Antara Guru dan Sertifikat
Lebih dari jumlah jari tangan, pelatihan yang pernah saya ikuti. Salah satu pelatihan yang saya ikuti atas inisiatif sendiri adalah Pelatihan Pengembangan Media Alat Peraga Matematika dan IPA Tingkat SD/Sederajat Sekota Batam pada 29 Agustus 2015 di SMA Kartini, Batam. Rasa ingin tahu akan penggunaan alat peraga tersebut dan iming-iming sertifikat yang tertera 30 Jam Pelajaran (JP), membuat saya berminat menjadi peserta. Bohong jika saya mengatakan sertifikat itu tidak penting. Itu salah satu harta berharga bagi guru saat ini. Sertifikat yang hanya selembar kertas menjadi incaran para guru. Bermodalkan sertifkat 30 JP, guru khususnya ASN (Aparatur Sipil Negera) telah menggenggam 1 angka kredit yang berguna untuk kenaikan pangkat.
Mengharap pelatihan, seminar, atau workshop dari pemerintah bagai menanti hujan di musim kemarau. Tipis sekali harapan. Saya dan para guru lainnya perlu berkorban. Menyisihkan sedikit dari yang kami dapatkan. Bukankah negara ini sudah memberi banyak untuk kami? Lalu, nikmat mana lagi yang harus kami dustakan? Guru sejatinya tidak hanya menuntut kesejahteraan tapi juga perlu meningkatkan kemampuan. Dengan begitu, terasalah faedah dari apa yang telah pemerintah kucurkan.
Sertifikat untuk kenaikan pangkat. Sertifikat juga cambuk guru untuk mengaplikasikan apa yang tertera di dalamnya. Apatah gunanya sertifikat jika ilmu yang diperoleh tidak diterapkan dan dibagikan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar