Akhmad said Hidayat

Menulis adalah bagian dari kebebasan berkespreasi... menulis hal positif adalah karya dan sumbangsih intelektual. tetap berkarya!!!...

Selengkapnya
Navigasi Web
Nom Pateppaagi Tang Budaja

Nom Pateppaagi Tang Budaja

Nom… Pateppa’agi Tang Budaja

Jarang sekali saya menulis hal diluar kegiatan belajar mengajar (KBM) pendidikan, biasanya saya menulis tentang hal yang mencakup model, metode dan bahan pembelajaran. Biasanya inspirasi yang saya dapat berkenaan dengan apa yang saya alami di dalam kegiatan sehari-hari, tentunya di dunia pendidikan. Namun pada tulisan ini agak berbeda dengan tulisan yang seperti biasanya, judulnya pun juga berbeda, dan memang sebenarnya saya tidak ingin menulis hal-hal di luar dunia pendidikan, tapi apalah daya, ada sesuatu hal yang sangat urgen yang menurutku perlu dibahas dan ditulis dalam artikel kali ini.

Judul artikel ini memang sengaja saya tulis dalam bahasa Madura “Nom… Pateppa’agi Tang Budaja” artinya Paman… benarkan atau luruskan budaya saya. Dalam membaca judulnya saja, kita sudah pasti bisa menerka, kenapa dengan budaya saya? Yang jelas ada yang salah dengan kebudayaan yang akhir-akhir ini sudah agak melenceng dan kehilangan arah. Budaya apa itu?

Budaya yang saya maksud dalam tulisan ini adalah budaya undangan pesta pernikahan yang menampilkan biduawanita atau penyanyi wanita. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan undangan pesta pernikahan dan biduawanita itu sendiri, karena didalam pesta pernikahan tersebut ada unsur silaturahmi dan rasa euforia artinya rasa gembira yang sangat luar biasa, dan hal itu adalah wajar karena pada momen tersebut, ada dua insan saling mencintai yang telah menjadi suatu pasangan yang diridhoi oleh Allah, keluarga dan juga masyarakat. Dan dalam hal biduwanita atau penyanyi di dalam pesta pernikahan sebenarnya sah-sah juga, karena nyanyian itu merupakan lambang kegembiraan dalam suatu pesta pernikahan. Hambar rasanya jika suatu pesta pernikahan tidak ada suara lengkingan sol-mi-sa-si, baik dari gitar, piano atau suaru merdu dari penyanyi atau biduwanita itu sendiri.

kita sama-sama tahu, kalau orang Madura mengadakan hajatan itu biasanya jamnya sehari semalam, artinya para undangan bebas datang kapan saja asalkan dalam jangka waktu yang telah di tentukan (sehari semalam), dan para undangan bisa hadir pada pagi hari, siang hari dan malam hari. Biasanya para undangan akan datang berkelompok, dan panitia hajatan biasanya mempersilahkan tamu undangan dan membagi ke dalam kelompok-kelompok kecil sesuai dengan urutan kedatangannya, dan para tamu undangan akan disajikan beberapa menu makanan ringan oleh panitia sambil menunggu tamu yang dahulunya itu selesai makan. Siapa yang datang lebih awal maka kelompok tersebut akan dijamu lebih awal juga.

Namun, disaat para undangan menunggu untuk di jamu dalam kelompok kecilnya, ada hal yang menjanggal dan kurang sedap di pandang mata. Dimana para biduwanita atau penyanyi wanita itu membaur ke dalam rombongan undangan dan berada di tengah-tengah kelompok kecil tersebut yang berbentuk lingkaran. Dan disuguhi oleh lenggokan tarian para biduwanita tersebut sembari menerima saweran dari beberapa orang yang ada pada kelompok kecil tersebut, begitu seterusnya sampai kelompok-kelompok kecil itu selesai didatangi semuanya.

Nampaknya, menurut saya pribadi hal itu kurang elok dipandang mata, dimana ada biduawanita yang berlenggak lenggok dengan pakaian seksi ditengah-tengah orang yang berpakaian formal (pakaian formal di daerah saya biasanya menggunakan pakaian batik, sarung dan peci). Dan biduwanita tersebut tidak peduli, apakah di dalam kelompok kecil itu ada tokoh masyarakat, ustadz , para tokoh agama atau orang yang tidak suka akan hal tersebut. Dan pihak panitiapun tidak mengidentifikasi, mana yang tokoh masyarakat, ustadz, ataupun tokoh agama lainnya. Iya… bayangkan saja, jika seorang tokoh agama, tokoh masyarakta atau ustadz dipaksa disajikan perempuan berpakaian seksi.

Sempat saya berfikir dan bertanya dalam hati, “hmmm…kenapa kok ngak hadir saja..???” ternyata di daerah Madura, kedatangan para tamu undangan adalah aturan timbal balik yang harus dipenuhi atau dalam bahasa Maduranya adalah “tengka”, jadi mau tidak mau iya hadir.

Saran saya buat paman-paman saya, anom-anom saya se badan kaula muljaagi. Budaya adalah hasil akal dan budi manusia, dimana budaya asli Madura sangat menghormati orang-orang seperti guru ngaji, tokoh agama dan tokoh masyarakat, hormatilah para beliau tersebut dengan adab dan tingkah laku yang sesuai, dan jangan salah kaprah atau salah persepsi, dan jangan fikir menyajikan hal-hal seperti biduwanita yang berlenggok-lenggok adalah hal yang tepat dalam menghormati orang-orang seperti guru ngaji dan tokoh masyarakat lainnya. Hormatilah para beliau sebernar-bernanya menghormati, seperti apa? Mungkin nom anom atau paman-paman sudah lebih tahu dari saya yang sangat fakir akan adat istiadat dan ilmu.

Akhirnya, saya pribadi mohon maaf jika dalam tulisan artikel ini ada hal-hal yang tidak menyenangkan bagi para pembaca. Saya hanya menulis apa yang saya rasakan, dan mungkin ini adalah usaha, cara dan rasa sayang saya kepada budaya saya sendiri yang telah tercampuri oleh budaya-budaya yang tidak sesuai.

Sekali lagi saya meminta dengan hormat : Nom… Pateppa’agi Tang Budaja

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post