Ali Santoso

Nama saya Ali Santoso, saya lahir di Kota Lumajang. Saat ini saya tinggal di Jakarta menekuni bisnis kuliner bersama istri dan teman-teman. Menulis jadi h...

Selengkapnya
Navigasi Web
JIMAT KALIMO SODO RACIKAN DAKWAH WALISONGO
sumber : wikipedia.com

JIMAT KALIMO SODO RACIKAN DAKWAH WALISONGO

# Tantangan gurusiana Hari Ke -11

Sekarang banyak orang bertitel ustadz atau gelar-gelar terhormat berkaitan penyampai pesan dakwah, menyampaikannya sambil marah-marah. Menghujat sanasini, menganggap dirinya paling benar dan terang-terangan merendahkan orang lain di depan umum. Apa begini ajaran Islam?” Pesan dakwah harus disampaikan secara santun, lemah lembut dan berkhlak karimah. Dakwah berarti mengajak, sehingga harus dengan bahasa yang halus, sopan dan menarik sebagaimana tuntunan ajaran Islam. Pepatah jawa mengatakan SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE., Artinya: sembunyi di dalam riya’ , ramai dalam hal melakukan sesuatu.

”Ada gempa di Lombok, tsunami di Palu dan Donggala serta Selat Sunda, kok dihubung-hubungkan dengan kesalahan presiden, gubernur, bupati atau siapa saja. Tidak ada hubungannya. Itu tafsir ngawur. Bencana alam, gempa tsunami, banjir, gunung meletus semua musibah, cobaan dan peringatan dari Allah SWT kepada umat manusia. Jangan dihubung-hubungkan dengan politik. Ini namanya pembodohan .Para juru dakwah bagai makelar yang mencari penumpang untuk angkutan umum: pesawat terbang, kapal laut, kereta api, bus dan lainlain.

Sebetulnya para penceramah itu ibarat Makelar terminal memberikan arahan, bahwa bus ini mengarah ke jurusan kota ini. Hanya dengan menggiring agar penumpang benar, tidak salah memilih bus yang mengantar mereka ke tujuan yang dikehendaki. Untuk itu, juru dakwah harus jujur dan menarik.

Menggunakan bahasa yang indah, daya rayu yang memikat dan memesona. Tidak hanya itu, servis-servis ekstra perlu sekali diberikan, seperti menjemput mereka, memandu dan membawakan barang bawaan, dengan cara elegan dan meyakinkan. Jika dengan memaksa dan merebut-rebut, justru malah menimbulkan curiga dan prasangka buruk terhadap sang makelar.

Saat penumpang sudah duduk di dalam kendaraan, maka tinggal mengantarkan ke tujuan, yakni Rabb, Allah SWT. Juru dakwah seperti penjual yang piawai merayu calon pembeli. Ya, tapi harus jujur. Juru dakwah juga jangan kalah dengan penjual madu. Tidak peduli komplek militer, masuk terus, hanya sekadar menawarkan madu. Dakwah sekaligus juga menawarkan solusi. Tidak hanya menceramahi. Memberi makanan dan minuman kepada orang yang lapar dan haus, memberi tongkat penunjuk jalan bagi orang buta.

Paweling para wali “WENEHONO MANGAN MARANG WONG KANG KELUWEN

WENEHONO NGOMBE MARANG WONG KANG NGELAK

WENEHONO TEKEN MARANG WONG KANG WUTO.

Tersebut didalam pengantar buku Atlas Wali Songo diterangkan, setidaknya ada dua strategi pengembangan ajaran Islam oleh Wali Songo. Pertama, tadrij (bertahap). Wali Songo menyesuaikan dengan adat dan budaya masyarakat sekitar. Bahkan, tidak jarang adat istiadat masyarakat setempat secara lahir bertentangan dengan Islam, tapi itu menurut Kiai Said adalah sebuah strategi. Ia mencontohkan, mereka dibiarkan minum toak, makan babi, atau memercayai para danyang, namun secara bertahap, perilaku mereka itu diluruskan.

Kedua, adamul haraj (tidak menyakiti). Para wali, zaman dahulu membawa Islam tidak dengan mengusik tradisi mereka, bahkan tidak mengusik agama dan kepercayaan mereka, tapi memperkuat dengan cara yang islami. Mereka menganggap kekayaan terhadap budaya, etnis, bahasa adalah anugerah yang diberikan Alah Swt. Kekayaan alam yang diberikan-Nya untuk Nusantara patut disyukuri dengan melestarikan dan dikembangkan. Itulah sebab, budaya serta adat dan istiadat masih melekat pada masyarakat Indonesia saat ini.

Para wali dalam mengajarkan Islam Secara Dinamis ,Wali Songo memahami bahwa mengenalkan Islam tidak hanya melalui masjid, surau atau pondok pesantren. Jauh dari pada hal itu, Wali Songo selain menggunakan jalur kekeluargaan, mereka juga menggunakan media yang dekat dengan masyarakat. Media yang dekat dengan masyarakat pada saat itu adalah pertunjukan seni dan budaya. Seni pertunjukan menjadi media alternatif untuk dekat dengan masyarakat. Berbeda ketika para tokoh Wali Songo menyebarkan Islam hanya melalui lembaga pendidikan atau masjid, mereka tidak menjangkau masyarakat secara luas. Disini pagelaran wayang kulit sudah menjadi tradisi budaya rakyat sampai sekarang , bahkan sangat digemari masyarakat hingga kini.

Salah satu seni pertunjukan tertua yang tercatat dalam Prasasti Balitung berangka tahun 829 Saka (907 Masehi), adalah wayang yang digelar untuk Tuhan. Wayang menjadi seni pertunjukan yang dekat dengan masyarakat pada saat itu. Selain sebagai fungsi ritual yang berkaitan dengan keagamaan Hindu-Budha, wayang juga menjadi media hiburan bagi masyarakat.

Wali Songo memahami wayang sebagai media strategis untuk dekat dengan masyarakat. Dalam usahanya menyebarkan Islam melalui kesenian, Wali Songo mampu menyampaikan pesan Islam ke dalam dunia pewayangan. Bahkan Sunan Kalijaga dikenal sebagai reformasi bentuk wayang yang semula berbentuk gambar manusia, kemudian direformasi dengan gambar dekoratif seperti sekarang yang kita lihat. Sunan Kalijaga juga memunculkan tokoh-tokoh kuno seperti Semar, Petruk, Bagong, Togog dan Bilung sebagai punakawan.

Strategi dakwah lainnya Wali Songo khususnya Sunan Kalijaga dalam pertunjukan wayang adalah dengan membayar dengan dua kalimat syahadat. Karena dengan membayar dua kalimat syahadat, Sunan Kalijaga berkeliling ke berbagai tempat. Masyarakat yang ingin mengadakan seni pertunjukan wayang dengan dalang Sunan Kalijaga, mereka cukup dengan mengucapkan JIMAT KALIMO SODO yang artinya: Dua kalimat syahadat.

Bagi masyarakat di luar Islam, JIMAT KALIMO SODO merupakan hal yang murah untuk mengadakan pertunjukan wayang. Namun bagi para pendakwah, dua kalimat syahadat sangat berarti untuk mengenalkan dan menyebarkan Islam. Sehingga tidak heran apabila cakupan dakwahnya Sunan Kalijaga sangat luas cakupan dan pengaruhnya.

Selain wayang, kesenian atau yang digunakan untuk menyebarkan Islam para Wali Songo adalah melalui tembang, pengobatan, alat kesenian hingga suluk. Wali Songo pada saat itu sangat modern dalam menyampaikan Islam kepada masyarakat luas. Mereka menggunakan media yang dekat dengan masyarakat untuk mengenalkan Islam. Strategi dakwah Wali Songo tersebut menjadi pesan bagi para pendakwah Islam untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengenalkan Islam kepada khalayak umum.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren...dakwah yang merakyat.,

25 Jan
Balas



search

New Post