Hapalan, masih perlukah? (2) Guru vs Generasi Z
Dalam tulisan edisi 1 (https://almakmundasuki.gurusiana.id/article/2021/03/menghafal-masih-perlukah-1-390000?bima_access_status=valid) disebutkan bahwa metode pembelajaran hafalan sudah kearah yang sebaiknya ditinggalkan. Tentu saja menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Paling tidak hanya diperlukan 10 persen dari materi yang perlu dihafalkan. Kecuali anda khusus menghafalkan Al Quran.
Banyak masukan dan kritik yang sebenarnya sudah ada jawaban dalam tulisan tersebut. Cermin dari kurangnya budaya baca. Sorry brother hehehe… Kita memang masih belum bisa move on dari budaya komentar sebelum paham. Jika baca saja dayanya masih lemah, bagaimana memahaminya.
Tipe keluaran lama dengan keunggulan dan kelemahannya. Dimana seseorang dinilai hebat dan pintar jika bisa menjawab semua pertanyaan diluar kepala. Namun tidak semua orang mampu melakukannya. Hal tersebut berlaku hanya untuk orang tertentu. Yang mungkin jumlahnya tak mencapai 5%.
Bagaimana yang 95% ?
Jika kita menganut teori bahwa apabila 70% siswa sudah memenuhi kriteria kelulusan maksimal. Maka tak ada kelas yang memenuhi standar. Apalagi jika tujuan kita siswa yang mampu mengaplikasikan ilmunya. Maka sudah terlalu jauh kita melenceng dari idealisme tersebut.
Jadi bagaimana seharusnya?
Banyak konsep banyak teori banyak permintaan. Namun siswa adalah fokus kita. Dimana perilaku mereka tidak hanya terbentuk oleh pengajaran namun juga banyak dipengaruhi lingkungan. Dan lingkungan yang berkembang saat ini tidaklah sama dengan masa lalu. Meski gurunya berasal dari masa lalu.Era abad 21 dengan industri 4.0 bukanlah sesuatu yang ada di bayangan.
Dan perubahan perilaku juga bukan akan terjadi. Tetapi sudah di depan mata. Budaya instan dan informasi yang berlebihan menjadi bagian karakter. Diakui atau tidak. Meski tidak di semua daerah sama tingkatannya. Namun budaya tersebut benar adanya. Dan akan terus meningkat.
Bagaimana tidak, informasi dan semua hal ada di genggaman. Tak terkecuali. Asimilasi budaya begitu cepat berlakunya. Menjawab pertanyaan bisa diwakilkan Prof. Google , Yahoo dan sebagainya. Buku dilihat jika ada tugas yang berkaitan. Jawaban by the internet. Namun anehnya semua informasi tersebut dilarang untuk dibawa ke dalam kelas. Mungkin jika tidak ada pandemi hal tersebut tidak akan berubah.
Siapa yang menguasai informasi dan mampu memanfaatkannya akan menguasai dunia. Tinggal pilih mau pakai yang mana. Sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Kekhawatiran akan dampak negatif memang wajar. Namun selalu ada cara untuk memanajemen-nya.
Hafalan?
Mungkin lebih cocok untuk tingkatan siswa dasar. Itu pun harus mulai dikenalkan bagaimana menerima informasi yang melimpah tanpa kehilangan karakter terbaik. (https://almakmundasuki.gurusiana.id/article/2021/02/budak-informasi-2955552)
Jadi, bagaimana sobat guru ?

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ulasannya
Tetaplah menghafalkan perlu, jika kita belajar Mtk tentang rumus pita gora misalnya, mka kita tetap harus menghafal, rumus kimia munkin sama juga perlakuannya, tapi tetep keren idenya, suatu ketika mungkin itu bisa terjadi, salam sukses bapak salam literasi