Sudah lama rasanya menginginkan sebuah kebun. Apalagi diiming-imingi teman offline maupun di medsos yang sudah punya kebun. Baik kebun dalam arti sebenarnya atau sekedar dalam sebuah pot. Rasanya menyenangkan jika mau makan ote-ote lomboknya tinggal petik di samping rumah. Bisa hemat ditengah tidak menentunya harga cabe. Atau jika mau lalapan tinggal petik saja. Sehat dan murah.

Namun cita-cita sederhana itu menjadi tidak simple jika ditambahkan dengan ketersediaan waktu dan tempat. Dibumbui dengan kemalasan yang sulit menjadi tidak mudah. Bahkan tekad yang sudah bulat bisa menjadi kotak ataupun segitiga. Tak jelas ke arah mana bentuknya.

Tantangan awal yang muncul adalah masalah tempat yang sempit serta kepepet. Baik kepepet kepentingan maupun kepepet tempatnya dengan kepentingan lainnya. Misal untuk jemuran.

Sudahlah...tak usah dipikirkan. Wong ndak bikin semua ada.

Yang penting mulai sajalah, nanti akan menyesuaikan diri sambil jalan. Jadi menginjak langkah kedua yaitu tempat menanam. Rencana beli tong bekas dibatalkan karena mahal. Akhirnya cukup diganti dengan plastik tanaman alias polibek. Pokoknya harus terwujud. Kebetulan kok ya ada teman yang jual dengan harga sangat murah. Dari pabrik milik saudara katanya. Baru uji coba produk. Yang penting murah sikat saja. Dilihat produknya juga sudah standar menurut ukuran umum. Alhamdullillah sudah ada jalan.

Akhirnya lima puluh koma lima persen rencana sudah jalan.

Tinggal cari tanaman dan tanah untuk menanam. Keliling ke beberapa orang yang biasa mengirim tanah urug dan pasir. Mau pesan tanah, dan tidak ada. Kalaupun ada tanahnya tidak cocok untuk media tanam. Ah... satu lagi tantangan. Atau memang di situ asyiknya? kali saja. Show must go on.

Sambil nunggu lengkap, lakukan yang bisa dilakukan. Jika seribu langkah tak bisa mungkin selangkah saja. Cari tanah sekitar rumah seadanya. Alhamdulillah dapat donatur kompos dan benih lombok. Rupanya Tuhan punya cara sendiri. Nikmati saja.