Ketika ditanyakan, apakah sama keinginan untuk belajar menulis dengan belajar membuat buku, jawabnya mudah dan cukup jelas. Belajar menulis dengan belajar membuat buku, tentu berbeda. Meski sekilas serupa.

Belajar menulis dalam beberapa hal, mempunyai spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan belajar membuat buku. Sebab fokus belajar membuat buku sudah jelas arahnya untuk memproduksi buku. Sedangkan belajar menulis bisa menghasilkan buku dan selain daripadanya.

Meskipun begitu di awal pembelajaran, menempuh hal-hal yang sama. Seperti pemahaman yang utuh tentang penggunaan huruf besar dan tanda baca. Hal-hal mendasar semacam ini, wajib diketahui dan dimengerti oleh orang yang bertujuan, baik untuk menulis maupun membuat buku.

Jangan terjebak pada pernyataan, bahwa yang penting bagaimana mengeluarkan gagasan dan menuangkannya. Cara berpikir sejenis ini, tak sepenuhnya benar. Sebab pada faktanya, orang-orang yang hanya berpusat pada hal tersebut, kurang peduli pada penggunaan tata bahasa yang baik dan benar. Sehingga mengakibatkan memperlama, tidak saja proses editing, namun juga hal-hal lain yang terkait.

Jika dikatakan, hal-hal di atas sudah pernah dipelajari, sehingga tak perlu dipelajari. Ini anggapan yang kurang tepat. Karena bisa jadi, ada beberapa bagian yang terlewati bahkan terlupakan. Di samping itu, saat diulang kembali materi tersebut, otak akan merespon lebih baik. Dengan respon yang lebih baik, pasti hasilnya diperkirakan menjadi bagus.

Setelah memperoleh pengetahuan dasar itulah, barulah kedua niat di atas berpisah jalan. Bagi yang berkehendak membuat buku, harus memilih genre apa yang pertama kali akan ditekuni. Pemilihan genre yang tepat sesuai dengan potensi yang dimiliki, akan membuat "daya semangat" kemungkinan terus menyala.

Selain daripada itu untuk melihat peluang marketshare yang akan disasar. Sebab mau tak mau, pembuat buku ingin bukunya dibaca. Dibaca artinya juga harus dibeli. Oleh karena itu, kecakapan memantaskan diri pada genre tertentu dan penguasaan materi yang akan diusung, membuat kesempatan untuk melakukan penetrasi pasar menjadi besar.

Bagaimana halnya dengan yang sekedar belajar menulis? Orang-orang yang belajar menulis, pada tahap berikutnya, dapat mengambil jalur yang sama, seperti membuat buku tadi. Atau melanjutkan belajar ke jurnalistik. Di samping jurnalistik, pilihan ada banyak, misalnya pada bidang kesekretariatan.

Lantas manakah yang lebih baik, antara belajar menulis atau membuat buku? Jawabannya adalah tergantung pada kebutuhan. Bila hanya untuk ingin membuat buku, mengapa harus bersusah payah dengan hal lain yang serupa? Mengapa? Sebab kita ini dibatasi oleh waktu, kesempatan, dan keinginan. Walaupun belajar banyak hal, tak ada yang melarang. Asalkan itu bertujuan untuk kebajikan.

Di atas adalah contoh bagaimana kita mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiran kita. Bisa jadi apa yang kita pikirkan itu salah. Tapi bukan ini poinnya. Poinnya adalah kemauan untuk berbagi dan bersedia untuk dinasehati. Jika kita tidak mempunyai kemauan semacam ini. Sungguh sulitlah kita belajar untuk ikhlas, sabar, syukur, dan berpasrah diri. Sebab belajar hal-hal tersebut sungguh luar biasa sulitnya dibanding belajar membuat buku maupun sekedar menulis.

Bojonegoro, 4 November 2018