Alfahri

Memulai karir, sebagai guru Sekolah Dasar Negeri Jorong Koto Kecamatan Teluk Kabung Kodya Padang di akhir tahun 1981, Setelah diwisuda sebagai mahasiswa di...

Selengkapnya
Navigasi Web

Masa Tua Masa Injure Time

Masa Tua Masa Injure Time

Bisa bahagia di masa tua, bahkan bisa happy ending di akhir usia, adalah harapan atau dambaan setiap orang. Masa-masa tua yang identik dengan masa pensiun, selalu ingin dinikmati dengan kesegaran pikiran, ketenangan bathin, dan kebugaran jasmani serta dengan kelapangan hati dan kekuatan jiwa. Sering dengar kalimat seperti ini? Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan. Menua adalah kondisi fisik yang dialami setiap orang dan disertai penurunan metabolisme tubuh yang menurun sedangkan menjadi dewasa itu pilihan karena tidak semua orang dapat menjadi dewasa pada masa tuanya Duduk santai di teras rumah, sambil memandang halaman yang asri sembari minum secangkir teh manis, atau “kowa daun”, kopi daun. Seruput. Nikmat, apa lagi ditemani pula oleh sepiring ketan goreng sambil bercanda, bermain dengan para cucu. serta bisa pula selalu menambah wawasan keagamaan dengan membaca buku-buku yang menuntun jalan ke akhirat. bisa seperti ini saja, aduh betapa bahagianya.

Masa tua adalah babak dan atau gerbang terakhir dari perjalanan panjang seoarang anak manusia, yang akan menentukan nasibnya di kehidupan akhirat. Bahagia atau sengsara. Jika berakhir dengan happy ending, maka kehidupan selanjutnya akan berimbas kebahagiaan, tapi jika sebaliknya, tentu dapat pula kita bayangkan, betapa malangnya kita. Singkat kata masa tua perlu dipersiapkan dengan perbekalan yang memadai, mereka yang bersiap-siap untuk menyambut masa tua, dengan persiapan yang matang dan sempurna, baik ilmu, amal, mental bahkan juga ransum dan lain sebagainya, akan sangat jauh keadaannya dibandingkan dengan mereka yang cuek dan tidak siap dan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh, jauh sebelumnya. Jadi semuanya itu tak bisa muncul begitu saja, agar di masa tua dan di ujung usia, kita tak akan menyesali nasib atau hidup kita, dengan arti kata, kita berharap di ujung-ujung usia kita, kita bisa menggapainya dengan happy ending, tanpa membuat repot keluarganya; anak, istri, suami dan cucu-cucunya. Bukan berada dan berakhir dalam keresahan, tapi andaikan tetap juga ada keresahan yang melanda jiwa, keresahannya buka karena faktor fisik yang semakin melemah, bukan karna faktor uban yang dah makin berserak, bukan karena badan yang telah bungkuk dan lemah dan bukan pula karena matanya telah mulai rabun, kulit yang keriput, pendengaran yang sudah jauh berkurang serta jalan yang sudah tidak simetris lagi. Semuanya telah serba “minimalis.” Tapi dirinya resah bahkan gelisah galau dan melow, lantaran kesempatan untuk menambah bekal dan mengumpulkan pundi-pundi amal semakin pendek dan terbatas. Barangkali kegelisahan seperti ini, bisa jadi bernilai positif dimata Allah, bernilai plus. Dengan kata lain ia resah bukan karna segera akan kehilangan yang bersifat duniawi, tapi karna faktor akhirat semata.

Untuk itu dia segera berbenah, memperbaharui tekad akan selalu dekat dengan Allah, tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada, beresegera memohon kekuatan kepada Allah, dengan berbagai keterbatasan fisik tidak akan mengurangi pula ibadah kita kepada Allah, memohon berkah dari umur yang tidak seberapa lagi sisanya, serta memohon agar selalu istiqamah sampai ajal menjeput dan dipalingkan dari hal-hal yang buruk dan melenakan.

Sehingga tidak mengherankan orang-orang dari jenis ini menjadi manusia yang langka dan istimewa dalam bungkusan kulit yang keriput yang ditopang oleh tulang yang rapuh. Manusia-manusia yang super dalam serba keterbatasan yang dapat mengalahkan tubuh-tubuh muda yang gagah berotot.

Namun terkadang realita tak seindah asa, tak semanis madu, ia jauh dari bayangan, keinginan dan dambaan hidup. Bagi sebahagian kalangan, masa tua adalah masa menakutkan, memprihatinkan, masa yang penuh penderitaan. Tubuh yang lemah dan sakit-sakitan. Otot yang tidak lagi kuat. Otak atau pikiran yang tidak lagi encer dan cerdas. Wajah yang tidak lagi menarik mata dan menarik hati, uban yang sudah berserakan di sana sini, pertanda kita akan meninggalkan “dunia hitam”, kulit yang sudah kusam kering kerontang, tidak lagi mulus saat masih muda-muda dulu, bahkan sekarang sudah sangat keriput, hingga daya habis tenaga pun lenyap, sampai kepada gigi rontok geraham habis, mata kabur pendengaran hilang, lalu pertanyaannya, kemana hilang dan perginya semua kekuatan itu? pendeknya tidak ada lagi yang mau dan bisa dibanggakan. Apa hendak dikata, apa daya badan diri. Habis sudah, tamat. Selesai.

Dan bagi sebahagian yang lain pula, masa tua diharapkan sebagai masa rehat, berhenti total dari segala yang bernama aktivitas keduniaan, tak peduli lagi dengan hiruk pikuk duniawi yang melelahkan, apalagi yang melenakan. Mereka benar-benar ingin menikmati segala jerih payahnya ketika masa muda dulu, mereka bersantai ria dan melakukan perjalanan keluar dari rumah dan wilayahnya untuk merasakan, sensasi alam yang luas ini, yang saat muda-muda dulu tak sempat mereka kunjungi dan nikmati, karena terhalang oleh rutinitas pekerjaannya sehari-hari. Sekaranglah waktunya, pikir mereka. Mumpung! teriak mereka yang lain.

Disisi lain juga kita dapati pula, banyak dari mereka yang masih mengebu-ngebu mengejar kenikmatan duniawi, malah dengan intensitas tinggi lagi, nyaris tak kenal lelah, bahkan tak kenal dengan yang namanya rehat, meskipun barang sebentar saja. Waktu bagi mereka tetap “time is money” yang seharusnya dimasa-masa seperti ini, sudah berobah menjadi “time is worship” waktu adalah ibadah. Jadi sangat ironis, waktu yang masih tersisa ini, yang tinggal entah berapa “Giga byte” lagi, hanya mereka habiskan untuk terus dan terus mengumpulkan pundi-pundi kekayaan materil. Mereka seolah lupa, bahwa mereka sudah berada di ujung usia, mereka, seperti istilah dalam olah raga, khususnya dalam permainan sepak bola. sudah berada dalam ”injure time” berada pada menit-menit terakhir, menjelang pluit panjang hendak ditiup wasit pertanda game over, pertadingan usai.

Amat disayangkan jika kita sempat alpa, setidaknya lalai dengan kondisi ini, bahwa kita sudah berada dalam kondisi kritis. Padahal jauh-jauh hari, paling tidak, persisnya disaat-saat kita masih di usia produktif, kita sudah sering diingatkan oleh guru-guru kita, para kiyai, ustadz, ulama, melalui pengajian, ceramah, khutbah atau tausiyahnya, bahwa kehidupan kita di atas tanah jauh lebih sebentar bila dibandingkan dengan kehidupan di bawah tanah, maka kita disuruh untuk berbekal diri, karena kehidupan itu amat panjang, yang dimulai dari alam kuburnya, kemudian dibangkitkan, belum lagi padang mahsyarnya, belum mizannya, belum lagi ketika kita melewati jembatan syirat, Allahuakbar, perjalanan yang panjang, yang butuh akan bekal yang banyak, maka berbekallah diri banyak-banyak.

Kita masih bisa meraba-raba kapan kira-kira kelahiran seseorang anak manusia. Akan tetapi sebaliknya kapan matinya? Begitu sangat gelap buat kita. Kita tak punya ilmu apalagi tak punya kuasa untuk itu. Tidak ada celah, tidak ada cahaya sedikitpun yang dapat menuntun kita untuk mengintipnya. Tidak ada informasi, meski hanya agak sepotong, buat digunakan untuk memperkirakan kapan datang saatnya.

Telah jamak diketahui, menyangkut soal umur umat akhir zaman ini, Allah s.w.t telah mentakdirkan, bahwa usia umat ini tidak begitu panjang dan tidak sepanjang umat-umat terdahulu, sebagian orang-orang terdahulu sampai berusia 1000 tahun. Begitupun dengan fisik mereka, tinggi badan mereka mencapai 80 hasta bahkan lebih atau kurang sedikit. Lainya halnya dengan kita-kita ini, umat Nabi Muhammad, s.a.w. Rasulullah s.a.w pernah mengabarkan usia kebanyakan umatnnya hanya berkisar antara 60-70 tahun. Penyebutan kelaziman angka umur umat akhir zaman ini, tidak menafikan mereka yang wafat sebelum mencapai atau sesudah melewati kisaran tersebut. Meski ada yang berusia melebihi 70 tahun, jumlah mereka sangat kecil. Ini mnyiratkan, bahwa siapapun yang telah mencapai usia ini, tidak sewajarnya masih berangan-angan untuk hidup lebih lama lagi di dunia ini. Dia harus memaksa dirinya untuk segera sadar bahwa kesempatan terakhir yang masih ia punya sangat terbatas, begitupun kondisi fisik, hampir tidak dapat diandalkan lagi, melemah dan nyaris malfungsi. Tetapi meskipun umur umat ini pendek-pendek, akan tetapi dengan keadilan serta kemurahan Allah s.w.t. amal yang dilakukan umat ini, dilipatgandakan oleh-Nya sehingga dapat menyamai amal orang-orang terdahulu yang berumur sangat panjang tersebut. Sehingga tidaklah salah bila ada yang mengatakan, “umur singkat amalan berlimpah.” Insya Allah.

Disadari atau tidak disadari, pada umumnya manusia menginginkan umur yang panjang, maka segala cara dapat dilakukan untuk memperpanjang umurnya tersebut. Motivasi mereka kebanyakan untuk bisa mendapatkan umur yang panjang tidak lain, untuk kepentingan duniawi semata, hanya untuk mencari nikmat keduniaan yang semu, bagi mereka yang masuk golongan ini, seribu tahun pun umur mereka, tetap akan terasa kurang. amat jarang diantara mereka yang berpikiran, bercita-cita, memiliki umur yang panjang agar bisa beribadah secara maksimal, atau agar bisa beribadah untuk menutupi atau menambal segala kekukurangan dimasa lalu.

Di pihak lain, ada pula mereka yang berseberangan dengan golongan pertama yang disebutkan di atas, mereka tidak tertarik dengan umur yang panjang, bahkan umur yang ada saja, yang telah mereka lewati selama ini, terasa begitu panjang, menyesakan dan meresahkan mereka, mereka merasa tersiksa, mereka bahkan telah terlanjur berburuk sangka kepada Allah, buktinya mereka nekad berdoa, meminta kepada Allah, kalau bisa secepatnya saja, dipanggil cepat oleh Allah pulang kembali pada-Nya, segera mati saja. Mereka berpikir, dengan kematian, semua persoalan akan selesai begitu saja. Mereka lupa atau memang tidak pernah mendengarkan kaji dari para guru-guru, bahwa kematian bukanlah, akhir dari segalanya, tapi kematian adalah awal dari kehidupan yang sesungguhnya. Bisa jadi penyebab dari semua itu, karena penderitaan yang berkepanjangan, mereka ini tidak seberuntung dari golongan pertama diatas, yang punya berbagai fasilitas hidup yang cukup memadai, mereka dari hari ke hari dililit oleh kemiskinan, kesempitan hidup, beban berat yang harus mereka bawa, seakan tak sanggup lagi mereka jujung, ibaratnya “beban berat singgulung batu,”

Bagi seorang muslim yang taat, yang beriman, tidak menjadi masalah apakah umurnya panjang atau pendek, semuanya terserah Allah saja, baginya sama saja. Dia positif thingking saja dengan hidup ini, panjang umur Alhamdulillah, pendek umur tidak apa-apa, usia yang panjang adalah kesempatan untuk menyiapkan diri sebaik-baiknya. Sebaliknya, usia yang pendek adalah kesempatan untuk menghentikan dosa-dosa. Disamping itu dia sadar bahwa sebenarnya umur manusia yang hakiki bukanlah jumlah angka tahun yang dia lalui, dari hari kelahiran hingga wafatnya, akan tetapi umur yang sebenarnya ialah apa yang tercatat dalam timbangan amal di sisi Allah s.w.t dari amal yang dilakukannya yang penuh dengan kebaikan. Dan tidak mengherankan jika kita dapati manusia berumur lebih dari seratus, akan tetapi tidak diimbangi dengan ketaqwaan kepada Allah dan memberi manfaat kepada sesama, maka (umur yang dia lalui) tidak bernilai sama sekali bahkan akibatnya lebih buruk lagi. Namun ada sebagian orang meninggal di waktu sangat muda tapi timbangan amalnya penuh dengan kebaikan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

many thanks Mas Sandi

25 May
Balas



search

New Post