Alaina.S

Lahir di Aceh Tengah, 10 Maret 1986 Mulai Menulis buku single, antologi cerpen dan puisi tahun 2018. Salam literasi ......

Selengkapnya
Navigasi Web
Dibalik Senyum Waiter

Dibalik Senyum Waiter

Ruangan ini sangat sederhana, terlihat meja dan kursi yang sudah jadul. Mungkin dulu sangatlah mewah. Setiap kali duduk dikursi ada rasa was-was akan goyang dan meja enggan untuk tertekan oleh tangan takut akan oleng hilang keseimbangan. Sering juga menjadi bahan candaan setiap kali duduk dengan maksud saling mengingatkan agar berhati-hati. Pemandangan dinding juga sudah nampak kusam dan tampak lukisan –lukisan lama yang sudah mulai memudar warna dan nilai seninya. Begitu juga dengan meja para dosen tidak ada bedanya dengan kami, mungkin hanya tataan makanan yang diatasnya saja yang terlihat lebih rapi. Maklumlah namanya juga pelatihan gratisan, begini mungkin adanya dengan keterbatasan biaya.

Setiap kali memasuki ruang makan itu kami disambut oleh waiter yang masih muda-muda mungkin mereka sedang praktik lapangan. Setiap itu pula mereka selalu tersenyum ramah menghidangkan dan menunggu kami hingga selesai makan bahkan ditambah dengan obrolan membuat acara makan menjadi lebih lama.

“ Udah makan dik? Kata-kata itu selalu terucap oleh teman sekamarku pada salah seorang waiter setiap kali mengambil hidangan. Beliau hanya mengangguk dan tersenyum untuk meyakinkan. Seorang pemuda yang berkulit putih bersih, tinggi dengan mata sayu lengkap syarat ketampanannya dengan seragam selalu rapi dan tersenyum sebaigai waiter. Setiap kali memasuki ruangan itu pula mataku tidak pernah lepas dari menatapnya mencari-cari kekurangannya. Sepertinya beliau menurutku sangat tampan dan mungkin jika ada orang yang mengatakan beliau tidak tampan aku merasa orang tersebut perlu memeriksakan mata kedokter spesialis mata.

Setelah kami selesai menyantap hidangan, para waiter selalu membereskan meja dan mengangkat piring menuju dapur. Tidak terkecuali si ganteng juga melakukan hal yang sama. Tidak ada acara memasak didapur tersebut. Hanya ada kegiatan menata makanan dan mempersiapkan bila catringan tiba untuk setiap jadwal coffee break dan makan. Mungkin karena itu pula panitia selalu mengingatkan pada kami agar hanya mengambil 1 porsi untuk masing-masing. “ Kalau ada rasa kasian dengan teman tolong untuk tidak mengambil jatah lebih” kata-kata itu sering teringat candaan panitia. Sedikit saja telat karena sibuk dengan tugas maka tidak heran menu tinggal sisa, bahkan tak bersisa sama sekali. Solusinya harus memesan makanan dari luar jika tidak ingin keroncongan, tentunya dengan merogoh kocek sendiri. Aku juga pernah mengalami hal itu beberapa kali. Entah dimana letak kesadaran peserta tega mengambil jatah peserta lain, saya terheran.

Pada satu malam aku merasa memang kali ini pasti dikatakan terlambat menuju ruangan makan. Aku sempat tertidur dikamar setelah merasa lelah dengan banyak tugas seharian. Magrib telah tiba tentu menunaikan shalat terlebih dahulu. Biasanya kami langsung menuju ruang makan setelah kelas berakhir. Sebelum magrib sudah selesai mengisi perut dan kembali ke kamar menjelang magrib tiba.

Aku menuruni tangga perlahan, plok-plok suara sandal ku beradu dengan lantai. Suara itu terdengar nyaring pastinya petanda suasana sudah sepi, Aku mendekati ruangan makan dan benar adanya suasana sudah sepi. Hanya piring-piring kotor sisa makan yang belum selesai dibereskan tertinggal diatas meja. Aku menatap kesudut meja hidangan utama, diatasnya hanya ada 1 piring yang masih bersih. Itulah petanda bahwa peserta yang belum makan juga tinggal 1 orang dan itulah jatah ku. Disana masih berdiri si ganteng yang setia menuggu sampai benar-benar semua peserta selesai makan. Perlahan aku mendekati meja hidangan, tanpa kata aku menghela napas panjang melihat hidangan yang sudah ludes. Hanya ada 1 butir telor dengan gelimangan minyak sisa sambelnya. Tidak ada sayur dan lauk pauk lainnya. Semua bersih tinggal wadah yang kosong. Karena lapar dan malas untuk beranjak memesan makan untuk keluar tentu aku harus menikmati sisa yang ada.

Aku tidak ingin duduk menikmati diruangan makan yang sudah sepi. Setelah ku tata diatas piring makanan yang ada untuk dilahap dikamar. Akupun beranjak keluar menuju kamar. Beberapa langkah kemudian aku kembali keruangan makan karena aku merasa ada yang kurang yaitu teringgal minuman. Aku melihat meja utama sudah kosong dan hanya terdengar suara riuh dentingan sendok yang beradu dengan wadah-wadah kaca entah itu piring ataupun gelas aku tidak tau pastinya. Saat aku mengambil minuman tak sengaja melirik keruangan dapur yang dapat terlihat jelas dari ruang makan bila pintunya terbuka. Disana aku melihat para waiter yang sibuk mengisi perut. Hati kecilku terenyuh, miris rasanya bagiku melihat mereka hanya menyantap lahap sisa-sisa dari makanan yang sudah ludes kami santap dari ruangan makan.

Aku kembali ke kamar tanpa kata dan diam membisu. Aku tidak tau apakah teman-teman di kamarku atau peserta lainnya tau tentang hal itu. Selama ini peserta akan heboh bercerita membahas hal sekecil apapun. Mereka yang komplin air mati, kamar panas, ac gak dingin, menceritakan menu makan yang sangat sederhana bahkan kehabisan. Tapi kali ini semua adem ayem dari peristiwa yang jelas aku lihat sendiri dengan mata kepala ini. Berarti mereka tidak ada yang tau tentang hal itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Perlu selalu bersyukur untuk yang kita dapatkan ...

12 Feb
Balas

Amin. Benar bu

13 Feb



search

New Post