H.ALI HASAN LUBIS, S.Pd.

Setelah Pensiun dari PNS mengikuti Pelatihan Menulis Sagusabu, TNGP, Menjadi Panitia Menulis Sagusabu dan turut menghiasi di blog gurusiana. Karya buku yang dit...

Selengkapnya
Navigasi Web

Bencana Moral

Daerah Aliran Sungai (DAS) sebelum dihuni masyarakat pun sudah sering terjadi banjir bila curah hujan cukup tinggi, bahkan bisa beberapa kali dalam satu tahun karena faktor alam atau peringatan dari Tuhan. Diperparah lagi dengan perilaku membuang sampah, limbah ke sungai, penebangan pohon dan daerah penampungan air ditimbun dan diratakan di atasnya berdiri berbagai bangunan. Masyarakat yang terkena dampak, mengeluh. Bantuan yang mereka terima kerap berupa nasi bungkus, air miniral, beras, mie instan, telur atau sejumlah uang dan lainnya. Bantuan tersebut hanya bentuk kepedulian dan belumlah memberi solusi yang sifatnya hanya sementara. Seharusnya mereka harus dapat mengubah mindset, yang sudah menjadi langganan banjir harus pindah atau duduk bersama dengan pemerintah dan stakeholder untuk mengatasi masalah berupa mendirikan rumah panggung, atau melokalisir ketempat yang aman. Melokalisir juga bukanlah hal yang mudah selain memerlukan dana yang besar. Masyarakat yang terkena dampak masih banyak yang bertahan dengan alasan tak mau dipindahkan karena tidak memiliki uang dan sudah lama menetap secara turun-temurun dan tak mau jauh dari tempat usahanya. Memang kemanapun tidak ada jaminan aman selalu ada bencana. Puting beliung, gempa, ke bukit longsor, ke gunung erupsi, ke pantai tsunami.

Demikian juga belakangan ini merebak beberapa kasus anak di SD, SMP, SMA, guru memperkosa muridnya. Di pesantren ustadz memperkosa santrinya. Di perguruan tinggi dosen memperkosa mahasiswinya. Pelakunya tetap mendapat hukuman berat, namun tidaklah perlu mendramatisir atau menyamakan bahwa semua guru, ustadz atau dosen berperilaku demikian. Banyak jasa guru, ustadz, dosen mengantarkan muridnya menjadi orang yang sukses. Berperilaku sebagai predator seksual siapa saja bisa melakukannya apalagi mempunyai kesempatan terutama ya, ... memang kurang iman (kuman), tidak takut pada Tuhannya apalagi dengan aturan yang ada, merdeka melakukannya, walaupun akhirnya menyesal. Bahkan diluar itu masih banyak kejahatan yang lebih dari itu, majikan dengan pembantunya, di kantor atasan dengan bawahan, remaja atau yang berselingkuh dengan pasangan lain suka sama suka, bahkan terkadang dikomersilkan, selama bisa disembunyikan memang tidak terjadi apa-apa, tetapi kalau terungkap jalan yang ditempuh untuk menutupi boroknya berupa aborsi, bunuh diri atau membunuh. Ini merupakan bencana moral.

Masih banyak lagi kejahatan lain seperti: korupsi, merampok/mencuri, menipu, mengurangi takaran, mengoplos dan sebagainya yang terungkap atau belum sama saja dapat dikatakan sebagai bencana moral. Akibat dari kejahatan semua itu mereka menerima hukumannya sesuai yang ditetapkan, dimasukkan ke Lapas, dengan harapan jera. Tetapi bagi mereka yang mampu, beranggapan di Lapas bisa diatur untuk mendapatkan fasilitas yang istimewa. Bagi yang kurang mampu merasa nyaman karena mendapat layanan berupa makan dengan asupan gizi yang baik, bila di luar belum tentu mereka dapatkan. Anggapan yang keliru ini pantaslah Lapas over capasity. Ini tentu menjadi beban negara semakin berat akibat dari sebuah bencana moral. Tebing Tinggi, 15 Desember 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi

15 Dec
Balas

Ya, tks Pak

15 Dec



search

New Post