Berapa kali Anda dikata-katai dengan ucapan "gombal"? Kalau saya sih sering. Dan ini selalu dikatakan istri saya, saat saya memuji masakannya.

Habis gimana lagi? Lha wong masakannya sedap-dap-dap-dap-dap-dap-dap-dap. Lihat saking panjangnya tho ungkapan rasa nikmatnya.

Apa ya pernah masakan istri saya, tak enak? Ya tentu saja. Tapi prosentasenya 0,0000001% saja. Kecil banget kan kemungkinannya.

Makanya saya sungguh-amat-sangat-terlalu-jarang-sekali memprotes masakannya. Semua buatannya, pasti lahap kumakan. Sampai-sampai piringnya terasa licin. Lebih licin daripada bodi-bodi mobil para pejabat.

Kalau ada yang berkata bahwa kelakuan saya ini berlebihan. Ya iyalah saya akui. Saya lebay. Tapi lebay saya ini, lebay yang romantis tapi tak berbau politis.

Lho kok ada kata "politis"? Maksud politis di sini mengacu pada ungkapan, "Ada udang di balik rempeyek, eh keliru, batu."

Jadi tak ada maksud tersembunyi. Sebab saya orang yang terbuka dan suka buka-bukaan.

Lha untuk apa tujuannya memuji terus-menerus masakan istri? Bukankah itu dapat dikategorikan sebagai berlebihan? Situ nggak tau ya, memuji masakan istri itu perintah agama. Tak percaya ucapan saya? Belajar _sono_ gih! Hobi kok suka mem-bid'ah-bid'ahkan atau menyesat-sesatkan orang lain. Lihat tengkuk dulu, sebelum mengkoreksi orang lain.

Ini saya ngomong apaan sih? Kok jadi ngelantur. Wkwkwkwk.

Bojonegoro, 9 September 2018