Tantangan gurusiana hari ke-5

Bu Ambar adalah kembang desa yang sangat terkenal seantero kota. Kulitnya halus mulus, rambut ikal panjang, pipi merah merona, gigi putih bersih, berjajar rapi, bulu mata lentik, tinggi semampai dengan bodi aduhai. Karena kecantikan yang dimiliki banyak orang memuja dan menyanjungnya.

Tanpa terasa dilaluinya dengan suka cita. Tak ada sedikitpun kesedihan pada raut wajahnya. Yang ia lakukan hanya bersenang-senang. Seiring berjalannya waktu, usia bertambah, kecantikan mulai memudar, kehidupan yang dijalaninya tak seindah dulu lagi. Bu Ambar mulai sakit-sakitan, anak-anak yang diharapkan dapat mendukungnya justru tidak menghiraukannya. Hidup ini seakan semakin sulit karena harta yang ditinggalkan suaminya habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Akhirnya ia tutup usia, kepergiannya hanya menyisakan rumah tua peninggalan suaminya. Pelayat silih berganti berdatangan ke rumah duka, tak terkecuali denganku. Aku duduk di teras rumahnya di atas kursi plastik hijau bersama pelayat lain. Aku diam dan termenung membayangkan tentang kematian. Tiba-tiba ada yang menyentak lamunanku, ketika seseorang menepuk pundak dan berbisik "Jenazah akan segera dimakamkan,". Kebetulan letak makam tidak jauh dari rumahnya hanya membutuhkan waktu 5 menit untuk tiba. Dari hal ini kusadari bahwa kehidupan dan kematian adalah hal yang tidak dapat dipisahkan serta harus disikapi dengan bijak. Bahkan tidak ada manusia yang bisa menghindarinya dan tak ada satupun hal yang bisa disombongkan oleh manusia baik kecantikan, harta, dan tahta.  Sebab, ketika menghadap Ilahi, kain kafan dan amal perbuatan yang hanya akan menemani.