Akhmad Ubedi

Lahir di Tegal, kini sebagai guru di SMPN 257 Jakarta...

Selengkapnya
Navigasi Web
OPEN HOUSE

OPEN HOUSE

Open House

#Tagur3

Karto duduk menyendiri di teras. Tatapannya menyapu jalan depan rumah. Tak ada kerumunan orang. Padahal, ia sudah berpikir depan rumah berjubel warga yang akan bersilaturahmi ke rumahnya. Ia sudah membayangkan rumahnya penuh warga sekitar. Mereka akan mengulurkan tangannya. Mereka akan mencium tangannya. Karto akan bangga dan tersenyum betapa warga sangat menghormatinya.

Kemudian Karto akan duduk di kursi berukir burung elang. Ia memandangi warga makan ketupat lebaran yang sudah ia persiapkan. Ada rendang, opor ayam, balado kentang dan sayur ketupat beserta sambalnya.

Halaman rumahnya jadi meriah. Suara warga yang membisikan kedermawanannya memenuhi ruangan yang luas. Diujung-ujung ruang sampai atap ruang menempel kehebatan Karto.

"Mas, Pak Karto hebat ya. Ia orang yang dermawan," suara ibu muda kepada suaminya.

"Lah iya de, wong Pak Karto itu orang yang sukses. Yo wis kita nikmati hadangan aja ndak usah ngomongin tuan rumah."

Karto mendengar suami istri itu tersenyum bangga. Dadanya makin membesar. Ia rapikan kumis dengan jari telunjuk dan jempolnya. Ia makin melambung ketika telinganya mendengar seseorang memuji-muji kedermawanannya.

'Wah, ndak ngira Pak Karto akan mengundang kita wong cilik. Seumur hidup aku baru menikmati makanan seperti ini."

"Aku yo ikut bangga punya tetangga seperti Pak Karto. Orangnya ndak sombong. Dia ndak mbeda-bedakan status sosial," timpal Mas Maryono.

"Maryono, kamu itu loh, ngomongnya seperti pejabat saja, status sosial segala."

Diiringi tawa mereka.

"Hus, jangan keras-keras ketawanya. Nanti orang-orang curiga," sela Mas Setiyono.

"Betul, Tio, mereka pada ngeliatin kita," bisik Mas Margono.

Di ujung dekat kolam ikan Karto menatap seorang ibu dengan dua anaknya menyantap rendang dengan lahapnya. Sementara anak-anaknya menggigit paha opor ayam. Mereka tampak menikmati hidangan yangvtak pernah dirasakannya.

Karto tersenyum manis. Ketika perempuan bergamis hitam dengan motif rendra yang membentuk pola kembang menghampirinya. Ia melihat senyum bibirnya merekah. Lipstik pink menghias bibirnya. Serasi dengan jilbab yang dikenakannya.

Dadanya berdebar saat menjabat tangannya. Ada kehangatan mengalir melalui nadi sampai ke jantungnya. Jantungnya terpompa keras. Detak jantungnya menghentak-hentak tak beraturan.

"Mas Karto," sapa perempuan itu. Suaranya lembut menyelinap celah-celah gendang telinganya. Karto sampai memejamkan mata mendengar irama suara lembutnya.

"Mas Karto sudah siang. Mas sudah lama duduk di sini. Yuk, masuk keburu sinar matahari makin panas." Murfiah mengingatkan Karto.

Citeureup, 2 Syawal 1443

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post