Alvonsus Glori A, S.Pd., Gr., M.Pd

Lahir di Kota MalangHobby : menulis dan membaca bermusik melukis hiking Profesional: 1. Penulis 2. Guru Bah...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEKOLAH UNGGUL
Alvonsus Glori

SEKOLAH UNGGUL

Sekolah unggul merupakan terjemahan dari beberapa terma, seperti effective school, inspiring school, efficience school, high performance school, excellent school, atau outstanding school. Dalam praktiknya, untuk mengenalkan pada masyarakat bahwa sekolah tertentu bermutu atau berkeunggulan, maka digunakan branding sekolah unggul, sekolah plus, sekolah favorit, sekolah model, pendidikan berbasis pesantren (boarding school), dan bahkan sekolah berstandar atau berkelas internasional.

Beberapa branding itu dapat digunakan asalkan sekolah tersebut menerapkan budaya mutu. Artinya, ada jaminan standar mutu layanan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan. Persoalan layanan mutu penting karena ada kalanya orang memahami pendidikan unggul sekadar dilihat dari performa sarana prasarananya, besarnya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan dana pembangunan, serta siswa yang diterima memang benar-benar pilihan.

Terkait dengan karakter sekolah unggul, Tom J Parkins (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada tiga indikator penting yang harus dimiliki setiap lembaga pendidikan. Tiga indikator itu adalah input, proses, dan output. Dari tiga indikator tersebut, Tom Parkins merumuskan tesis mengenai konsep sekolah unggul.

Sekolah unggul dapat dilihat dari dua kategori: best input dan best process.

Sekolah unggul dengan kategori best input biasanya berusaha untuk memperoleh siswa yang bernilai tinggi. Dalam praktiknya, sekolah ini menerapkan tes masuk yang sangat ketat, terutama kemampuan akademik siswa. Harapannya, sekolah memperoleh siswa terbaik.

Dengan demikian, output yang dihasilkan sekolah pasti lulusan dengan capaian akademik hebat. Pertanyaannya, apakah capaian akademik hebat itu dikarenakan proses pendidikan di sekolah atau faktor lain? Pertanyaan ini penting direnungkan karena sangat mungkin anak-anak hebat lulusan sekolah yang menekankan strategi best input itu disebabkan anaknya memang sudah hebat sejak masuk.

Anak-anak hebat itu juga memperoleh tambahan fasilitas bimbingan belajar di luar sekolah dari orang tuanya. Hal itu berarti kontribusi guru dalam proses pembelajaran di sekolah yang menekankan best input sangat kecil. Sekolah unggul kategori kedua menekankan pada strategi best process.

Sekolah berkategori ini biasanya tidak begitu menekankan pada kualitas akademik anak pada saat awal masuk. Dalam kondisi apa pun siswa yang mendaftar akan diterima. Semua siswa yang mendaftar akan dipelajari dan dipetakan berdasarkan keunggulannya. Tidak ada proses seleksi yang “jlimet” untuk sekolah ini karena gurunya telah menyiapkan diri menjadi agen perubahan (agent of change). Tipe sekolah dengan strategi best process itulah yang sejatinya lebih layak disebut sebagai pendidikan unggulan. Tetapi sangat disayangkan, jumlah sekolah yang menekankan keunggulan pada best process ternyata masih sangat sedikit.

Hasil penelitian Tom Parkins menunjukkan bahwa 99 persen sekolah unggul di Indonesia membangun keunggulannya dengan strategi best input. Terlampau sedikit sekolah yang menempuh strategi best process untuk mewujudkan keunggulannya. Guru sebagai ujung tombak Untuk mewujudkan keunggulan pada aspek best process, kita harus menyadari betapa penting peran guru. Guru merupakan jantung pendidikan. Guru menjadi ujung tombak pendidikan. Apa pun kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, ujung tombaknya adalah guru.

Apa pun kurikulum yang ditetapkan Kementerian bidang pendidikan, yang mengimplementasikan di satuan pendidikan adalah guru. Karena itulah program peningkatan kapasitas dan keterampilan guru penting terus digeloraakan. Setiap guru juga penting menyadari bahwa menjadi pendidik bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hati. Para guru harus berkeyakinan bahwa menjadi guru merupakan tugas mulia yang bernilai ibadah. Tugas para guru adalah mengubah karakter anak dari yang biasa menjadi luar biasa.

Dengan menggunakan perspektif, Lucila T Rudge, dalam Holistic Education (2010), setiap guru harus berprinsip, “Honoring students as individuals: individual uniqueness.” Prinsip tersebut mengajarkan agar pendidik menghargai peserta didik sebagai pribadi yang unik.

Setiap orang yang lahir di dunia pasti dianugerahi potensi oleh Sang Pencipta sebagai bekal hidup.

Karena itu, seharusnya tidak ada lagi pendidik yang menvonis peserta didik dengan label “anak nakal” atau “anak bodoh”. Semua anak harus dipandang sebagai mutiara dengan potensi bawaan yang berbeda-beda. Tugas guru adalah menfasilitasi anak-anak agar memaksimalkan potensi bawaan melalui layanan pendidikan yang unggul. Tugas kita adalah memuliakan sekaligus menyejahterakan guru.

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post