman, seandainya diijinkan saya siap membimbing anak-anak untuk mengikuti Lomba Pemikir itu, kapan deadline pendaftarannya?” tanyaku. “Kalau lihat di surat ini pendaftarannya ada waktu tiga minggu lagi, baiklah kalau Bu Aisyah siap membimbing anak-anak. Buat sejarah baru bahwa kita bisa berpartisipasi dalam lomba pemikirnya juga. Ini petunjuk teknis lombanya, bisa Ibu photocopy”, Jawab Pa Iman. Dengan penuh semangat, saya mulai ancang-ancang. Siapa anak-anak yang bisa diandalkan untuk kegiatan penelitian. Karena KIR itu perlu kerja keras, siap segala resiko, dan juga lantang dalam berbicara ketika harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya dalam presentasi di hadapan dewan juri.. Apalagi saya hanya mengajar anak-anak kelas 7, tentu saja perkembangan dan pengetahuan anak-anaknya berbeda dengan kakak-kakak kelasnya. Lagi pula anak-anak kelas 8 dan 9 yang menonjol kecerdasannya sudah diproyeksikan untuk mengikuti LCT MIPA. Tentu bagianku tinggal kelas 7, yang belum dilirik oleh LCT MIPA. Namun kubertekad, akan mencari satu atau dua orang anak yang akan dibimbing dan diarahkan untuk penelitian.
Saatnya menentukan sasaran, memilih kelas mana dari sepuluh kelas yang teraktif dan unggul dalam pembelajaran. Saatnya harus bergerak cepat karena waktu yang terbatas sedangkan kegiatan penelitian perlu waktu yang cukup banyak, termasuk dalam hal penyusunan laporannya.
Dalam perjalanan menuju ruang kelas terus otakku berpikir, siapa gerangan yang diandalkan. Anaknya yang cerdas, aktif, kreatif dan lantang dalam berbicara. O, ya...kebetulan saya masuk ke kelas VII-A, di sini ada siswa yang memenuhi kriteria itu. Memang harusnya kegiatan ini ada ekstra kurikulernya yang dapat dilakukan secara rutin, tidak bisa instan. Namun apa daya, saya ingin membuktikan bahwa sekolah ini punya potensi. Ngga apalah walau insidentil menjelang pelaksanaan lomba, dari pada tidak berpartisipasi sama sekali.
Ruang kelas VII A begitu riuh, karena gurunya terlambat masuk kelas setelah tersita waktunya oleh perbincangan dengan Pak Iman. Ketua kelas menyiapkan kelasnya dan memimpin berdoa sebelum belajar. Sebelum menyampaikan materi pelajaran, saya memberikan informasi tentang lomba pemikir yang akan diselenggarakan oleh SMANDA.
“Anak-anak, siapa diantara kalian yang suka browsing internet dalam mencari informasi?” tanyaku mengawali. Hampir semua siswa mengacungkan tangan. “Baiklah, sebelum materi pelajaran kita, Ibu ingin mengajak kalian untuk menggali informasi dan belajar melalui berbagai sumber, termasuk kegiatan di luar mata pelajaran. Berkenaan dengan topik lomba tentang pemanfaatan energi alternatif, silakan dari sekarang kalian coba browsing tentang energi alternatif itu, apa dan bagaimana. Karena Ibu bukan guru mata pelajaran IPA, jadi terbatas juga pengetahuan tentang itu”, jelasku. “Silahkan kalian tentukan pilihan energi alternatif apa saja kira-kira yang tertarik, besok ditunggu kabarnya.”
Keesokkan harinya hanya Kamil, seorang siswa yang sudah ada dalam prediksiku semula datang menemuiku di ruang guru, untuk melaporkan tentang energi alternatif. “Bu, saya sudah mencari semalam tentang energi alternatif itu, saya tertarik dengan kulit pisang ambon, Bu”. Kamil menjelaskan.
“Maksudnya, bagaimana ?”, tanyaku keheranan, karena baru juga mendengar tentang kulit pisang ambon dapat dijadikan energi alternatif. Selama ini yang diketahui, diantaranya singkong sebagai bahan bioetanol.
“Ya, Bu....kulit pisang ambon itu bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif pengganti bahan batu batre kering, walaupun tidak sebagus batu batre biasa tapi dapat menyimpan energi listrik.”
“Baiklah, kira-kira alat dan bahannya, serta cara pembuatannya kamu bisa?” tanyaku. Untuk mengawali penelitian ini, tak masalah topiknya bukan termasuk penemuan baru. Tetapi sebagai upaya untuk memberikan motivasi kepada Kamil, walaupun hanya melakukan eksperimen terhadap apa yang telah dilakukan oleh orang lain.
“Ya, Bu gampang kok, alat dan bahannya, semuanya ada di sekitar kita”, Kamil juga memberikan semangat. Mulailah fokus ke masalah dan Kamil yang akan saya hantarkan ke ajang Lomba Pemikir. Kamil diberikan waktu 3 hari untuk melakukan uji coba sendiri, tentang apa yang dipahaminya mengenai pemanfaatan kulit pisang ambon sebagai energi alternatif bahan batu batre kering.
“Bu, saya sudah melakukan eksperimen, yang pertama gagal. Karena salah membuang lempengan yang ada di batu batrenya, harusnya yang dibuang itu serbuknya yang sudah habis sumber energinya. Tapi yang kedua berhasil, setelah dirapikan kembali batu batrenya dan dicoba dipasangkan pada jam dinding. Ternyata jarum jamnya bergerak.” Jelas Kamil.
Wah...cerdas juga ni anak, pikirku. Dengan waktu yang makin mepet, menjelang deadline. Kamil disuruh membawa semua peralatan eksperimennya ke sekolah esok harinya.
Setelah berkonsultasi dengan Bu Ani seorang guru IPA berkenaan eksperimen yang dilakukan Kamil, terutama dari sisi substansi materinya mengenai kandungan zat yang terdapat pada kulit pisang ambon, sehingga dapat menghantarkan listrik sebagai salah satu energi alternatif.
Sepulang sekolah, Kamil mempraktikan uji cobanya didampingi oleh bu Ani. Saya suruh menyiapkan 2 buah batu batre bekas yang akan dibongkar, dan serbuk arangnya diganti dengan kulit pisang ambon. Yang pertama untuk langsung diujicoba, dengan jam dinding, yang kedua untuk persiapan lomba di SMANDA.
Dengan cekatan, Kamil mulai melakukan uji coba. Alat dan bahan sudah tersedia di meja, berupa dua buah batu baterai bekas, kulit pisang ambon dua biji, gunting, pisau, tang, kabel listrik, jam dinding. Setiap gerak yang dilakukan Kamil, saya photo dengan kamera handphone untuk dijadikan bukti fisik dokumentasi kegiatan eksperimen. Bu Ani mengamati langkah-langkah yang dilakukan Kamil, sambil sesekali memberikan arahan agar hasilnya lebih rapi.
Selesai sudah penggantian isi batu baterai kering yang sudah tak terpakai dengan kulit pisang ambon, lalu Kamil uji tegangan listriknya dengan voltmeter. Ternyata jarumnya bergerak menunjukkan angka 1,1 Volt. Hal ini berarti batu baterai yang berisi kulit pisang ambon ini memiliki tegangan listrik sekitar 1,1 volt. Selanjutnya batu baterai itu dimasukkan ke tempat penyimpanan baterai pada jam dinding. Dan hasilnya, jarum panjang pada jam dinding tersebut juga bergerak. Namun untuk menguji kekuatan dari energi kulit pisang ambon ini juga perlu diteliti pada tahap berikutnya. Sejak batu baterai itu dipasangkan pada jam dinding, dilihat waktu pemasangannya mulai jam 15.00. Dan ingin tahu seberapa lama kulit pisang ambon itu bisa menghasilkan energi listrik. Karena waktu sudah sore, waktu pengamatan terhadap pergerakan jarum jam dinding sebagai bukti masih menghasilkan energi listrik itu dilanjutkan di rumahnya. Uji coba dinyatakan berhasil, walau hanya dilakukan oleh Kamil yang masih duduk di bangku kelas VII, dan bimbingan seadanya.
Tentu saja, tidak hanya berhenti sampai kegiatan eksperimen dalam penelitian ini, tinggal menyusun karya tulisnya sebagai laporan kegiatan penelitian ilmiah sesuai dengan sistematika dan ketentuan penulisan karya tulis yang ditentukan pihak panitia.
Keesokkan harinya, pada jam istirahat Kamil dipanggil ke ruang perpustakaan untuk melanjutkan proyek penelitian berikutnya. “Kamil, bagaimana nak hasilnya yang kemarin, jam berapa jarum jam dindingnya berhenti? Tanyaku mengawali perbincangan.
“O, ya Bu, kemarin telah saya amati sampai rumah masih terus bergerak, dan berhentinya tepat pada pukul 20.05 WIB. “ jawab Kamil. Itu berarti kekuatan energi kulit pisang ambon itu sekitar 5 jam lewat 5 menit. “Baiklah, sekarang saatnya kita akan menyusun laporannya, ibu akan bantu sebisanya membimbingmu sampai bisa berlomba di SMANDA. Coba sekarang cari dulu buku di perpustakaan ini, sebagai referensi untuk karya tulisnya terutama yang berkaitan dengan konsep energi alternatif dan pisang ambon. Nanti di rumah juga bisa browsing di internet sebagai penunjang, tapi jangan lupa cantumkan pula alamat webnya, serta kapan downloadnya.” Pengarahan sedikit-sedikit dalam hal penulisan ilmiah kepada Kamil.
Walaupun perpustakaan ini ruangannya kecil, namun buku-buku referensi dan buku pengayaan lumayan lengkap. Sehingga buku yang dicari pun dapat dengan mudah didapat. Selanjutnya, Kamil diberikan bimbingan tentang teknis penulisan karya ilmiah, sistematika yang harus memenuhi syarat sesuai yang terdapat dalam petunjuk teknis lomba Pemikir. Tak butuh waktu lama, nampaknya anak ini sangat paham dan cerdas terhadap apa yang kujelaskan.
“Baiklah karena waktu pendaftaran tinggal seminggu lagi, maka penyusunan karya tulis silahkan sebisa dan semampumu dulu untuk disusun, Ibu beri waktu dua hari, kalau sudah selesai kembali hubungi Ibu, ya.” Saya mencoba memberikan kebebasan dan kemandirian kepada Kamil untuk menyusun karya tulisnya sendiri, sesuai dengan arahan dan petunjuk teknis lomba pemikir.
Di sela-sela kesibukanku dalam proses pembelajaran, kusempatkan untuk melanjutkan bimbingan kepada Kamil supaya proyek penelitiannya dapat selesai sebelum deadline yang telah ditentukan. Ternyata hasil tulisan Kamil sudah cukup bagus, memenuhi standar penulisan karya ilmiah sesuai dengan arahanku beberapa hari yang lalu. Tinggal editing dan memperbaiki sedikit-sedikit terutama bagian kajian teori yang harus mencantumkan sumbernya, serta bagian hasil dan pembahasan dalam penelitian ilmiah yang perlu dirinci dan dideskripsikan lagi.
Dua hari menjelang deadline selesai sudah laporan penelitian ilmiah yang dibuat Kamil, segera kudaftarkan ke panitia lomba pemikir di SMANDA. Ternyata, peserta yang sudah terdaftar baru lima belas peserta dari beberapa sekolah bahkan ada yang dari luar kota dan kabupaten lain, karena memang perlombaannya untuk wilayah Priangan Timur. Lomba pemikir atau lomba karya ilmiah remaja ini, memang jarang sekali pesertanya. Karena memang butuh kemampuan luar biasa, baik dari siswa maupun gurunya, serta sarana dan prasaran bahkan biaya untuk terlaksananya sebuah proyek penelitian.
Tibalah waktu pelaksanaan lomba yang telah ditentukan. Saya dampingi Kamil dalam pelaksanaan lomba pemikir yang pertama kali sekolah kami berperan serta dalam lomba itu. Setelah sebelumnya saya bimbing bagaimana mempresentasikan dan mendemonstrasikan karya ilmiahnya.
Begitu acara pembukaan lomba dimulai, semua peserta sebanyak delapan belas orang diperkenalkan. Ternyata semua peserta adalah siswa yang sudah duduk di kelas 8 dan 9, hanya Kamil-lah yang baru kelas 7. Namun, Kamil anaknya sangat percaya diri, terus dimotivasi jangan lihat peserta lain yang tingkatan kelasnya yang lebih tinggi. Harus yakin akan kemampuan diri, kuasai materi. Gerogi dan demam panggung pasti ada, tapi harus bisa mengendalikan emosi, terus berdoa agar diberi kemudahan dan kelancaran.
Penampilan presentasi setiap peserta diundi secara mendadak, undian nomor satu langsung diambil oleh salah seorang dewan juri, sementara undian berikutnya dilakukan oleh peserta yang baru presentasi. Sehingga semua peserta harus hadir di ruangan, dapat menyaksikan penampilan seluruh peserta. Tentu hal ini sangat baik untuk saling sharing ilmu pengetahuan, kreativitas dan karya ilmiah masing-masing peserta.
Kamil mendapat giliran presentasi ke-15, dia sangat siap walau kelihatan lelah karena terlalu lama menunggu giliran. Semua peralatan demonstrasi dan hasil eksperimennya dibawa ke meja presentasi. File powerpoint presentasi sudah tersedia di laptop panitia, tinggal membuka filenya saja. Kamil yang presentasi penuh kepercayaan diri, guru pembimbingnya yang deg-degan. Khawatir tampil presentasi kurang maksimal, khawatir demonstrasi yang gagal. Mata terus mengamati setiap gerak dan langkah yang Kamil lakukan, mulut komat kamit terus berdoa untuk kesuksesan Kamil, siswa pertamaku yang dibimbing dalam penelitian ilmiah.
Dengan suara jelas dan tegas namun dilandasi kesantunan, Kamil menjawab semua pertanyaan dewan juri yang terkagum-kagum atas penampilan Kamil, sebagai peserta terkecil dan termuda di antara peserta yang lain. Kuakui, kelemahan karya ilmiah ini seperti yang dikatakan dewan juri, bahwa penelitian ini hanya mempraktikan apa yang sudah dilakukan oleh orang lain bukan hasil cipta sendiri. Ini adalah pengalaman pertama, dalam membimbing penelitian ilmiah remaja sebagai pembelajaran, sekaligus sebagai motivasi dan inspirasi bagi Kamil untuk bisa berkarya lebih baik lagi.
Pengumuman kejuaraan dilakukan sore hari, karena bersamaan dengan LCT MIPA. Sekitar pukul 16.00 WIB, pihak panitia mengumumkan satu persatu kejuaraan. Baik lomba pemikir maupun LCT MIPA. Suasana aula begitu sesak oleh seluruh peserta lomba maupun supporternya dari masing-masing sekolah, karena tidak sabar ingin mendengarkan hasil kejuaraan. Kamil pun tak mau beranjak dari tempat duduknya, penasaran dengan hasil lomba yang telah diikutinya. Untuk LCT MIPA, sekolah kami mengirimkan tiga tim, sementara lomba pemikir hanya satu peserta saja, diwakili oleh Kamil. Pengumuman kejuaraan biasa dimulai dari juara ketiga, kedua dan kesatu. LCT MIPA tim B berhasil meraih juara 2, dikalahkan oleh sekolah favorit lainnya di kota kami yang berhasil meraih juara 1.
Tiba giliran pengumuman kejuaraan Lomba Pemikir, M. Ilham Nur Kamil disebut pertama kali, berarti meraih juara ke-3. Bersyukur tak terkira, ternyata siswa bimbinganku yang pertama ini, bisa meraih kejuaraan walaupun sebagai pemenang 3. Kamil menyalamiku, “terima kasih Ibu, atas bimbinganmu, saya bisa hadir di panggung kejuaran’. Dengan menitikkan air mata penuh haru dan bahagia, kupeluk dia, “selamat, Nak .... atas kerja kerasmu membuahkan hasil, jadikan ini pembelajaran untuk selanjutnya bisa memperbaiki diri dan meningkatkan hasil yang lebih baik, kau telah mencatat sejarah bagi sekolah kita, sebagai peserta pertama yang mewakili sekolah ke ajang Lomba Karya Ilmiah Remaja.
Pulang membawa piala dan uang pembinaan, kebanggan luar biasa. Tak tega Kamil pulang sendirian di sore hari, kuantarkan dia dengan sepeda motor kesayanganku menuju rumahnya. Sepanjang jalan terus kuajak ngobrol, supaya termotivasi untuk lebih maju dan berkarya lebih baik lagi. Ternyata rumahnya cukup jauh dari sekolah, setiap hari harus naik ojek sampai pangkalan dan dilanjut dengan angkot dua kali menuju sekolah. Kamil anak cerdas, lahir dari keluarga sangat sederhana, namun keluarganya sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
Perkembangan Kamil dalam prestasi setelah meraih kejuaraan di Lomba Pemikir sangat luar biasa, dia selalu mewakili sekolah untuk lomba-lomba, termasuk lomba siswa berprestasi, Lomba Cepat Tepat, bahkan lomba mengenai bakat dan minat yang menggunakan kemampuan bahasa seprti maca berita dalam bahasa Sunda dan pidato berbahasa Inggris maupun berbahasa Indonesia. Mutiara yang kutemukan pertama kali, kini terasah dengan berjejernya berbagai piagam kejuaraan yang dirainya.
Terakhir kudengar, setelah lulus SMA favorit di kota kami, dia diterima di Perguruan Tinggi ternama di kota Bandung, masuk jurusan pertambangan Institut Teknologi Bandung sebagai mahasiswa peraih beasiswa. Jadi terbayang ketika pertama kali kubimbing dia dalam penelitian ilmiah, dengan wajah lugunya melakukan eksperimen pemanfaatan kulit pisang ambon sebagai energi alternatif. Rupanya, ilmu pertama tentang energi membekas dalam benaknya untuk memperdalam ilmu pertambangan di ITB. Sukses terus ya Nak...semoga ilmu yang diperoleh berkah dan bermanfaat bagi masa depan dan bangsamu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar