Alvonsus Glori A, S.Pd., Gr., M.Pd

Lahir di Kota MalangHobby : menulis dan membaca bermusik melukis hiking Profesional: 1. Penulis 2. Guru Bah...

Selengkapnya
Navigasi Web
PERGESERAN PENDIDIKAN DALAM PENDEKATAN IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA (IKM)
Alvonsus Glori

PERGESERAN PENDIDIKAN DALAM PENDEKATAN IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA (IKM)

Kurikulum Merdeka, dengan fokusnya pada kemerdekaan belajar dan pengembangan karakter, membuka peluang baru untuk penerapan teori konstruktivisme dalam pembelajaran. Konstruktivisme menekankan peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri melalui interaksi dengan pengalaman dan lingkungannya dengan prinsip-prinsip konstruktivisme yang mencakup:

Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa didorong menjadi agen aktif dalam proses belajar mereka, dengan guru bertindak sebagai fasilitator dan pemandu.

Penggunaan pengalaman dan pengetahuan siswa sebagai landasan pembelajaran yaitu memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman siswa sebagai titik awal untuk membangun pengetahuan baru dan juga pembelajaran yang kontekstual yang relevan dengan kehidupan mereka dan memungkinkan mereka untuk menerapkan pengetahuan mereka secara langsung dengan penilaian yang berkelanjutan difokuskan pada kemajuan individu siswa dan pemahaman mereka terhadap konsep, bukan hanya hafalan fakta.

Penerapan konstruktivisme dalam Kurikulum Merdeka dapat membantu siswa untuk membangun pengetahuan yang lebih mendalam dan tahan lama, tidak hanya menghafal fakta, tetapi juga memahami bagaimana pengetahuan itu diperoleh dan bagaimana dapat diterapkan dalam situasi yang berbeda.

Mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif yaitu siswa didorong untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, serta untuk menghasilkan ide-ide baru dan menjadi pembelajar yang mandiri dan bertanggung jawab: Siswa belajar untuk mengambil alih kepemilikan atas proses belajar mereka dan menjadi agen aktif dalam pendidikan mereka.

Kata kunci: Konstruktivisme, Kurikulum Merdeka, Pengalaman Belajar, Pengetahuan Kontekstual, Asesmen, Keterampilan Berpikir Kritis, Kreativitas, Pembelajar Mandiri.

Esensi Kurikulum Merdeka

Esensi pembelajaran dalam Impelementasi Kurikulum Merdeka Belajar (IKM) menekankan pada proses pembelajaran, assesmen, dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan pendekatan project-based learning lintas disiplin ilmu. IKM membangun semangat yang selaras dengan perspektif pembelajaran konstruktivisme.

Dalam kajian empiris teori pembelajaran, konstruktivisme muncul setelah behaviorisme dan kognitivisme yang sebenarnya pola konstruktivisme telah ada sejak awal abad 20 melalui pemikiran John Dewey.

Dua tokoh penting yang mengkonstruksi teori konstruktivisme adalah Jean Piaget dan Lev Vygotsky (Harasim, 2007). Jika behaviorisme dan kognitivisme dibangun melalui epistemologi obyektivisme maka konstruktivisme dibangun melalui epistemologi konstruktivisme yang merujuk pada pandangan filosofis dimana pengetahuan dibangun melalui interaksi dengan sesama, komunitas dan lingkungan, dan pengetahuan bukan sesuatu yang absolut (Harasim, 2017).

Dengan mengidentifikasi empat kunci penting dalam konstruktivisme yakni: active learning, learning-by-doing, scaffolded learning dan collaborative learning. Schunk (2012) menggaris bawahi bahwa melalui teori konstruktivisme guru semestinya tidak mengajar secara tradisional.

Potensi Konstruktivisme

Kemudian bagaimana dengan keberadaan teori konstruktivisme sendiri saat ini dalam dunia pendidikan? Apakah teori ini akan menggantikan teori behaviorisme dan kognitivisme atau menjadi pelengkap Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM)?

Para ahli pendidikan menyimpulkan bahwa saat ini kemampuan high order thinking skills (HOTS) sangat dibutuhkan oleh para siswa. Dua komponen dalam HOTS yakni berpikir kritis dan berpikir kreatif perlu diperkuat dalam berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Berpikir kritis, menurut Seifer (2018) berbeda dari berpikir logis.

Berpikir logis adalah berpikir secara praktis, sementara berpikir kritis adalah berpikir secara konseptual. Berpikir kritis mampu melihat diluar jangkauan apa yang nampak, mampu membedakan mana yang tidak penting dan mana yang penting. Berpikir kritis tidak semata-mata mengetahui apa yang nampak atau aktual. Sementara itu berpikir kreatif adalah berpikir dengan imajinasi. Berpikir kritis dan kreatif akan tumbuh subur dalam lingkungan yang mengimplementasikan pembelajaran konstruktivisme.

Jonassen (2005) berpandangan bahwa problem solving merupakan salah satu aktivitas kognitif manusia yang otentik dan komplek. Manusia dihadapkan pada tantangan untuk menyelesaikan masalah dengan cepat . Problem solving adalah masalah yang dihadapi manusia nyaris sepanjang hidupnya.

Namun demikian pembelajaran di sekolah umunya justru kurang mendukung pembelajaran yang mengedepankan problem solving. Pembelajaran di sekolah lebih mengedepankan pembelajaran yang bersifat content-based, dimana menurut Jonassen content-based memiliki kelemahan. Pertama, kurang alami karena tujuan pembelajaran tidak terkait langsung dengan kebutuhan riel manusia akibatnya siswa kurang memiliki motivasi. Kedua, pengetahuan bermakna tidak tidak cukup diperoleh melalui satu cara atau satu sudut pandang.

Pengetahuan akan lebih bermakna jika diperoleh lewat banyak sudut pandang. Pembelajaran problem solving mudah terealisasi dengan pendekatan konstruktivisme yang menekankan proses, berorientasi pada kebutuhan siswa dan kolaborasi.

Konstruktivisme dalam jaringan komputer (internet) oleh Harasim (2007)I menggunakan istilah kollaborativisme, online collaborative learning (OCL). Ia menjabarkan bahwa para pendiri dan penyedia pendidikan online merekayasa pedagogi baru yang mengambil manfaat dari keunggulan jaringan komputer yakni memungkinkan siswa bekerja lintas geografi dan waktu dan berkolaborasi dalam aktivitas yang innovatif, berorientasi pada pemecahan masalah, berbagi pengalaman serta berpikir kritis.

Jaringan komputer membuka peluang yang tidak terbayangkan sebelumnya yakni : berbagi sudut pandang yang beragam dalam mendiskusikan isu-isu penting, mendorong kemampuan berpikir reflektif dan analitik, membangun respon multi dimensi dan multi disiplin ilmu, serta membangun pemahaman yang melampaui pemahaman kelas konvensional yang memiliki paradigma “pembelajaran berhasil jika siswa mampu menjawab dengan benar”.

Pendekatan konstruktivisme dalam IKM sangat rasional karena mampu menujukkan kolaborasi, belajar aktif (active learning), pengalaman belajar, menekankan proses belajar, dan assesmen komprehensif.

Sejalan dengan IKM, menurut guru besar pendidikan Universitas Negeri Malang Prof. Dr. I Nyoman S Degeng, M.Pd dalam orasi ilmiahnya dikegiatan Simposium Kapal Merdeka Belajar yang diselenggarakan oleh Kemdikbudristek BBGP Provinsi Jawa Timur menyatakan pendapatnya bahwa selama ini manusia Indonesia telah terjangkit virus keseragaman yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini yang serba beragam dan ditandai dengan kesemrawutan. Semua ini menghendaki adanya perubahan paradigma pendidikan. Konstruktivisme tampaknya menjadi sebuah alternatif untuk diterapkan dalam pendidikan kita. Pendidikan seyogyanya dapat menyediakan kedelapan keunggulan tersebut bagi peserta didik, yang antara lain bisa dimungkinkan melalui proses belajar dan pembelajaran bercorak konstruktivistik

Assesmen Sangat Menentukan Keberhasilan

IKM dimulai dengan asesmen diagnostik, untuk memetakan siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pemetaan ini memudahkan guru dalam melakukan deferensiasi pembelajaran. Lorna Earl (dalam Tomlinson dan Eidosn, 2003) merefleksikan bahwa deferensiasi memastikan siswa mendapatkan pembelajaran yang tepat di waktu yang tepat sesuai dengan kemampuannya. Selain itu guru melakukan asesmen formatif untuk melihat perkembangan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dan yang terakhir guru melakukan asesmen sumatif untuk menilai kemampuan siswa secara holistik.

Capaian Pembelajaran (CP) menjadipanduan untuk pembelajaran multi dimensi

CP dalam Implementasi Kurikulum Merdeka merupakan titik tolak dalam perencanaan pembelajaran yang mengindikasikan bahwa pembelajaran harus menghasilkan siswa berpikir multi dimensi, mampu mengolah, menginterpretasikan, dan mengaplikasikan data informasi yang diperoleh.

Harasim (2017) meyakini siswa hanya mampu berpikir pasif maka prioritas pembelajaran adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Sebaliknya jika kita meyakini siswa mampu membentuk pengetahuan dengan upaya mereka sendiri, maka pembelajaran yang diberikan akan memperkuat pembentukan pengetahuan bermakna .

Tantangan bagi siswa

Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka, guru harus mampu memberikan penguatan bagi siswa yang sudah mahir dengan memberi tantangan bagi siswa menjadi tutor sebaya guna membantu pembelajaran di kelas. Keuntungan bagi siswa adalah mereka lebih terlibat selama pembelajaran berlangsung dan mendapatkan umpan balik yang cepat.

Scaffolding

Scaffolding adalah istilah lain dari ZPD atau zone of proximal development yang diperkenalkan oleh Vygorsky (Harasim, 2017). Melalui ZPD, pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Merdeka berlangsung saat siswa menyelesaikan masalah di luar batas kemampuannya, tapi masih memiliki potensi berkembang, di bawah bimbingan dan kolaborasi dengan rekan yang lebih mampu.

Diferensiasi pembelajaran

Diferensiasi pembelajaran menjadi metode pembelajaran yang mendukung teori konstruktivisme. Tomlinson dan Eidson (2003) 5 elemen dalam diferensiasi pembelajaran yakni : konten, proses, produk, afeksi dan lingkungan pembelajaran. Kelima elemen ini sudah mendapatkan perlakuan yang memadai dalam IKM yaitu bagaimana guru merancang tujuan pembelajaran (TP) dan alur pembelajaran (ATP) agar siswa mendapatkan konten pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selanjtnya, guru melakukan asesmen awal, asesmen formatif, dan asesmen sumatif untuk menghasilkan produk siswa dengan kemampuan yang ditetapkan dalam Capaian Pembelajaran (CP) menghadirkan suasana pembelajaran kolaboratif dan bukan persaingan sehingga afeksi terhadap lingkungan sekolah tumbuh. Melalui project-based learning guru menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran yang lebih bermakna.

Tantangan bagi guru

Tantangan pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) bagi para guru tidak mudah karena :

· Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) memberi keleluasaan bagi guru melalui pendekatan konstruktivisme, namun tidak optimal bila pola konvensional itu belum bisa terbuka. Guru tetap kembali dengan paradigma lama saat mengajar di kelas. Di awal pembelajaran guru sudah mengikuti pola IKM dengan melakukan asesmen awal, membagi kelas dalam dua grup sesuai tingkat kemampuan siswa, berkonsultasi dengan guru lain, memperbanyak diskusi dalam kelas, dan lain sebagainya. tetapi dalam praktik pembelajaran di kelas masih berlangsung satu arah, guru belum mampu mengoptimalkan siswa untuk aktif, inti dari konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan dalam diri siswa melalui diskusi dan berbagi pengalaman tidak terjadi. Selain itu guru juga masih terjebak pada paradigma lama yakni hanya melontarkan pertanyaan yang jawabannya hanya memerlukan hafalan.

· Di era disrupsi digital guru adalah seorang fasilitator maka harus mampu memfasilitasi pembelajaran dari berbagai arah dan sumber. Kondisi ini tentu saja menuntut guru untuk terus menggali informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber lewat internet. Jika kesenjangan pengetahuan yang dimiliki guru terlalu besar dibandingkan yang dimiliki siswa tentu saja membuat guru kurang berwibawa dan tidak memberikan dampak positif dalam pembelajaran di kelas.

· Dalam IKM guru harus berperan menjadi mitra diskusi yang setara untuk siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sementara dengan kemampuan siswa yang lebih rendah guru menjadi sumber informasi yang kredibel. Internet, dengan semua dampak positif dan negatifnya, tetaplah sumber pengetahuan yang tak terbatas. Guru harus mampu memanfaatkan sumber pengetahuan ini. Oleh sebab itu, mutlak bagi guru adalah belajar dan terus memperdalam konsep pengetahuannya.

· Guru bukan sekedar pendidik, pengajar tapi seorang manajer. Konstruktivisme menuntut guru mengetahui karakter, kelebihan dan kekurangan siswa. Keberagaman bukan suatu halangan justru keberagaman menjadi modal penting di dalam pembelajaran, dan tidak perlu kuatir hasil dari pembelajaran pun beragam. Hasil akhir pembelajaran bukan ditentukan oleh skor atau nilai yang diperoleh oleh siswa tetapi nilai holistik yang berhasil diraih oleh siswa.

· Dalam konstruktivisme input beragam, proses beragam, hasil akhir pun beragam (beda asal, beda cara, beda rasa). Dengan perspektif ini tentu tidak mudah bagi guru untuk mengelola kelas. Guru harus mengubah mentalitasnya dari seorang pengajar yang menyampaikan pembelajaran di depan kelas menjadi seorang manajer yang mampu mengeluarkan kemampuan terbaik yang dimiliki siswanya.

· IKM mendorong guru untuk mengolah dan melaporkan hasil assesmen. Aktivitas ini tidak sesederhana dengan mengumpulkan hasil assemen dan membuat peringkat seperti praktik pembelajaran sebelumnya. Guru dituntut menjadi perencana yang baik dengan menetapkan tujuan pembelajaran untuk lebih teliti mengenai hasil asesmen beserta faktor yang mempengaruhinya dan menganalisis proses pembelajaran di kelas melalui ragam penelitian ilmiah. Jadi dalam proses pembelajaran bukan hanya siswa tapi guru juga dituntut untuk mampu berpikir kritis dan kreatif.

· Salah satu fitur penting dalam konstruktivisme adalah scaffolding yaitu memberikan kesempatan bagi siswa yang lebih menonjol untuk membantu tugas guru sebagai tutor.

· Neuroscience Willingham (dalam Seifer, 2018) menyatakan bahwa aktivitas orang dewasa maupun anak-anak dalam berpikir kritis tidak jauh berbeda. Kedua kelompok itu menggunakan kemampuan berpikir kritis secara intens untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui observasi dan eksperimen berdasarkan pengetahuan sebelumnya yang telah diperoleh. Perbedaannya hanya pada level kompleksitas dan kecanggihan konten yang dipelajari atau diamati. Dengan demikian guru dituntut untuk menghadirkan konten yang tepat dan memungkinkan critical thinking berlangsung dalam setiap fasenya.

Penutup

Richard Feynman menyatakan pembelajaran seharusnya membangkitkan keingin-tahuan siswa untuk mendorong lebih kritis, aktif dan mencoba dengan pengalamannya sendiri. Pembelajaran seperti inilah yang bermakna karena memberi kesempatan bagi siswa untuk mengarungi eksplorasi pengetahuan yang lebih luas dengan pengalamannya sendiri dan menghasilkan pemahamannya sendiri yang unik dan berbeda dari pengalaman dan pemahaman orang lain. Dengan demikian IKM membawa perubahan suasana pembelajaran yang dapat dilihat dan dirasakan kebermaknaannya. Kita meyakini bahwa progress pendidikan di Indonesia akan menjadi lebih baik dan berkualitas.

Referensi

Badan Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan.(2022). Pembelajaran dan Asesmen – Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah.

Charalambos, V. (2000). Constructivism versus Objectivism: Implication for interaction, course design, and evaluation in distance education. In International Journal of Educational Telecommunications, 6(4), 339-362 @2000.

Seifer, S.(2018).HOTS Skills : Developing Higher-Order Thinking In Young Learners. St. Paul : Redleaf Press.

Tomlinson, C.A., Eidson, C.C.(2003). Differentiation in Practice : A Resource Guide for Differentiating Curriculum. Alexandria : Association for Supervision and Curriculum Development.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi

08 Apr
Balas

Salam literasi, terimakasih. Semoga menjadikan motivasi untuk terus memajukan potensi

08 Apr

Semoga membuka cakrawala

08 Apr
Balas

Tetapi saya masih berpikir nampaknya ada GAP yang tidak bisa dipisahkan sekalipun behaviour sudah menjadi nenek moyang

08 Apr
Balas

Mantap

08 Apr
Balas

Sama sama

08 Apr

Barangkali ada yang lebih empiris bisa diiris lagi supaya makin mendalam

08 Apr

Ulasan yang sangat menarik

08 Apr
Balas

Ulasan yang lengkap. Mantap Pak. Salam literasi dari Purwokerto

08 Apr
Balas

Ulasan yang luar biasa. Tetap semangat Pak Alfons

08 Apr
Balas

Salam literasi, salam pemajuan buat kawan di kepulauan. Terus maju Sapudi bersama Bang Alfian

08 Apr

Sangat menginspirasi utamanya saya dan bpk/ ibu Guru pd umumnya, semangat mencerdaskan anak bangsa utk para guru.

08 Apr
Balas

Semoga membuka dimensi kognitif

08 Apr

Sangat menginspirasi utamanya saya dan bpk/ ibu Guru pd umumnya, semangat mencerdaskan anak bangsa utk para guru.

08 Apr
Balas

Semoga semua mahkluk berbahagia, terimakasih

08 Apr



search

New Post