Amalia Damaianti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Adem ayem

Tantangan hari ke-2 #

Setiap sore, halaman rumah selalu ramai dipenuhi anak-anak. Halaman rumahku tidak terlalu luas. Setidaknya 8x5 meter persegi cukuplah untuk latihan. Mereka selalu berlatih teater di situ. Ibu sengaja meminta mas Mesah untuk pindah tempat. Semula mereka berpindah-pindah setiap kali mau olah vokal. Kebetulan ibu salah satu penggiat teater di masa mudanya dulu. Ibu sudah terbiasa berperan dan menghadapi beranekaragam peran, sehingga membuatku tidak kaget lagi ketika beliau pandai menutupi masalahnya.

Semenjak mas Mesah sering bertengkar dengan istrinya, ia memutuskan untuk sementara waktu tinggal di rumah. Ia selalu saja dipojokkan. Istrinya memang sangat cemburuan. Setiap kali mas Mesah berbicara dengan rekan teaternya, ada saja yang yang dipermasalahkan setelah itu. Mungkin, ibu memikirkan itu. Dari dalam rumah, aku tidak melihat ibu. Dari tadi kucari. Apalagi ibu belum mau makan sejak siang.Ternyata, ibu asyik menikmati suguhan teater Bima di depan rumah.

“Bu, makan dulu. Dari siang ibu belum makan,” ajakku seraya membawakan sepiring nasi lengkap dengan plecing kangkung.

“Nanggung, lima belas menit lagi. Sedang bagus-bagusnya itu,” tidak menghiraukanku sama sekali.

“Ingat, kesehatan ibu,”

“Sehatnya ibu, ya karena ini. Lagipula tidak ada yang bisa ibu ajak bicara. Kamu sibuk kerja. Bapakmu sudah tidak ada. Mesah mana sempat bicara dengan ibu. Belum lagi istrinya kalau marah, yang dia tuju ya istrinya. Bukan lagi ibu,” sambil dipandanginya anak-anak di halaman. Kupikir ibu sedang membayangkan kami di masa kecil dulu. Ibu pernah bercerita perihal masa kecil kami ketika bapak masih ada.

Aku dan mas Mesah memang sudah dilatih teater sejak kecil. Ibu pandai sekali mengajari kami. Halaman rumah menjadi tempat berkumpulnya ibu, bapak, aku, dan mas Mesah. Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, kami dilatih oleh vokal oleh ibu. Sedangkan bapak bagian melatih gerak tubuh. Bapak dan ibu begitu kompak saat itu. Orang-orang kampung sudah paham dan terbiasa menyaksikan kami tiap pagi. Ketika giliran bapak melatih, ibu pergi ke dapur menyiapkan sarapan. Ayam taliwang dan plecing kangkung selalu jadi andalan. Seperti biasa, ibu menyuapiku dan mas Mesah supaya kami mau makan. Memang, kami sangat susah kalau sarapan. Apalagi aku. Dengan sabarnya ibu, selalu saja membuatku makan setelah itu.

Memang sekarang ibu lebih sering sendirian. Semenjak bapak tidak ada, ibu jadi lebih senang melihat anak-anak tetangga ketimbang aku. Apalagi ibu kerap mendengar istrinya mas Mesah yang apa-apa marah. Itu yang membuat ibu enggan tinggal dengan mas Mesah. Ibu lebih nyaman di rumahnya. Menikmati hamparan sawah, plecing kangkung, dan berbagai kerajianan di Sade, Belum lagi aku yang lebih banyak lembur daripada di rumah.

“Sudah lima belas menit, Bu. Makan dulu,”sambil kusodorkan piring nasinya tadi.

“Ya,” singkat betul jawabannya.

“Kapan kamu mengenalkan calonmu pada ibu? Apalagi yang mau kamu cari? Harta? Tahta? Itu semua tidak akan kamu bawa mati,” aku tersentak mendengar pertanyaan ibu seperti itu

“Belum ada yang pas, Bu. Setiap yang datang, selalu melihat fisikku. Aku tidak suka dinilai cantik. Aku malu mengakuinya. Seolah-olah mereka datang karena aku cantik. Bayangkan saja kalau aku tidak muda lagi, mana mau mereka denganku, Bu?” jelasku.

“Kemarin, ada yang datang, kenapa tidak berlanjut?” sambil mengunyah makanannya.

“Dia sekolah lagi, Bu. Aku minder. Apalagi teman-temannya sekolah pasti lebih pandai-pandai. Ya, ibu kan tau bagaimana orang berpendidikan tinggi. Apalagi pascasarjana,”

Ibu tidak menjawab sepatah katapun. Langit yang semula jingga semakin terlihat gelap. Azan berkumandang. Ibu pun menghentikan aktivitasnya dan masuk ke dalam rumah. Biasanya setelah itu masuklah ke dalam kamar. Kemudian aku kembali mengerjakan tugasku . Rasanya, ada yang belum tuntas. Masih ada yang disimpan oleh ibu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah, harus dipikirkan pertanyaan ibunya itu, hehehe. Sukses selalu dan barakallahu fiik

23 Jan
Balas



search

New Post