Rintik hujan menemani malamku yang sendu, perlahan bulir bening di ujung mata mulai mengalir di pipi, seiring rasa nyeri di bagian perutku karena haid. Setelah dua bulan lebih aku tidak kedatangan tamu bulanan, membangkitkan harapanku dan suami yang sudah menantikan buah hati selama tujuh tahun ini. Namun, harapan itu harus pupus dan aku kembali meneguk pil kekecewaan.

Mataku basah ketika panggilan dari Mas Reza, membuyarkan lamunan. Segera kuusap airmata dan menjawabnya yang sudah lebih dulu mengucapkan salam dari balik telepon.

"Assalamualaikum dek, sudah sampai mana?" tanyanya.

"Waalaikumsalam, mas. Alhamdulillah sudah di Tebo. Mungkin sekitar tiga jam lagi sampai." jawabku sambil menyembunyikan suara serak sehabis menangis.

"Syukurlah, tapi kok suaramu terdengar serak seperti habis ...", " Eh, ini ... Adek sedikit pilek aja karena di mobil travel AC nya agak dingin." aku langsung memotong perkataannya.

"Ya sudah, hati-hati di jalan ya. Nanti kalau sudah dekat telpon aja, biar mas jemput." anjurnya.

"Iya mas, wassalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Klik.

Setelah pembicaraan itu selesai, tiba-tiba rasa bersalah itu kembali muncul. Kutekan dadaku yang mulai terasa sesak, aku merasa kenapa kesempatan itu tak pernah hadir dalam hidupku. Apakah aku tak pantas untuk menjadi seorang ibu? Kehadiran buah hati adalah kebahagiaan yang sudah lama kami nanti-nantikan, tapi sepertinya aku harus kembali menahan rasa kecewa itu. Entahlah, apa yang harus aku katakan pada mas Reza jika ia mengetahui kenyataan bahwa kami harus kembali berusaha, sekali lagi.

Almaira Rasman

SMP Negeri 5 Jujuhan