Ali Harsojo

Saya adalah pribadi yang sangat sederhana dilahirkan di kota kecil Sumenep, Madura. Suka berkolaborasi dan bersinergi. Selalu ingin mencari tahu setiap ilmu yan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tragedi Sumbu Pendek

Tragedi Sumbu Pendek

"Abi mau tidur, Mi" kata Empang sesaat setiba di rumah mereka. Empang baru saja datang dari Jepang. Ia menyelesaikan studinya. Maklum, beasiswa yang ia dapatkan harus mengorbankan kerinduannya kepada sang istri.

Rintik hujan mulai membilasi kantuk Empang. Ia tak lagi menghiraukan si Ragil yang sibuk main game atau menonton YouTube dari gawainya. Memang, Entun membatasi Guntur untuk tidak terlalu banyak main HP.

Dalam keadaan setengah ngantuk, Empang semayup mendengar ocehan sang istri. Ia berusaha untuk menyembunyikan rasa penasarannya. Inginnya melanjutkan tidur.

Namun, entah siapa yang salah. Di tengah lelah sang Suami, Entun malah berbicara sendiri. Seolah menyinggung sang suami. Empang berusaha sabar. Ditutupnya telinga kanan kiri dengan bantal. Suara sang istri makin nyaring

Hujan lebat menjadi saksi. Laptop dan tetikus yang berserakan seolah meminta agar tak ditelantarkan. Namun, kekecewaan Entun membubarkan kantuk Empang. Membuat semuanya kocar-kacir. Si Ragil pun menjadi sasaran

Tiba-tiba...

"Umi lemot, Bi. Coba dari beberapa waktu lalu dapat ideya atau langsung ubah judul, Umi pasti juara. Tidak akan ada yang sama untuk menandingi." kata Entun membuat sang suami terkejut. Bagai disambar petir di tengah lautan.

"Ada apa sayang? Jangan risaukan itu. Umi adalah penulis hebat. Abi pikir, tanpa Abi ajari, juga sudah mumpuni" jawab Empang bangun dari tidurnya.

Sesekali Empang mengusap matanya, yang masih menyimpan lelah. Entah jam berapa mereka mulai berseteru. Jam dinding masih setia memutar kedua jarumnya yang kaku. Seolah tak mau tahu, anak-anak pun sibuk dengan mainan dan aktivitas masing-masing.

"Ini jelas salah umi. Seharusnya dalam list lomba menulis itu, Umi menggunakan judul yang keren Bi. Sehingga tidak ada yang sama. Awalnya, sejak dapat ide, harusnya Umi langsung gunakan judul itu." tambah Entun bertubi-tubi.

Empang berupaya menjelaskan bahwa di dalam dunia menulis, siapapun itu punya hak untuk menulis buku atau artikel dengan tema yang sama. Bahkan, jika terdapat bagian cerita dengan latar dan nama tokoh yang sama, tentu memiliki konsep cerita yang berbeda. Sebab, setiap orang memiliki jalan pikiran yang tidak sama.

Belum selesai menjelaskan, ..

"Bi, Umi benar-benar ceroboh. Harusnya Umi konsisten dengan tulisan sesuai saran Abi. Tapi mengapa Abi tak segera membantu Umi lakukan itu?" kata Entun menimpali penjelasan Empang.

Empang terdiam membeku. Mematung di pintu kamar. Sementara sang istri terlihat gusar. Bolak-balik membuka dan menutup laptopnya. Seolah mencari hal yang salah. Emosinya kian memuncak, setelah Empang menyarankan agar tidak terlalu risau dengan tulisan orang lain.

"Bodohnya umi, kenapa kemarin tidak langsung ubah? Dari cerita yang biasa menjadi cerita yang menegangkan? Tanpa harus menunggu admin memberi saran. Atau tanpa nunggu kurator memberi masukan. Langsung kirim naskah sesuai nasihat Abi. Sungguh Umi lemot, Bi." lanjut Entun setengah kesal.

Entun tampak menggaruk-garuk kepala. Ia juga kesal, sebab sang suami membiarkannya kebablasan menyetor naskah yang kurang bagus. Seolah Empang tak peduli terhadap karya sang istri.

"Abi, Umi bad mood dah. Malas dah mau nulis. Ingin tidur. Apalagi, Abi janji buatkan ruang portodigital tidak ditepati. Abi, bohong." tiba-tiba Entun membuka pembicaraan sebulan yang lalu. Tampak Entun meneteskan air mata. Menangis tersedu. Merasa dibohongi sang suami.

Sementara Shinta dan adik-adiknya asyik bermain di ruang tengah. Mereka tidak tahu sedang ada perseteruan orang tua mereka di kamar samping. Kamar pengantin yang berakses langsung ke bagian belakang rumah. Kebun.

"Umi, maafkan Abi. Di Jepang, Abi belum sempat buatkan Umi web itu. Sibuk dengan tugas kuliah. Dan sabar ya sayang. Pasti Abi buatkan sebentar lagi." jawab Empang dengan nada merayu.

Tak disangka, Entun malah naik darah. Seolah ucapan Empang hanyalah bujukan belaka. Entun tampak berdiri di hadapan suaminya. Suaranya bergetar. Tangannya berkacak pinggang. Ia telah lupa siapakah orang di hadapannya. Orang yang dicintainya hingga menua bersama. Janji seutuhnya till Jannah.

Empang pun heran dan mengelus dada. Mengapa istrinya berubah sedahsyat ini. Hingga Empang memutuskan untuk mengalah. Diam dalam sakit. Perih dengan derai air mata. Meski seorang pria dan sebagai suami, hatinya terluka bagai disayat sembilu. Inginnya berteriak kencang...bahwa Empang benar-benar mencintai sang Istri hingga akhir. Tapi apalah daya, hasrat tak sebanding dengan amarah Entun. Entun berhasil mencabik-cabik hati suaminya yang baru saja tiba

"Umi yang salah. Terlalu bergantung dan berharap Abi kan selalu ada untuk umi. Padahal, Abi lun di luar Negeri, Umi masih gangguin Abi. Harusnya, kemarin siang kan umi bisa ubah sendiri tulisan itu, tanpa meminta Abi. Tapi, Maaf tak akan merubah keadaan, Bi." kata Entun terus membela diri.

Empang semakin terpojok. Pembelaannya sia-sia. Tidak bisa berkata-kata lagi. Air matanya terus menganaksungai. Namun, Empang menyembunyikannya dari sang istri. Tak ingin istrinya mengetahui bahwa hati Empang sedang dalam prahara. Dahsyat seperti lahar mengalir.

"Ohh Bi, satu lagi. Umi lupa Abi memang orang sibuk. Umi juga cengeng minta selalu dimanja Umi terlalu berharap, Abi segalanya untuk Umi. Umi ingin Abi terus ada untuk Umi dalam situasi apapun" kata Entun tak menghiraukan sesak dada sang suami.

"Umi, umi adalah sosok yang hebat. Kemarin Abi baca, sungguh menakjubkan" jawab Empang berharap menenangkan suasana.

"No, Bi.Now I know,,, tak seharusnya umi terlalu PD bahwa umi adalah prioritas Abi. Abi lebih sibuk urusannya sendiri daripada bantu istrinya, Umi" jawab Entun membelakangi sang suami.

Empang terdiam. Entun terus berceramah...

"Abi tak tahu bagaimana sulitnya Umi membangun mood nulis. Semalam sampai larut , ngantuk tak dihirau. Ketika Abi diminta untuk membaca naskah Umi, apa Abi bilang? Biar besok ya, dengan entengnya" jawab Entun terus memojokkan suaminya.

Entun terus menjelaskan bahwa tadi setelah bangun sudah sangat semangat dengan energi baru bangun tidur. Ia mau nulis. Tapi, makdeg, kecewa melihat tulisannya ada yang menyamai.

"Bi, Umi Kecewa pada diri sendiri yang terlalu bergantung pada Abi yang selalu sibuk." Kata Entun makin menyindir.

"Sabar, Mi. Semangat. Umi hebat" kata Empang memuji sang istri.

"Bi, Tak cukup kata-kata untuk kembali mengobarkan semangatku, Bi. Sanjungan Abi, karya umi bagus.dan seterunya, tak dapat merekatkan semangat Umi yang sudah lebur berkeping-keping, berserakan" jawab Entun makin memuncak.

Empang berinisiatif di tengah situasi yang mencekam. Ia segera menghubungi penyelenggara lomba di Jakarta via WA. Empang bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Hingga istrinya marah tak berkesudahan.

Empang memperoleh jawaban bahwa naskah istrinya justru paling bagus. Unik dan tidak ada yang sama. Tulisannya benar-benar pengalaman empiris yang menginspirasi.

Empang menjadi lega. Segera Empang screenshoot WA itu dan dikirim ke istrinya dalam diam

"Aaaabbiiiiiiiiii. Maafkan umi. Akhir-akhir ini umi sumbu pendek. Mudah marah dan labil" kata Entun sambil menjerit.

Entun segera mendekap suaminya penuh cinta dan menyesal. Ia tak seharusnya marah kepada sang pangeran pujaan hatinya. Juga orang yang menuntunnya untuk selalu menjadi the best.

Entun menangis sejadi-jadinya. Empang pun berderai air mata. Sementara anak-anak kebingungan melihat tingkah kedua orang tuanya.

"Maaf anak-anak. Ini sebab sumbu pendek yang mudah terbakar." kata Empang kepada anak-anaknya menyinggung sang istri.

"Iya, udah Bi. Umi lega. Maafkan Umi, Bi. Maafkan. Prasangka Umi ya Bi." kata Entun dengan mata berkaca-kaca.

"Maafkan Abi, mi" jawab Empang senada.

"Yaudah, Umi mau masak dulu. Persiapan makan malam" ujar Entun menyalakan kompor bersumbu benang, buka kompor gas.

Empang kembali ke kamar, mengenang tragedi sumbu pendek sore itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sangat bagus bisa menginfirasi bagi si pembca

18 Mar
Balas



search

New Post