Alvonsus Glori A, S.Pd., Gr., M.Pd

Lahir di Kota MalangHobby : menulis dan membaca bermusik melukis hiking Profesional: 1. Penulis 2. Guru Bah...

Selengkapnya
Navigasi Web
INTERNALISASI KEBIASAAN MANUSIA DALAM KONTEKS SEVEN HABBITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE
Alvonsus Glori Doc (Romo Josephus Suma Hadiwinata SJ)

INTERNALISASI KEBIASAAN MANUSIA DALAM KONTEKS SEVEN HABBITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE

The 7 Habits of Highly Effective People

Dalam kehidupan kita sehari-hari sebuah kata : “kebiasaan” boleh jadi merujuk pada perilaku tertentu yang kita pahami sebagai perilaku dilakukan secara berulang-ulang, terus-menerus, dan seakan sudah otomatis demikian, tanpa melalui proses berpikir kritis karena perilaku tersebut merupakan respon terhadap sesuatu yang pada umumnya sudah menjadi perbuatan biasa sehari-hari dalam hidup bermasyarakat. Pengalaman hidup kita bermasyarakat menunjukkan adanya suatu kebiasaan yang lazimnya kita kenal dengan kebiasaan baik dan kebiasaan buruk.

“Kebiasan” manusia dalam konteks The 7 Habits of Highly Effective People, oleh Stephen R. Covey

Kebiasaan merupakan titik jumpa – ”perjumpaan” (”encounter”) antara pengetahuan, keterampilan, keinginan. Pengetahuan (knowledge) merupakan paradigma teoritis : apa yang harus dilakukan (what to) dan mengapa harus dilakukan (why to). Keterampilan (skill) adalalah perihal bagaimana cara melakukan, mengerjakan, atau cara membuat sesuatu menjadi bermakna di dalam kehidupan kita sehari-hari (how to). Dan keinginan (desire) merupakan hal yang berkaitan erat dengan motivasi : suatu dorongan, keinginan untuk melakukan, mengerjakan, atau membuat sesuatu menjadi berorientasi pada nilai atau value oriented. Dalam kehidupan kita sehari-hari sering kita dengar kata ”selaras, serasi”. Berkat ”perjumpan” selaras, serasi, dan seimbang yang terjadi di dalam titik jumpa antara pengetahuan, keterampilan, keinginan – kebiasaan tersebut menjadi efektif. Keefektifan kebiasaan terletak pada keselarasan, keserasian, maupun keseimbangan di atara knowledge, skill, dengan desire.

Melalui bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, yang hendak kita pahami bersama, Stephen R. Covey menjelaskan, bahwa agar manusia hidup produktif dan efektif, perlu berproses dari dalam kesadaran dirinya sendiri lebih dahulu ke luar menjuu kepada “yang lain” – kesadaran intensional. Secara garis besar proses tersebut terdiri dari 4 bagian utama :

1. Paradigma dan Prinsip – Kesadaran diri intensional, dari dalam diri sendiri ke luar, tertuju kepada “yang lain”.

2. Kemenangan Pribadi – Kebiasaan diri sendiri – Kemenangan Pribadi.

3. Kebiasaan dengan orang lain – Kemenangan Publik.

4. Kebiasaan pembaharuan diri – Bagai tukang kayu yang baik, profesional, bekerja dengan hati, ia merawat gergajinya – mengasah gergaji.

Self Mastery

Bagian Pertama : Paradigma dan Prinsip - Paradigms And Principles.

Bagian ini berbicara tentang kesadaran intensional. Kesadaran intensional - Dari dalam kesadaran diri sendiri lebih dahulu ke luar menuju kepada “yang lain”. Kesadaran intensional ini merupakan ranah pribadi. è Inside out means to start first with self; even more fundamentally, to start with the most inside part of self – with your paradigms, your character, and your motives. è Ranah pribadi, karena berkaitan erat tak terpisahkan dengan pribadi manusia, diri kita, yakni : paradigma, cara kita memandang sesuatu, maupun mindset kita. Kecuali hal tersebut, juga kharakter kita, atau sering kita dengar de ngan istilah akhlak maupun watak kita, dan motivasi kita.

Dari dalam ke luar berarti memulai dari dalam kesadaran diri sendiri lebih dahulu; bahkan lebih mendasar lagi : memulai dari bagian yang paling dalam dari diri sendiri, yakni : paradigma saya – karakter (watak, akhlak) dan motif saya. Dari dalam ke luar berdasarkan pada prinsip menuju kepada ”yang lain” berorientasi pada nilai – value oriented.

Bagian kedua : Kemenangan Pribadi (Privat Victory)

Bagian kedua ini berbicara tentang tiga hal, yakni : 1) Habit Pertama: Jadilah Proaktif – Prinsip Visi Pribadi. 2) Habit kedua : Merujuk pada Tujuan Akhir – Prinsip Kepemimpinan Pribadi. 3) Habit ketiga : Dahulukan yang Utama – Prinsip Manajemen Pribadi. Pada bagian kedua ini kita akan membuat refleksi perihal “Kemenangan Pribadi” sajauh mempunyai pengalaman berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Demikian seterusnya, hingga bagia ke empat : Pembaharuan.

1. Habit Pertama : Jadilah Proaktif (Be Proactive : Principles of Personal Vision)

Ketika seseorang menginginkan kesuksesan dalam karirnya secara efektif, ia dituntut oleh kesadaran di dalam dirinya sendiri untuk be proactive, menjadi proaktif. Orang itu dengan sadar, bertanggung jawab, dan secara arif bijaksana mempersiapkan diri, menentukan apa yang ingin dicapai, menyusun ragam cara yang bisa dilakukan dalam suatu proses awal – tengah – akhir – dan dampak dari proses tersebut berupa kontribusi yang dapat dialami sebagai yang membuat hidup menjadi (live to be more – hidup menjadi lebih) luwih urip – urup – dan luwih nguripi. Dengan demikian karir yang dicapai secara demikian diharapkan dapat menjadi berkah bagi alam semesta, semua mahkluk, beserta segala isinya.

Proses pencapaian tersebut haruslah selaras – serasi – seimbang (balance) antara pengetahuan (knowledge) - paradigma teoritis, keterampilan (skill) - how to-nya, dan keinginan (desire) - hal yang berkaitan erat dengan motivasi : suatu dorongan, keinginan untuk melakukan, mengerjakan, atau membuat sesuatu menjadi berorientasi pada nilai atau value oriented.

Keselarasan – keserasian – keseimbangan (balance) tersebut juga mencakup P // KP. Keseimbangan antara P (Produksi) dengan KP (Kemampuan Produksi), atau P // KP. Usaha, kerja keras yang kita lakukan tidak bisa menunggu datangnya kesuksesan, sebaliknya justru berinisiatif untuk berupaya secara proaktif sampai pada tujuan yang berorientasi pada nilai atau value oriented tergapai. Ketergapaian cita-cita secara proaktif yang menjadi tujuan, kecuali membangun energi positif, juga berdampak memperluas lingkaran pengaruh positif atau produktif dan bukan kontra produktif.

“Roh, nafas, atau jiwa” proaktif berupa responsibility – response-ability – the ability to choose your own response : kemampuan untuk secara sadar, bebas merdeka memilih respon dengan bertanggung jawab dan selaras dengan hati nurani ataupun suara hati (conscience). Dari pengalaman kehidupan kita sehari-hari dapat kita temukan : 1) Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab : bersungguh-sungguh dalam segala hal, melakukan yang terbaik dan tidak asal melakukan, disiplin, kredibel, taat aturan, jujur, menanggung resiko, berkorban dengan ikhlas hati – jibes tilaban : jiwa besar hati rela berkorban. 2) Bentuk tanggung jawab, bertanggung jawab kepada : Tuhan, diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, dst … 3) Manfaat tanggung jawab : dipercaya, dihormati, menghadapi suatu stimulus meresponnya dengan tegas, berintegritas, bersahaja, santun, sederhana, rendah hati, merespon stimulus dengan proaktif.

Perilaku proaktif dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai pada yang memiliki roso tanggung jawab, memiliki roso handarbeni. Berkat roso tanggung jawab, roso handarbeni tersebut orang proaktif berinisiatif untuk berperilaku baik ataupun mengerjakan sesuatu demi kepentingan semakin banyak orang, semua mahkluk, karena hal tersebut disadari sebagai yang baik, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip universal kehidupan manusia. Dari dalam kesadaran dirinya sendiri ia berperilaku santun, ia bekerja secara profesional, karena semuanya itu baik. Orang proaktif tidak menyalahkan keadaan, juga tidak mengkambinghitamkan kondisi, maupun menyalahkan suatu perilaku tertentu karena perilaku tersebut merupakan produk dari pilihan sadar, pilihan bebas merdeka secara bertanggungjawab, selaras dengan hati nurani ataupun suara hati (conscience) dan berdasarkan pada suatu nilai atau value. Orang proaktif bukan produk dari kondisi, ia tidak pula menjadi sasaran tindakan. Ia tidak disuruh dan tidak diminta untuk berbuat baik, juga tidak diharuskan untuk berbuat baik oleh karena adanya suatu perarutan yang mengataur dirinya sedemikian rupa sehingga merasa diharuskan untuk berbuat baik. Bahwasanya demikian karena orang proaktif mempunyai kebiasaan yang efektif dan sifat dasarnya bertindak berorientasi pada nilai atau value oriented yang selaras dengan hati nurani ataupun suara hati (conscience). Perilakunya berdasarkan pada suatu prinsip kehidupan. Orang proaktif menomorduakan perasaan. Ia memprioritaskan nilai (value) lebih dahulu – baru kemudian perasaan. Energi maupun auranya positif : memperbesar atau memperluas lingkaran pengaruh positif, antara lain bersifat edukatif, konstruktif, formatif, asah asih asuh, dan kolaboratif. Bahasa proaktif bukanlah bahasa reaktif yang merespon suatu stimulus dengan kata kunci (key word), ”tidak”, ”bukan saya, ”saya tidak bisa”, ”sebaiknya bukan saya”, ”saya tidak” – bahasa deterministik. Bahasa deterministik ini menjadi ciri pola atau model merespon secara reaktif. Model tersebut nampak dalam gambar berikut ini. Berikut di bawah ini merupakan gambar pola atau model respon secara reaktif, yang diterministik secara genetis, psikis, maupun diterministik karena faktor lingkungan.

Pada pola merespon secara proaktif sebagaimana tampak dalam gambar berikut di bawah ini, dari antara stimulus dengan respon terdapat suatu ruang, kesempatan, waktu bagi kita. Di dalam keseluruhan space itu kita mempunyai anugerah ilahi kesadaran diri (self awareness) dan daya atau kemampuan untuk berimaginasi. Imaginasi (imagination) merupakan suatu kemampuan untuk mencipta di dalam angan-angan atau di dalam benak kita. Dengan kemampuan berimaginasi, kita dapat membayangkan sesuatu di luar realitas hidup kita, misalnya membayangkan sesuatu yang akan terjadi, bahwa nanti akan hujan – maka kini dan di sini saya siap dan berjaga-jaga membawa payung sebelum hujan. “To create in our minds beyond our present reality”. Memilih bersiapsedia, bersiaga membawa payung kini dan di sini merupakan pilihan bebas saya. Saya bebas untuk memilih berjaga-jaga kini dan di sini dengan membawa payung dan bukan jas hujan.

Pilihan ini : membawa payung dan bukan jas hujan, bagi saya merupakan pilihan bebas – kebebasan untuk memilih (freedom to chose). Dengan imaginasi kita dapat melakukan suatu tindakan antisipasi ke depan dan preventip terhadap sesuatu yang bisa atau mungkin terjadi. Selain hal tersebut, kita pun juga mempunyai anugerah ilahi, berupa hati nurani atau suara hati (conscience) – suatu kesadaran mendalam akan benar dan salah, kesadaran mendalam terhadap adanya prinsip-prinsip kehidupan yang mengatur perilaku hidup kita serta pengetahuan mendalam perihal apakah tindakan, perilaku kita selaras – serasi – seimbang ataukah tidak dengan prinsip-prinsip tersebut yang berlaku universal, misalnya norma sopan santun, norma hukum, dan norma moral. Juga kehendak bebas (independent will) – kemampuan untuk bertindak berdasarkan pada kesadaran diri kita sendiri yang bebas dari semua pengaruh.

2. Habit kedua : Merujuk pada Tujuan Akhir – Prinsip Kepemimpinan Pribadi. (Begin with the End in Mind : Principles of Personal Leadership)

Menentukan tujuan yang diinginkan untuk memetakan langkah guna mencapai tujuan ataukah tidak. Jika tidak, maka segera ditinggalkan dan mencari langkah alternatif yang lebih efektif untuk mencapai tujuan. Intinya dengan menentukan tujuan di awal, akan meminimalisasi langkah yang tidak perlu untuk mencapai tujuan. Jika ya, maka prosesnya secara proaktif sebagaimana tampak beraktualisasi diri menggunakan matriks manajemen waktu kuadran II (dua). Matriks manajemen waktu kuadran II ini merupakan inti manajemen pribadi yang efektif. Kuadran II berkaitan dengan hal-hal penting dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam keluarga kita, tempat di mana kita bekerja, maupun sekaligus di dalam kehidupan kita bermasyarakat sehari-hari. Hal-hal penting tersebut, walau tidak genting, seperti misalnya di dalam hal human relation – komunikasi nguwongke sambung lancar – komunikasi empatik (Bagian III : Kemenangan Publik), membuat misi pribadi, planing baik dalam bentuk jangka pendek – menengah – maupun membuata dan melaksanakan planing dalam bentuk jangka panjang secara konsisten, latihan maupun belajar bersama di dalam ”Kombel” (Komunitas Belajar), pemeliharaan kemampuan berimaginasi (Bagian II : Kemenangan Pribadi, Habit I – Imagination : antisipasi dan preventip terhadap sesuatu hal yang bisa terjadi). Sebagai contoh: sedia payung sebelum hujan.

Orang proaktif berhenti untuk wening, hening henung heneng membuat pertimbangan secara arif bijaksana. Boleh jadi membuat suatu discernment di suatu ruang, kesempatan, waktu yang ada pada kita. Di dalam keseluruhan space itu kita menyadari bahwa kita mempunyai anugerah ilahi, sebagaimana diungkapkan di bagian atas.

Perihal discernmet kita imaginasikan bagai seorang Simbok dengan tambir, atau tampahnya napeni beras lebih dahulu sebelum lebih lanjut diproses menjadi nasi, hingga siap saji di meja makan untuk disantap bersama. Dengan tambir atau tampahnya itu, Simbok dengan tindakannya secara proaktif memilih-memilah mana yang beras dan mana pula yang gabah, kerikil (batu kecil sekali yang tercampur dalam beras), menir, dst. Masing-masing temuan itu ia amati dengan cermat dan timbang-timbang : apakah pro – kontra-nya untuk setiap hal. Setiap tahapan pekerjaan ia lakukan secara profesional. Misalnya setelah Simbok menemukan gabah, ia timbang-timbang : ini pro-nya apa?, dan apa pula kontranya?, apa dampaknya? Arif bijaksanakah saya mencampurkan gabah dengan beras, sehingga nantinya menjadi nasi campur gabah?

Dalam proses ini self awareness (kesadaran diri), imagination (imaginasi), conscience (suara hati atau hati nurani), independent will (kehendak bebas), tentu saja daya penalaran sehat, logis berproses secara selaras – serasi – seimbang (balance) untuk memilih yang apik dan becik, bener dan pener secara bertanggung jawab. Keseluruhan proses kegiatan dengan segala langkah-langkahnya sudah dimulai sejak awal, kini dan di sini untuk menggapai yang nanti akan dicapai dalam rangka merujuk pada tujuan akhir. Prosesnya pun sedari awal – tengah – akhir – hasil maupun dampaknya : apik dan becik, bener dan pener, urip – urup – nguripi menjadi berkah bagi siapa saja.

3. Habit ketiga : Dahulukan yang Utama (Put First Things First: Principles of Management)

Dalam upaya mendahulukan yang utama, orang perlu memiliki daftar pekerjaan yang dilakukan sebagai bentuk indikator capaian, dan melakukan review harian pada daftar tersebut. Selalu utamakan hal-hal yang paling penting untuk dilakukan, fokus pada pekerjaan yang prioritas. Dan dalam pelaksanaannya menggunakan matriks manajemen waktu kuadran II.

Untuk memenuhi sebuah ember dengan batu-batu maka kita mengutamakan batu-batu besar yang dimasukkan ke dalam ember terlebih dahulu, kemudian mengisi ruang-ruang kosong dengan kerikil. Apabila kita memasukkan kerikil terlebih dahulu, maka batu-batu besar tersebut kemungkinan tidak bisa masuk ke dalam ember, mungkin saja bisa, tapi tidak bisa semua. Romo Suma menggambarkan bahwa kita harus fokus pada dan mementingkan prioritas terlebih dahulu.

Dalam konteks bagian kedua yang berbicara tentang tiga hal, yakni : 1) Habit Pertama: Jadilah Proaktif – Prinsip Visi Pribadi. 2) Habit kedua : Merujuk pada Tujuan Akhir – Prinsip Kepemimpinan Pribadi. 3) Habit ketiga : Dahulukan yang Utama – Prinsip Manajemen Pribadi, kita akan membuat refleksi perihal “Kemenangan Pribadi (Private Victory)” sejauh kita mempunyai pengalaman berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Pada bagian kedua ini : Prioritas, fokus pada prioritas merupakan kata kunci (keyword) yang memiliki dampak besar terhadap tujuan kita, yang menjadi target terdekat dan bisa jadi secara sosial berpengaruh bagi orang banyak. Dalam kata kunci tersebut (fokus pada prioritas) terdapat suatu filosofi, semangat, daya juang untuk “Menaklukkan diri sendiri terlebih dahulu terhadap dorongan-dorongan kontra produktif yang ada di dalam diri sendiri, dan memanage hidup begitu rupa sehingga tidak ada suatu keputusan yang diambil di bawah pengaruh determinisme dalam bentuk apapun”.

Bagian ketiga : Public Victory – Paradigms of Interdepencence

Pada bagian ketiga ini kita berbicara perihal Public Victory (Kemenangan Publik). Paradigma pada bagian ini, yakni : Kesalingtergantungan (Interdepencence). Kemenangan publik dengan paradigma kesalingtergantungan, terdiri dari: habit 4 “Berpikir Menang/Memang – Think Win/ Win”, habit 5 “Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, Baru Dimengerti – Seek First to Understand, Then to Be Understood”, habit 6 “Wujudkan Sinergi – Synergize”.

4. Habit keempat : Berpikir Menang-Menang (Think Win/Win: Principles of Interpersonal Leadership)

Pola pikir menang-menang berprinsip pada : Kepemimpinan Antar Pribadi. Adapun pola pikir dalam habit ke empat ini : memperhatikan semua pihak secara holistik atau keseluruhan. Tidak hanya berpikir terhadap satu sisi ego, tidak memenangkan ego tertentu, juga tidak berpikir secara partial dan untuk sesuatu yang bersifat sesaat, melainkan memenangkan banyak ego.

Konsep dasar kerangka pikir menang-menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus-menerus mencari keseimbangan bersama, selaras – serasi – seimbang, dalam pola interaksi manusia sehingga menghasilkan budaya baru. Hal ini menunjukkan, bahwa dengan solusi menang/menang (win-win solution), semua pihak merasa senang dengan keputusannya dan merasa saling berkomitmen dengan rencana tindakannya, mengalami adanya suatu visi – misi yang sama, tanggung jawab bersama, dan saling menjadi bagian dari antara satu terhadap yang lain. Menang/menang memandang kehidupan sebagai suatu undangan untuk berlomba memaknai hidup sehingga hidup ini menjadi makin murakabi dan menjadi lebih bermakna (kita tidak boleh berhenti berjelajah), hidup menjadi berkah, bermakna bagi semua makhluk dan alam semesta.

5. Habit kelima : Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand, Then to be Understood : Principles of Mutual Understanding. Pinciples of Communication)

Menginginkan untuk dimengerti oleh orang lain sebenarnya merupakan kebiasaan yang kontra produktif. Sedangkan dengan berusaha mengerti terlebih dahulu merupakan perubahan paradigma yang sangat mendalam dan sekali lagi perlu kita sadari, bahwa perubahan paradigma ini berada pada ranah pribadi è Bagian Satu : Paradigma dan Prinsip – Dari dalam ke luar (kesadaran intensional : dari dalam kesadaran diri sendiri terlebih dahulu, ke luar menuju kepada “yang lain” – inside out). Inside out ini berkaitan erat tak terpisahkan dengan pribadi manusia, diri kita sendiri, karena kecuali berkaitan dengan paradigma itu sendiri, atau cara kita memandang sesuatu, maupun mindset kita sendiri, juga kharakter kita, atau sering kita dengar dengan istilah akhlak maupun watak kita, dan berkaitan dengan motivasi kita.

Kebiasaan berusaha mengerti terlebih dahulu berlaku di setiap satuan lingkungan kerja, terhadap rekan-rekan kerja maupun di setiap interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum kita melontarkan ide ke dalam forum, ada baiknya jika kita memahami ide-ide dan kepentingan rekan kita yang lain terlebih dahulu, atau pihak lain yang menjadi partner komunikasi kita. Jika kita terlatih dengan kebiasaan ini, kita akan merasa bahwa semua orang akan dengan senang hati mendengarkan dan menerima kelebihan kekurangan kita, komunikasi nguwongke sambung lancar sebagai komunikasi empatik dapat terjadi dan kita alami sebagai sesuatu yang indah.

6. Habit keenam : Sinergi (Synergize : Principles of Creative Cooperation)

The sum is greater than the parts”

Romo Suma menjelaskan bahwa untuk memiliki kebiasaan membangun sinergi didasarkan pada pemahaman bersama, bahwa sangat penting untuk berkolaborasi bersama dari berbagai latar belakang secara harmonis : selaras – serasi – seimbang (balance), justru karena adanya suatu perbedaan. Latar belakang berbeda akan memberikan ragam penguatan ide, gagasan kreatif yang lebih berwarna-warni nan asri menjadi dorongan untuk membuka jalan bagi solusi yang lebih kreatif, menguntungkan semua pihak, dan berdaya makna.

Responsibility : kemampuan untuk memilih respon terhadap stimulus (apapun stimulus itu, sejauh dihadapi jroning kasunyatan uripe awakedewe) secara realistik, tanpa menjadi pragmatis (pragmatisme).

Bagian ini, yakni bagian ketiga berbicara perihal Public Victory (Kemenangan Publik). Paradigma pada bagian ini, yakni : Kesalingtergantungan (Interdepencence).

Kemenangan publik dengan paradigma kesalingtergantungan, terdiri dari: habit 4 “Berpikir Menang/Memang – Think Win/ Win”, habit 5 “Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, Baru Dimengerti – Seek First to Understand, Then to Be Understood”, dan habit 6 “Wujudkan Sinergi – Synergize”.

Rasa-rasanya sejauh kita sadari bahwa keberadaan kita menjadi guru dan/atau sekaligus menjadi (to be) pendidik berkesadaran intensional, keberadaan kita inside out untuk peserta didik (Bagian Pertama The 7 Habits : Paradigma dan Prinsip), maka habit ke enam : Sinergi (Synergize : Principles of Creative Cooperation) dapat sangat membantu kita dalam ”to be more” guru sekaligus “to be more” pendidik dalam kaitannya dengan proses peserta didik menuju masa depan hidup mereka menjadi anak bangsa berbangsa dan bernegara Indonesia yang berintegritas, beradab, berbudaya, jujur, credible, bermoral, dst. Realisasi “to be more” guru sekaligus “to be more” pendidik dapat dicapai dan diperjuangkan secara proaktif dengan ber-Kombel : menciptakan Komunitas Belajar. Dalam meng-Kombel (Komunitas Belajar), selain bersinergi, kita sekaligus dapat berproses bersama “to be more” guru sekaligus “to be more” pendidik yang ber- “on going formation”. Proses tersebut kita gambarkan dengan “Spiral Ke Atas” (The Upword Spiral). Bergerak sepanjang spiral ke atas mengharuskan kita belajar (learn), berkomitmen (commit), dan berbuat (do) – learn – commit – and do again – belajar – berkomitmen – dan berbuat lagi – demikian seterusnya : belajar – berkomitmen – dan berbuat pada taraf yang menjadi lebih tinggi (“to be more”). “Roh, semangat, spirit” dalam spiral ke atas yakni “to be more” – menjadi lebih baik secara utuh, keseluruhan dalam berorientasi hidup pada nilai atau value yang berlaku universal. Berikut inilah gambar : “Spiral Ke Atas” (The Upword Spiral).

Di bagian ketiga ini : Public Victory – Paradigms of Interdepencence, terdapat suatu filosofi, semangat, daya juang untuk hidup sehari-hari dalam berinteraksi sosial. Kesadaran yang ada dalam konteks ini adalah kesadaran diri sebagai makhluk sosial yang berkesadaran intensional, satu terhadap yang lain saling tergantung, saling membutuhkan, saling menjadi bagian, hidup dalam suatu proses tak terlepaskan dari suatu prinsip yang berlaku universal, yakni norma sopan santun – norma hukum – norma moral.

Dalam berinteraksi sosial menciptakan komunikasi nguwongke sambung lancar, komunikasi empatik, saling berkomitmen dan menggenapi maupun saling menyempurnakan dengan nothing to lose, “sepi ing pamrih rame ing gawe, banter datan nglancangi, dhuwur datan ngungkuli” (bekerja keras, bersemangat, berhati tulus ikhlas, tidak mempunyai dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, bekerja cepat cermat profesional terukur tanpa meremehkan, tetap rendah hati, tanpa merendahkan, hidup tetap bersahaja dan sederhana, dsj … ), dan bukan aji mumpung, adi gang adi gung adi guna bagai Duryudono, Durno, Sengkuni di era kini.

Agar dapat terjadi suatu kolaborasi yang baik, berkualitas, serta lebih berdayamakna bagi semua pihak yang berinteraksi dengan komunikasi nguwongke sambung lancar, komunikasi empati, maka perlulah terlebih dahulu kita berpedoman, bahwa setiap orang yang baik tentu lebih bersedia dan dengan tulus ikhlas, legowo membenarkan sesamanya daripada mempersalahkannya dan/ataupun mencari-cari kesalahannya. Kesalahan yang ada – diakui – diterima – disesali – diperbaiki secara sinergistik.

Dengan demikian bagian ketiga ini, “Public Victory – Paradigms of Interdepencence”, efektif, produktif, lingkaran pengaruh positif semakin luas, rekening bank emosi semakin bertambah banyak serta berkualitas, dan tidak reaktif ataupun kontra produktif. Maka klarifikasi, pertanyaan informatif, tabayun diperlukan untuk bersinergi menegakkan kebenaran, keadilan, kasih, bagi kehidupan bersama semua makhluk secara bermartabat, saling tergantung antara satu terhadap yang lain dalam kesetaraan. Jika ada suatu kesalahan – diakui – disesali – diperbaiki bersama secara kolaboratif dan bersinergi dalam semangat persaudaraan, saling mendukung, saling mengasihi, saling tolong-menolong, saling menghargai, saling menghormati perbedaan dalam kesetaraan tersebut. Dan dengan meng-Kombel (Komunitas Belajar) secara bersinergi kita dapat berproses mengalami suatu on going formation berspiral ke atas (The Upword Spiral). Selain daripada hal tersebut, juga berjibes tilaban – jiwa besar hati rela berkorban agar aktualisasi diri kita sebagai Komunitas Belajar yang ber-“to be more” guru sekaligus ber-“to be more” pendidik dapat semakin bermakna bagi semua peserta didik yang dipercayakan kepada kita.

Bagian keempat : Pembaruan.

Renewal Self

7. Asahlah Gergaji (Sharpen the Saw : Principles of Balanced Self-Renewal)

Membantu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kita secara holistik, kontekstual, historical, dan aktual – arah ke masa depan. Bukan partial dan out of conteks.

Romo Suma SJ, menggambarkan kebiasaan dengan dinamika ilustrasi (posisi jari tangan, wajah wanita dan wajah pria tua) untuk mengeluarkan kemampuan balance individu. Konon terdapatlah seseorang yang sedang menggergaji sebatang pohon besar. Berjam-jam ia menggergaji, tanpa ada kemajuan yang berarti. Meskipun demikian ia tetap terus menggergaji dengan semangat dan tanpa berhenti, kecuali saat rehat makan siang dan nyembah Hyang – berdoa. Kerja kerasnya dengan totalitas, tanggung jawab, dst … tanpa hasil. Ia sedemikian fokus pada prioritas, loyal pada pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dan tanpa menyadari bahwa gergajinya tumpul.

Jika saja ia mengambil waktu untuk bening – wening – hening henung heneng untuk mengasah gergajinya, dan mengambil jarak terhadap semua aktivitas yang ia lakukan, tentunya ia akan mengalami suatu insight. Ia dapat merasakan adanya suatu pencerahan. Berkat insight, pencerahan yang ia temukan seseorang itu lebih mudah dan cepat menebang pohon yang sedang ia gergaji, secara efektif. Insight, pencerahan tersebut berada pada : Bagian Satu – Paradigma dan Prinsip.

Dari pegalaman tersebut refleksi kita dapat berupa suatu kesadaran baru, bahwa ternyata kehendak baik saja belumlah mencukupi, bekerja tidaklah cukup hanya sebatas dan mengandalkan pada akal (logika) dan okol (tenaga, kekuatan fisik) saja. Selain kehendak baik, daya nalar, juga dengan roso-pangroso, hati yang selaras – serasi – seimbang (balance) antara satu terhadap yang lain, termasuk P // KP. Mengasah gergaji adalah tentang liburan, mengambil jarak, tentang melakukan hal-hal menyenangkan, tentang bagaimana mengembangkan talenta, mengerjakan hobi/kegemaran dan semua hal yang membantu kita mendapatkan kesegaran jiwa raga secara holistik. Mengasah gergaji merupakan aktivitas seseorang untuk membuat bagaimana jiwa ini, batin ini, “jerohan” (pikiran, rasa-perasaan, roso-pangroso, hati) kita menjadi bening – wening – hening henung heneng untuk mawas diri, refleksi, berdoa agar dengan “roh, nafas, atau jiwa” proaktif baru (renewal self) kita dapat beraktualisasi diri bersemangatkan “to be more” dengan melakukan pekerjaan rutin kita sebagai yang bermakna dan semakin bermakna. Dengan continuous improvement – perbaikan terus-menerus mulai dari dalam kesadaran diri kita sendiri terlebih dahulu, berkesadaran intensional, mengasah gergaji secara selaras – serasi – seimbang. Dengan demikian kita mengalami mens sana in corpore sano secara holistik dan selaras – serasi – seimbang (balance) : i) spiritual (penjelasan nilai & komitmen, belajar & berdoa – ora et labora), ii) mental (membaca, visualisasi, perencanaan, menulis), iii) sosial/ emosional (pelayanan, empati, sinergi, secara batiniah merasakan adanya rasa di hati : aman, nyaman, ayem tentrem, tenang dan damai), iv) fisik (olah raga, nutrisi, empat sehat lima sempurna, manajemen stress). Kecuali itu dalam kaitannya dengan pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari, kita mengalami job satisfied – suatu kepuasan batin, dan the right man on the right place.

Kebiasaan-kebiasaan yang dicontohkan oleh Romo Suma sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa kebiasaan baik membentuk karakter baik itu bagaikan seseorang menanam pohon mangga. Pada saatnya ia akan memetik buah mangga. Perbuatan seseorang yang keluar dari dan bersumber pada suara hati (conscience) akan memperluas lingkaran pengaruh positif, menambah jumlah rekening bank emosi baik dalam hal kuantitas maupun kualitas seperti antara lain asah asih asuh, dan menjadi lebih profesional serta dapat dipercaya – credible. Kita berproses “spiral ke atas” dengan intensi agar peserta didik kita pun sinergi ber-“spiral ke atas” (The Upword Spiral), dengan harapan mereka menjadi pribadi-pribadi yang beradab, berbudaya, berbudi luhur, bernalar waras, beretika, berakhlak mulia, jujur, rendah hati, credible, dsj. Mereka pun berproses menjadi bebas merdeka dengan tetap menyadari, bahwa ketika kita mengangkat satu ujung tongkat, maka kita mengangkat ujung yang lain. Mereka, para peserta didik kita, pada saatnya dapat diharapkan berkebiasaan (habit) hidup berintegritas : satunya kata dengan perbuatan – terdapat value : komitmen, konsekuen, konsisten, tanggung jawab, credible, jujur, berkebebasan untuk memilih, suara hati (conscience), ”respon-ability” dalam kebiasaan pertama : “Be Proactive – Jadilah Proaktif”. Ajining dhiri ana ing lathi.

Peng-habit-an demikian semoga dapat dirintis selagi usia dini. Hal tersebut membutuhkan perbuatan seseorang yang keluar dari dan bersumber pada suara hati (conscience). Perbuatan, perilaku, maupun tindakan demikian tidak akan menghasilkan hal-hal yang meaningless, karena berorientasi pada nilai. Seseorang yang menanam pohon mangga adalah sewajarnya tidak akan memanen buah durian. Meski demikian kita tetap menyadari, bahwa “No one can persuade another to change. Each of us guards a gate of change that can only opened from the inside. We cannot open the gate of another, either by argument or by emotional appeal.” (Kita masing-masing menjaga gerbang perubahan yang hanya dapat dibuka dari dalam. Kita tidak dapat membuka gerbang orang lain, entah melalui argumen atau melalui imbauan emosional. Suatu analisa yang dikemukakan oleh Marilyn Ferguson). Kita perhatikan juga, bahwa ... ”Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” ... (QS 13, Surat Ar-Rad ayat 11).

Tak seorangpun dapat membujuk orang lain untuk berubah … Perubahan dimulai dari dalam kesadaran diri kita sendiri – dari dalam ke luar (in side out) – kesadaran intensional.

Kita tidak boleh berhenti menjelajahi di mana akhir dari semua penjelajahan tersebut akan tiba di tempat di mana kita memulai dan baru menyadari tempat tersebut untuk pertama kalinya (We must not cease from exploration and the end of all our exploring will be to arrive where we began and to know the place for the first time. TS. Eliot”s observation).

Tabur pemikiran, maka akan menuai perbuatan,

Tabur perbuatan, maka akan menuai kebiasaan,

Tabur kebiasaan, maka akan menuai karakter,

Tabur karakter, maka akan menuai nasib.

Salam.... Jibestilaban @Romo Josephus Suma Hadiwinata, SJ.

(Jiwa Besar Hati Rela Berkorban),

Alvonsus Glori A., S.Pd., Gr., M.Pd.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post