Keterampilan Berbasa Indonesia
Dalam bahasa Indonesia, terdapat empat keterampilan berbahasa. Sejak dini perlu dilatihkan kepada siswa sesuai dengan tahap perkembangannya. Menurut Tarigan (Latif, 2007) keterampilan berbahasa mencakup empat aspek yang saling berhubungan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap aspek keterampilan berbahasa ini memiliki karakteristik, tujuan, dan manfaat yang berbeda. Akan tetapi keempat keterampilan berbahasa ini sangat berkaitan erat. Secara ringkas, marilah kita mengenal keterampilan berbahasa tersebut.
Keterampilan Menyimak
Keterampilan berbahasa yang pertama adalah menyimak. Menyimak atau mendengarkan adalah keterampilan atau kecakapan dalam memahami bahasa lisan dari sumber simakan atau pembicara. Penyimak menggunakan inderapendengar dalam melakukan kegiatan menyimak ini.
Keterampilan menyimak bersifat reseptif. Menyimak berarti menerima informasi dari sumber pesan (sumber informasi). Menyimak tidak berarti selalu diam dan mengabaikan apa yang didengarkan atau disimak. Tarigan (dalam Latif, 2007) menyatakan bahwa dengan meningkatkan keterampilan menyimak, berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara pada seseorang. Artinya adalah keterampilan menyimak juga memengaruhi keterampilan berbahasa yang lainnya.
Tidak dikatakan sebagai kegiatan menyimak, apabila seseorang hanya diam dan abai terhadap apa yang didengarkan. Sebab, mengabaikan apa saja yang didengarkan, tidak akan memeroleh informasi yang berarti. Tidak akan mencapai tujuan dari menyimak itu sendiri. Dan kegiatan menyimak menjadi tidak bermakna.
Russel (dalam Ratna, 2007) menuliskan bahwa menyimak bermakna apabila seseorang dapat mendengarkan dengan penuh pemahaman, perhatian, serta apresiasi. Menyimak sebagai proses mendengarkan, mengenal, serta menginterpretasi lambang-lambang lisan. Mendengarkan adalah kegiatan oleh pancaindera pendengar yang dilakukan dengan sengaja penuh perhatian terhadap apa yang didengar, Subyantoro (dalam Ratna, 2007).
Satu catatan penting yang perlu diingat adalah kegiatan menyimak dilakukan dengan sengaja dan penuh perhatian. Penyimak benar-benar memiliki tujuan terhadap kegiatan menyimak yang dilakukan. Penyimak juga memahami seluruh proses simakan yang sedang terjadi. Kegiatan menyimak mengisyaratkan pengetahuan dan pemahaman yang harus diperoleh, yaitu; mengenal dan mampu memaknai setiap bahasa lisan yang didengarkannya.
Keterampilan menyimak dimaknai juga sebagai suatu proses kegiatan mendengarkan yang dilakukan oleh alat dengar dengan menangkap dengar informasi lambang-lambang lisan atau bunyi-bunyian lain dengan pemusatan energi psikis (fokus), mengandung nilai pemahaman, dapat mengapresiasi serta daya ingat untuk menginterpretasi atau memaknai pesan yang disimak. Untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta makna komunikasi yang hendak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan, Tarigan (Latif, 2007:28).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kerja alat dengar manusia dapat bekerja pada dua aspek yang berbeda dari segi kualitas dengarnya, yaitu mendengar dan mendengarkan. Pada tataran keterampilan berbahasa dengar, kegiatan mendengar berbeda dengan mendengarkan. Mendengar adalah kegiatan yang dilakukan oleh fungsi pancaindera dengar tanpa sengaja atau tidak memahami apa yang didengar. Mendengarkan atau menyimak adalah kegiatan pancaindera dengar yang disengaja dan memahami maksud dari pesan-pesan yang didengar dari sumber pesan. Seringkali kita menyamakan maksud antara mendengarkan dan menyimak.
Pernahkah kita mendengar letusan ban sepeda bocor di sekitar kita? Pada pancaindera dengar, kegiatan mendengar tidak ada unsur kesengajaan, fokus sumber yang didengar atau konsentrasi, dan memahami betul apa yang telah didengarnya. Infrmasinya menjadi tidak jelas. Bahkan tidak dapat dipahami apa saja maksud dari sumber pendengaran itu. Sehingga hanya menjadi informasi sepintas saja.
Akan tetapi, pada kegiatan mendengarkan yang dilakukan oleh inderapendengar ini benar-benar disengaja. Ada pemusatan energi psikis, kesadaran, fokus, konsentrasi, serta memahami dengan baik apa yang menjadi bahan simakan. Meskipun keduanya dilakukan oleh pancaindera yang sama, tetapi kualitas hasil yang disimak sangat berbeda.
Contoh konkret adalah ketika bayi baru dilahirkan, ia sama sekali belum bisa berbicara, membaca dan menulis. Pancaindera pertama yang digunakan adalah alat dengar. Sesekali, bayi memang mendengar dan seringkali juga mendengarkan atau menyimak. Bahasa pertama (bahasa ibu) dapat direkam dalam alam bawah sadar bayi sehingga secara tidak sadar ia memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses aquisition (pemerolehan). Jadi, bayi memeroleh bahasa pertama dari ibunya dengan cara mendengarkan. Ia tidak memiliki atau memahami bahasa ibunya dengan proses pembelajaran.
Melalui kegiatan menyimak, seseorang dapat memahami lambang bunyi bahasa tulis yang dilisankan, misalnya suara fonem, diksi, kosakata, klausa dan kalimat. Pemahaman terhadap bunyi bahasa lisan tersebut dapat membantu kekayaan kosakata dan interpretasi bagi si penyimak.
Dengan demikian, keterampilan menyimak sangat dibutuhkan oleh siswa untuk dapat memahami penyajian secara lisan materi ajar oleh guru. Selain itu juga dapat dengan mudah menyampaikan pendapat maupun menanggapi dalam kegiatan diskusi dalam kegiatan pembelajaran.
Nah, jika kita telah memahami makna dari kegiatan menyimak, maka selanjutnya juga perlu dipahami kondisi yang terjadi ketika kita sedanga menyimak. Sebab, tidak sepenuhnya menyimak itu selalu sama dalam setiap waktu. Terdapat dua kondisi pada saat kita mendengarkan. Kondisi pertama adalah keadaan pendengar dapat melakukan interaksi dengan pembicara. Kondisi ini berlangsung interaktif. Ada percakapan atau dialog, tanya jawab, atau interaksi aktif lainnya. Misalnya, siswa menyimak penjelasan guru dapat bertanya apabila ada hal yang tidak dipahami. Pembicaraan dalam telepon, interaksi dalam diskusi dan sebagainya. Biasanya, pada prosesnya antarperson yang terlibat interaksi secara bergantian akan berbicara dan menyimak. Kondisi keuda adalah kegiatan mendengarkan noninteraktif atau menjadi pendengar yang tidak bisa melakukan interaksi dengan sumber dengar. Kedaan ini biasanya berlangsung searah. Misalnya, yaitu ketika kita mendengarkan radio, TV, youtube, khutbah Jumat, dan sebagainya.
Lalu, apa tujuan keterampilan menyimak ini perlu dilatihkan. Beberapa tujuan menyimak adalah belajar, untuk hiburan, memberikan apresiasi, mendapatkan informasi, menikmati nilai seni musik, menambah keyakinan atau pemahaman informasi, membandingkan beragam informasi, instrumen evaluasi, nasihat dan beragam tujuan lainnya.
Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbahasa selanjutnya adalah berbicara. Berbicara pada umumnya diartikan sebagai ungkapan ujaran melalui alat ujar manusia. Tetap Suhendar (1992) mendefinisikan bahwa berbicara merupakan suatu proses dari pikiran dan perasaan seseorang berubah wujud menjadi tindakan ujaran oleh alat bicara pada manusia. Berbicara dalam keterampilan berbahasa Indonesia tidak sama dengan mengobrol. Mengobrol adalah ujaran yang tidak disiapkan sedemikian rupa dan tanpa konsep gagasan yang jelas. Sedangkan berbicara adalah kecakapan seseorang dalam menyampaikan gagasan. Terutama gagasan tersebut disampaikan pada keadaan yang resmi atau formal.
Seseorang dapat dikatakan memiliki keterampilan berbicara apabila orang tersebut memiliki kemampuan mengujarkan gagasan atau konsep yang dapat diambil manfaatnya oleh orang lain atau audiens. Oleh karena itu, dalam kegiatan berbicara, ia memerlukan konsep yang harus disiapkan dengan baik. Gagasan atau konsep yang disampaikan harus memperhatikan aspek tujuan berbicara, referensi yang memperkuat gagasan dalam berbicara, sistematika pembicaraan dalam bentuk kerangka pendek atau singkat dan mencatat dengan baik poin-poin sebagai bahan berbicara. Agar dapat berbicara dengan baik dan meminimalisasi kesalahan, maka seseorang yang ingin berbicara perlu melakukan latihan. Bukan saja kesalahan bunyi, tetapi kesalahan konsep dan gagasan haruslah dihindarkan.
Maka, yang perlu diperhatikan dalam keterampilan berbicara adalah situasi dalam berbicara. Mulyati (2018) memaparkan bahwa seseorang perlu memahami situasi pembicaraan dengan saksama, baik situasi pembicaraan interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi pembicaraan interaktis merupakan keadaan pembicaraan yang berlangsung dua arah. Ada interaksi antara kedua pembicara. Dalam interaksi terjadi dialog. Misalnya, pembicaraan langsung secara tatap muka, diskusi, musyawarah, rapat dan kegiatan pembincaraan lain yang dilakukan secara langsung bertatap muka. Contoh lain adalah pembicaraan langsung melalui telpon seluler atau smartphone. Meskipun tidak tatap muka secara langsung, tetapi antara keduanya ada interaksi yang terjadi. Sehingga keduanya saling memahami maksud dari pembicaraan yang dilakukan. Tentu saja, dalam kegiatan berbicara ini, kedua belah pihak berbicara secara bergantian. Seseorang yang berbicara dan yang lain menyimak.
Situasi berikutnya adalah kegiatan berbicara semiinteraktif. Kegiatan berbicara semiinteraktif adalah kegiatan berbicara pada situasi langsung, tetapi berjalan satu arah. Pembicara aktif berbicara, sedangkan lainnya menyimak pembicaraan narasumber atau pembicara. Misalnya adalah seorang khotib yang sedang berkhutbah, juru kampanye yang berorasi, tokoh negara berpidato di khalayak umum, penyampaian aspirasi oleh orator, dan sebagainya. Oleh karena pembicaraan berlansung searah, maka orang yang menyimak tidak dapat melakukan interaksi langsung, baik bertanya, menyangggah, dan menyela atau interupsi.
Situasi berikutnya adalah berbicara bersifat noninteraktif. Artinya pada kegiatan berbicara ini sama sekali tidak ada interasi dan tidak bertatap muka langsung. Antara pembicara dan yang menyimak dibatasi oleh media tertentu. Antara keduanya bisa jadi juga tidak saling mengenal, belum pernah bertemu sebelumnya, dan bahkan tidak pernah tahu wujudnya secara nyata. Sebab, memang belum pernah ditemui. Biasanya, kegiatan berbicara ini disampaikan oleh media audio maupun audio visual. Misalnya, pidato presiden yang disiarkan oleh stasiun televisi, ceramah ustad di you tube, pidato pejabat negara di radio dan sebagainya.
Tetapi, sebagai pembicara, perlu menguasai keterampilan dalam berbicara. Mulyati (2018) memaparkan dengan rinci tentang keterampilan yang harus dikuasai ooleh seorang pembicara, yaitu: pertama, pembicara seharusnya dapat mengucapkan bunyi-bunyi dari alat artikulasi dengan jelas, tidak kabur, nggremeng, suara kecil sehingga orang yang menyimak dapat mendengar dengan jelas pula. Kedua, pembicara mampu melafalkan ujaran dengan tekanan, nada, serta intonasi yang jelas. Nadanya tidak monoton, intonasinya tidak selalu datar, dan tekanannya juga tepat dan dapat dipahami dan didengar jelas oleh audiens. Ketiga, pembicara dapat menyampaikan bahan bicara dengan kata, kalimat dan ungkapan yang diujarkan dengan tepat. Tidak salah mengucapkan diksi, menyalahartikan sebuah kata serta struktur kalimatnya runtut dan sistematis. Keempat, pembicara mampu berbicara dengan ragam bahasa yang relevan dengan situasi yang sedang terjadi. Baik bentuk komunikasi, hubungan dengan komunikan maupun saluran yang digunakan. Kelima, dalam berbicara, seseorang harus mampu menyampaikan pokok pembicaraan. Sehingga dapat berbicara sesuai dengan topik. Kalimat penting dalam kegiatan berbicara dapat dikemukakan dengan jelas. Keenam, pembicara harus kaya ide. Banyak ide tambahan untuk memperkuat gagasan pokok sesuai dengan topik pembicaraan. Ide-ide yang baru dapat memperkaya topik pembicaraan. Ketujuh, pembicara harus mampu menciptkan pembicaran yang saling berhubungan, sistematis, runtut dan berpautan sehingga orang yang mendengarkan semakin jelas arah pembicaraannya.
Oleh karena itu, pembicara harus memahami dirinya sebagai pembicara yang disimak oleh banyak orang. Mulyati (2018) mengelompokkan aspek yang harus dikuasai oleh seorang pembicara, yaitu 1) aspek isi pembicaraan. Terkati dengan apa topik yang akan dibicarakan, pembicara haruslah menguasai materinya. Sehingga tidak terjadi mispersepsi terhadap materi pembicaraan yang disampaikan, 2) aspek kebahasaan. Pembicara harus memahami tata bahasa lisan yang baik dan benar. Walapun tidak seperti tata bahasa tulis, tetapi bahasa yang disampaikan harus memenuhi kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan 3) aspek penampilan pembicara. Pada aspek ini, kualitas seseorang yang berbicara juga ditentukan oleh fisik dan gerak-geriknya selama berbicara. Jadi, gestur tubuh, mimik, dan ekspresi dalam berbicara menjadi pusat perhatian audiens. Maka, menjadi penting untuk mengusai aspek performance ini.
Keterampilan Membaca
Keterampilan membaca adalah keterampilan atau kecakapan seseorang dalam proses memahami dan melihat pikiran dalam kata-kata secara tekstual. Membaca membutuhkan pikiran yang tersirat untuk menerjemahkan yang tersurat dalam bentuk teks atau tulisan. Kegiatan membaca adalah proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pesan melalui bahan bacaan yang disampaikan oleh penulis (Tarigan 2008).
Rahim (2005) juga memaparkan bahwa membaca meliputi beberapa definisi, yaitu: pertama, membaca merupakan suatu proses. Informasi tekstual dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca berperan utama dalam membentuk makna yang bisa ditangkap. Kedua, membaca menggunakan strategi. Pembaca yang peka akan menggunakan strategi membaca sesuai dengan teks dan konteks isi bacaan. Pembaca secara otomatis akan membentuk makna isi bacaan ketika ia sedang membaca. Ketiga, membaca merupakan interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks bergantung pada konteks dan kemampuan membaca seseroang. Pembaca yang senang membaca hal yang bermanfaat, maka menemukan beberapa kata kunci yang menjadi tujuan yang ingin diraihnya. Dengan demikian akan terjadi interaksi antara pembaca dan teks.
Kecakapan membaca tergolong keterampilan yang bersifat aktifreseptif. Artinya adalah kegiatan membaca oleh pembaca dapat dikembangkan secara tersendiri. Kecakapan yang terpisah dari keterampilan menyimak dan berbicara. Mulyati (2018) membagi keterampilan membaca ini ke dalam dua klasifikasi, antara lain: pertama, membaca permulaan. Yaitu kemampuan mengenal, mengetahui dan memahami huruf. Bukan saja mengenal bentuk huruf saja. Tetapi secara fonologis, ia mampu membunyikannya dengan tepat. Tahapan membaca ini lebih menekankan pada kemampuan melafalkan lambang bunyi bahasa huruf. Kedua, membaca lanjutan. Membaca lanjutan artinya adalah kemampuan membaca wacana. Pembaca bukan saja mengenali lambang tulis dan dapat melafalkannya dengan tepat. Tetapi yang lebih ditekankan adalah pembaca juga memahami isi bacaan tersebut. Pembaca dapat mengambil manfaat dan kesimpulan dari apa yang dibacanya.
Kemudian Mulyati (2018) juga memaparkan keterampilan yang harus dipahami oleh pembaca, antara lain adala sebagai berikut. Pertama, pembaca harus mengenal sistem tulisan yang digunakan. Pembaca harus menguasai sistem sistem tulisan pada bahan bacaan yang akan dibaca. Kedua, mengenal kosakata. Tanpa mengenal kosakata, maka pembaca akan kesulitan dalam memahami maknanya. Ketiga, pembaca dapat menentukan kata-kata kunci yang mengidentifikasikan topik dan gagasan utama. Jika pembaca telah mampu memahami gagasa utama suatu bacaan, maka ia dapat dengan mudah menentukan apa yang harus diambil dan dipelajari lebih lanjut dari isi bacaan yang dibacanya. Keempat, pembaca dapat memahami dan menentukan makna diksi, kosakata, dan kalimat dalam bacaan. Jika menemukan kata-kata baru dapat mencari maknanya dalam kamus, sehingga menjadi perbendaharaan kata baru yang dimiliki. Kelima, pembaca mengenal dan memahami kelas kata gramatikal, seperti: kata benda, kata sifat, kata kerja dan sebagainya. Keenam, memahami konstituen dalam kalimat sebagai subjek, predikat, objek, dan preposisi. Ketujuh, pembaca memahami sintaksis dasar, tentang struktur kalimat yang tepat dan efektif. Kedelapan, pembaca mampu menyusun ulang dan menyimpulkan situasi dan tujuan dalam bahan bacaan. Pembaca mampu memahami bahwa isi bacaan yang dibaca sedang dalam situasi dan untuk tujuan apa saja. Kesembilan, pembaca mampu menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda pula. Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam membaca, maka strategi membaca yang diterapkan juga berbeda. Misalnya, membca skimming ditujukan untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam, membaca sekilas, membaca kritis, dan sebagainya.
Keterampilan Menulis
Dalam bahasa Indonesia, keterampilan menulis sangat perlu untuk dikuasai. Sebab, keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat aktifproduktif. Keterampilan berbahasa yang menunjukkan aktifnya seseorang dan menghasilkan tulisan. Oleh karena itu Mulyati (2018) memaparkan bahwa keterampilan ini dipandang sebagai keterampilan berbahasa yang paling rumit dan kompleks. Dibandingkan dengan keterampilan berbahasa lainnya, keterampilan menulis menempati hirarki keterampilan berbahasa yang paling sulit. Seseorang yang bisa menulis, belum tentu memiliki keterampilan menulis yang memadai.
Menulis, bukanlah dianggap sekadar mencatat kata-kata dengan cara disalin atau menuliskan kata-kata yang diucapkan oleh seseorang yang sedang berbicara. Menulis bukanlah sekadar memindahkan kumpulan kata dan kalimt dari bacaan lain dan penulis menyalinnya. Menulis juga bukanlah sekadar menuliskan apa yang ia kehendaki saja. Tetapi, lebih dari itu, menulis merupakan proses menuangkan dan mengembangkan ide, pikiran, gagasan, dan keinginan tersembunyi dalam perasaan ke dalam struktur tulisan yang sistematis, logis, teratur. Nah, susunan ide, perasaan, pikiran dan gagasan secara tekstual haruslah memperhatikan kaidah penulisan yang tepat agar mudah ditangkap maknanya oleh pembaca.
Mulyati (2018) memaparkan bahwa keterampilan menulis diklasifikasikan ke dalam dua kategor, yaitu: Pertama, menulis permulaan. Artinya adalah penulis tidak menuangkan ide atau gagasan secara mendalam yang benar-benar lahir dari pikirannya. Tetapi ia hanya menyalin (menuliskan atau mencontoh) suatu gambar atau lambang bunyi bahasa ke dalam wujud lambang-lambang tertulis atau tekstual. Ia sebagai penulis hanya dapat mencontoh wujud suatu lambang tulis yang dirangkai menjadi kata dan kalimat. Biasanya, menulis permulaan dilatihkan pada siswa yang baru masuk sekolah di kelas rendah. Oleh karena erat hubungannya, maka kegiatan menulis permulaan seringkali dilakukan bersamaan dengan kegiatan membaca permulaan. Kedua, menulis lanjutan. Pada kegiatan menulis lanjutan, sesungguhnya merupakan aktivitas menuangkan idedan gagasan dalam bentuk tertulis melalui bahasa tulis.
Selanjutnya, Mulyati (2018) juga memaparkan keterampilan yang peru dikuasai oleh penulis, antara lain sebagai berikut. Pertama, menggunakan gambaran bunyi bahasa yang berupa tulisan atau lambang dan sistem ejaan suatu bahasa dengan tepat. Artinya adalah penulis dapat menerjemahkan dalam bentuk tulisan suatu bunyi dan lambang tulisan dalam bentuk tekstual. Penulis juga memahami penggunaan kaidan ejaan yang benar. Kedua, penulis dapat memilih kata yang tepat. Ketepatan penulis memilih kata-kata akan mempengaruhi makna kata yang ditulisnya. Sebaliknya, jika kata-kata yang ditulis tidak dipahami maknanya, maka tulisannya pun akan sulit dipahami maknanya. Ketiga, penulis mampu menggunakan bentuk dan urutan kata dengan benar. Keempat, penulis mampu menggunakan struktur kalimat secara sintaksis yang tepat dan jelas bagi pembaca. Kelima, penulis mampu memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju. Penulis memahami sasaran dari tulisannya yang dibuat. Keenam, penulis mampu menuliskan ide utama yang didukung dengan gagasan tambahan. Ketujuh, penulis mampu menciptakan paragraf yang berhubungan dan sesuai, serta kemampuan lain yang mendukungnya
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terima kasih ilmu dan pencerahannya Bapak. Keren luar biasa pokoknya
Makasih bu..smg bermanfaat