SITI AMALIA

guru matematika yang suka membaca dan menulis....

Selengkapnya
Navigasi Web
CHANGE MANAGEMENT

CHANGE MANAGEMENT

Mengapa Harus Berubah?

“Perubahan adalah bagian yang penting dari management. Setiap pemimpin diukur keberhasilannya dari kemampuannya dalam memprediksi perubahan dan menjadikan perubahan tersebut menjadi suatu potensi.” Robby Djohan

Itu adalah kata-kata mutiara dari mantan Bos Garuda Indonesia, Robby Djohan, menggaung dan memotivasi bagi siapa saja yang ingin berubah. Sejatinya tidak ada yang abadi di dunia ini. Semua memiliki titik awal dan akhir. Segalanya berubah. Manusia pun berubah. Ada satu hal yang abadi yaitu perubahan itu sendiri. Perubahan selalu abadi dengan perubahannya. Sehingga ia konsisten berubah. Bila ia konsisten berubah, maka manusia harus berkembang sesuai dengan perubahan itu.

Adalah “Brother”, merek mesin ketik yang dahulu sangat berjaya pada masanya. Semua kantor mempunyai mesin ketik itu. Akhirnya ia tergantikan dengan computer. Lalu ada merek telepon genggam dari benua Eropa “Nokia” yang semua orang memakainya. Pada saat itu ia menjadi brand yang paling dicari banyak orang, namun sekarang orang lebih memilih merek telepon genggam yang lain yang lebih up to date fitur-fiturnya.

Mengapa manusia harus berubah? Bukankah tidak berubah itu menyenangkan?! Bukankah perubahan itu melelahkan?! Kata “Berubah” adalah ilmu pasti dalam manajemen. Tidak ada kata lain dalam ilmu manajemen atau praktek bisnis yang begitu memukau selain kata CHANGE. “Change” dianggap sebagai sesuatu yang paling abadi di atas dunia ini. Sebagian besar, mungkin kita termasuk di dalamnya, membencinya karena menghancurkan sesuatu yang sudah bertahun-tahun berjalan normal, di mana kita tak bisa menolaknya.

Manajemen perubahan adalah hal yang penting, karena orang-orang dalam organisasi membutuhkan asistensi untuk menghadapi dan merespon perubahan itu sendiri. (Tanya Du Plessis 2016) Orang-orang yang berada di atas dalam sebuah organisasi mempunyai tanggungjawab untuk menciptakan strategi dalam menghadapi perubahan itu. Manajemen perubahan bertujuan untuk mengusahakan perubahan yang berhasil. Misalnya perubahan teknologi dalam pendidikan, seorang pemimpin beserta jajarannya mengusahakan agar teknologi itu mengimbas ke segala bidang, dalam pengajaran, perpustakaan, penilaian guru, dan lain sebagainya.

Perubahan pun membutuhkan waktu, uang, sumber daya manusia yang handal. Selain itu dalam perubahan haruslah dipikirkan factor-faktor pendukung yang lain misalya, pemangku kebijakan. Mengubah hal-hal yang sudah baku pasti menghadapi banyak tantangan dan hanya beberapa dari organisasi-organisasi itu mengarah pada keberlangsungan jangka panjang. (Charlotte Klinga 2018) Sehingga pada akhirnya kita dihadapkan pada dua hal, berubah atau punah.

Agar Percaya

Pengaruh prinsip-prinsip keimanan dalam beragama mengakar kuat dalam konsep-konsep manajemen perubahan. Prinsip-prinsip tersebut menekankan pentingnya “Believe” (percaya) untuk mampu “melihat” perubahan. Tuhan yang tak berwujud bisa dirasakan kehadiran-Nya kalau kita percaya. Namun dalam perubahan banyak hal yang tidak mudah dibaca dengan kasat mata. Sebagian orang melihat tetapi yang lain tidak, sedangkan yang melihat saja belum tentu bergerak kalau ia tidak percaya atas apa yang dilihatnya.

Dalam melakukan perubahan, kalau pemimpinnya dapat dipercaya, tidak bias, berkarakter, mempunyai keahlian yang dihormati dan menjalankan apa yang diucapkan maka ia bisa membangkitkan kepercayaan. Tetapi tidak semua orang bisa begitu serta merta percaya. Sebagian orang lain lebih percaya kepada pemimpin yang lain dan sebagian lagi sangat kritis, baru percaya ketika sudah melihat bukti-bukti. Sehingga ada yang harus melihat hasil perubahan dulu baru percaya.

Pertanyaan selanjutnya adalah: mana yang lebih penting, 1) komitmen mengikuti keberhasilan perubahan atau 2) komitmen yang mendorong perubahan? Untuk pernyataan pertama, seseorang akan berkomitmen bila sudah terlihat keberhasilan. Sedangkan untuk pernyataan kedua, seseorang berkomitmen karena kepercayaannya terhadap perubahan yang ditimbulkan. Kelompok pertama disebut masyarakat yang cenderung selfish dan kelompok kedua disebut masyarakat yang cenderung altruistic.

Sebagian besar orang tentu saja mengatakan komitmenlah yang mendorong keberhasilan. Karena keberhasilan dapat teraih bila semua orang komit akan keberhasilan itu. Komitmen pula yang mendorong kepercayaan dan semangat kerja. Bila kita melihat mengapa orang-orang perantauan sukses dalam berbisnis, maka mereka akan mengatakan bahwa kesuksesan adalah kerja keras, kejujuran dan keuletan. Sedangkan kerja keras, kejujuran dan keuletan merupakan manifestasi dari pelaksanaan komitmen. Hasil dari komitmen yang mendorong keberhasilan ternyata luar biasa. Sehingga untuk memulai perubahan, tentulah kita sepakat bahwa kita harus percaya terlebih dahulu baru kita dapat melihat realita yang sesungguhnya. Dari tahap itu, pertama kita berkomitmen sebelum kita bertindak.

Garuda Indonesia misalnya. Ia pernah mengalami masa-masa jaya. Di Asia ia pernah menjadi armada terbesar yang menguasai jalur-jalur penerbangan penting. Garuda ditahun 90-an, mengalami masa-masa sakit karena salah urus dan kurang cepat merespon perubahan. Kemudia diakhir tahun 90-an Garuda sempat akan ditutup karena cash flow yang negative serta berutang yang melampaui modalnya sendiri. Garuda berhasil diselamatkan tahun 2000-an setelah dilakukan restrukturisasi, turnaround, perubahan manajemen. CEO Garuda saat itu memulai dengan membentuk Tim Reformasi, merampingkan jumlah karyawan, menutup jalur-jalur rugi, meningkatkan waktu pelayanan. Para karyawan melihat hasil perubahan itu, misalnya penghargaan Internasional, citra membaik dan keuangan lebih sehat. Akhirnya mereka percaya bahwa perubahan yang dilakukan Robby Djohan membawa pada keberhasilan. (Susanto 2016)

Memulai Perubahan

Apa yang mempercepat perubahan? John C. Maxwell mengatakan bahwa action-lah yang menjadi katalisator dari perubahan. Pemahaman mungkin akan merubah pemikiran. Tetapi action akan merubah hidup kita. Bila kita bertindak, kita akan berubah, dan bisa jadi perubahan itu akan membawa perubahan kepada yang lainnya. (Maxwell New York) Kita sudah yakin bahwa perubahan terhadap organisasi akan selalu terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Lalu kita berkomitmen akan perubahan itu dan yakin dengan hasil yang akan didapatnya. Namun kita masih meraba-raba hendak mulai dari mana perubahan itu dan bagaimana cara berubahnya. Seringkali kita menyadari bahwa jalan yang kita tempuh kurang tepat bahkan melenceng. Sehingga suatu organisasi harus memutar haluan. Turnaround (putar haluan) adalah istilah yang banyak digunakan dalam change management untuk memperbaiki institusi yang sedang sakit.

Dalam menghadapi perubahan, baiknya kita belajar pada gajah dan pengendaranya. (Chip Heath 2010, 8) Gajah adalah binatang yang cerdas, penuh dengan cinta dan kesetiaan. Pengendara gajah harus mengetahui karakter gajah. Bila manajer menginginkan perubahan, hanya meraih gajah saja, maka perubahan hanya sekedar semangat tanpa tujuan. Bila perubahan hanya meraih pengendara, maka anggota organisasi seolah memiliki pengertian tanpa passion. Jadi perubahan haruslah dapat meraih pengendara dan gajah. Karena pengendara memiliki perencanaan dan petunjuk sedangkan gajah memiliki energy. Bila keduanya berdampingan maka akan tercipta perubahan yang berkesinambungan.

Manajemen perubahan dapat dipikirkan sebagai aktivitas bersama yang dapat meningkatkan efektivitas. Selain itu manajemen perubahan menjadi suatu proses yang penting yang dimanaj oleh individu dan organisasi untuk dapat bertahan. (Faisal Shafique Butt, Samina Nawab, Mohsin Zahid 2018) Dari sinilah kemudian terciptalah dua karakter pemimpin yaitu pemimpin reaktif dan kreatif. (Kasali 2005) Berikut ini perbedaan antara pemimpin reaktif dan pemimpin kreatif ditunjukkan dalam table:

REAKTIF

KREATIF

· Cenderung menolak perubahan

· Cepat tersinggung

· Mencurigai

· Berwawasan sempit

· Konservatif

· Iri, dengki, cemburu

· Cause & effect

· Cenderung mendorong perubahan

· Objektif

· Berpikir positif

· Wawasan luas, penuh ide cemerlang

· Motivasi tinggi, energetic, intelektual

· “can do” oriented / spirit

Pemimpin merupakan hal pertama dan utama dalam memimpin perubahan. Dari pemimpinlah suatu organisasi dibawa menuju perubahan. Pemimpin pula yang membuka wawasan orang-orang di bawahnya untuk percaya dan berkomitmen akan perubahan. Selanjutnya, dalam menghadapi masalah-masalah organisasi yang menuntut perubahan, pemimpin tipe kreatiflah yang dapat membawa organisasi menuju organisasi yang tak takut akan perubahan, menjadi organisasi yang sehat, yang mampu menjawab tantangan zaman. Ada 3 tipe pemimpin yang dibutuhkan dalam perubahan suatu organisasi sesuai kejadian yang dialaminya. Berikut ini kejadian dan tipe manajer yang dibutuhkan dalam organisasi:

NO

ISSUE

TIPE ORANG YANG DIBUTUHKAN

1

Cashflow negative dan persistent

Slash and burn

2

EBIT negative dan persistent

Slash and burn

3

Penjualan merosot terus

Slash and burn

4

Moral kerja merosot / rendah

Holistic

5

Kualitas produk rendah

Holistic

6

Tidak ada inovasi dan respon

Holistic

7

Control yang rendah

Praktikal

8

Strategi tidak memadai

Praktikal

9

Akuntabilitas tidak meyakinkan

Praktikal

‘Slash and Burn’ Leader

Pemimpin-pemimpin bertipe ‘Slash and Burn’ bekerja berdasarkan angka. Dalam sekejap ribuan orang dirumahkan. Meski terkesan tidak manusiawi, ia melakukan itu demi menyelamatkan perusahaan. Pemimpin tipe ini biasanya dibutuhkan pada saat kondisi perusahaan mendekati krisis yang berujung pada kematian. Namun pada gaya kepemimpinan ini, konflik sangat potensial untuk tersulut. Bila tetap diterapkan gaya ‘Slash and Burn’, maka organisasi akan chaos dan muncul penolakan-penolakan yang tidak produktif. Maka dibutuhkan pemimpin bergaya holistic.

Holism manager

Seorang pemimpin yang bergaya holism atau holistic bekerja dengan semangat bekerja sama. Ia datang dengan tujuan membangun kembali puing-puing yang berserakan dan menyatukan perusahaan. Biasanya ia memulai kerjanya dengan mengumpulkan semua staffnya ke dalam sebuah ruangan dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka, lalu memberikan pencerahan tentang masa depan dan perlunya bekerja sama. Adakalanya ia juga mengundang pihak ketiga. Filosofi seorang holistic didasari anggapan bahwa sesungguhnya perusahaan tidak sakit, melainkan gagal tumbuh karena berbagai sumber daya yang ada gagal bekerja sama. Maka ia datang untuk menyatukan komponen-komponen yang jalan sendiri-sendiri itu agar bergerak berirama dan produktif.

Practical manager

Seorang practical manajer melihat organisasi yang gagal menjadi produktif karena perusahaan tidak bekerja dengan system dan control yang baik. Biasanya practical manager berasal dari perusahaan-perusahaan terkenal yang system dan cara kerjanya sudah terstruktur rapi. Di perusahaan yang sedang sakit itu ia melihat berbagai prosedur kerja yang tidak didasarkan atas kriteria-kriteria usaha yang benar. Maka pertama-tama yang harus diperbaiki adalah struktur dari sistemnya, bukan orangnya.

Menghilangkan Keengganan akan Perubahan

Kesulitan pertama seorang manusia untuk berubah adalah banyak hal-hal negative yang melingkupi kepalanya akan perubahan itu. John C. Maxwell merangkumnya dalam 14 alasan. Berikut ini adalah 14 alasan mengapa manusia enggan berubah menurut John C. Maxwell: 1) Perubahan itu bukan datang dari diri orang tersebut, 2) gangguan terhadap rutinitas, 3) perubahan menimbulkan ketakutan-ketakutan terhadap sesuatu yang baru, 4) tujuan perubahan tidak jelas, 5) perubahan menimbulkan rasa takut kegagalan, 6) pengorbanan yang diberikan terlalu besar, 7) sudah sangat puas dengan kondisi sekarang, 8) pikiran-pikiran negative, 9) para pengikut yang tidak punya respek pada pemimpinnya, 10) kecemasan seorang atasan, 11) perubahan bisa berarti kehilangan sesuatu, 12) perubahan menuntut tambahan komitmen, 13) berpikir sempit 14) terperangkap tradisi.

Untuk memahami uraian di atas mari kita simak contoh berikut ini. Di suatu kantor media cetak, pihak manajemen ingin melakukan perubahan. Hal mudah bila kita berbicara saat ini, yaitu mengubah mesin tik menjadi computer. Saat ini sangat mudah, namun jaman dahulu ketika seseorang mengawalinya tentu sesuatu yang fenomenal. Sangat mudah ditebak kelanjutannya, hampir semua wartawan menolaknya. Sebenarnya mereka sudah mendengar bahwa computer dapat mengubah pekerjaan menjadi lebih produktif. Mereka enggan belajar kembali, yaitu menghabiskan waktu mengulik computer. Karena dengan mesin tik mereka sudah terampil, walau itu merepotkan. Secara sadar para wartawan itu mengetahui bahwa computer memiliki manfaat yang lebih besar, namun mereka enggan mengadopsinya. Karena di sisi lain sebenarnya, mereka enggan meninggalkan kenikmatan-kenikmatan yang sudah mereka peroleh yaitu menggunakan computer pasti ruangan harus ber-AC, lalu secangkir kopi dan rokok pun tak ada lagi. Itu yang mereka khawatirkan tidak ada lagi.

Saya yakin saat ini tak ada lagi contoh seperti itu. Semua sudah komputerisasi saat ini. Dengan contoh itu kita dapat melihat bagaimana seorang manajer merubah dari mesin ketik ke computer yang manfaatnya dapat kita rasakan saat ini. Kita harus berhasil meyakinkan orang-orang dengan perubahan itu dan bisa jadi dengan sedikit memaksa untuk menerima perubahan. Baiklah kita simak contoh berikutnya yang tak jauh dari dunia pendidikan saat ini.

Saat kurikulum 2006, para guru di SMP XYZ terbiasa mengumpulkan hanya 1 nilai setiap semesternya. Walau satu nilai itu sudah termasuk nilai sikap, praktek, tes tulis, dan lainnya, namun banyak dari para guru itu yang membuat nilai secara dadakan dan ntah dari mana datangnya nilai itu. Kemudian pemerintah mencanangkan kurikulum 2013 yang penilaiannya terdiri dari nilai sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam memberi nilai pun perlu diberikan deskripsi. Semua dilakukan secara komputerisasi di mana setiap guru diberikan software penilaian yang mereka menginput tiga nilai. Mau tak mau para guru di SMP itu pun berubah. Awalnya memberikan nilai kepada kurikulum berupa lembaran kertas berubah menjadi nilai softcopy. Guru-guru yang gagap teknologi dipaksa untuk melek teknologi. Kemudian dinas pendidikan setempat memberlakukan keputusan bahwa semua sekolah di kota tersebut penilaiannya menggunakan e-Rapor yang terkoneksi langsung dengan website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Dengan ini setiap guru tidak bisa mengarang nilai. Karena mulai dari jumlah Kompetensi Dasar setiap jenjang, banyaknya ulangan dan jenis ulangan yang diberikan kepada siswa sudah dilaporkan di awal tahun pelajaran. Selama tahun pelajaran berjalan, para guru tinggal mengisikan nilai ulangan dan sikap serta absensi siswa.

Bagaimana para guru bisa berubah dari mengumpulkan satu nilai hingga menggunakan software penilaian sampai e-Rapor? Jawabannya adalah harus ada leader yang mengawali perubahan yang menghilangkan kecemasan akan 14 sumber ketakutan perubahan Maxwell. Leader itu harus bersifat kreatif dan menganut salah satu dari tiga sifat pemimpin turnaround. Serta dapat mengubah dari “melihat dulu baru percaya” kepada “karena percaya maka saya melihat”. Karena tak semua hal-hal di dunia ini harus dibuktikan keberadaannya terlebih dahulu baru dipercayai. Bila semua orang memiliki mindset seperti itu, maka perubahan akan jalan di tempat.

Setiap orang yang berkomitmen untuk berubah, dalam benaknya dipenuhi dengan harapan-harapan. Namun harapan-harapan itu diperlukan manajemen juga. Karena tidak semua harapan itu terwujud dan dapat dipenuhi dengan perubahan. Tidak semua harapan muncul sebagai jawaban dari janji-janji pemimpin. Ada lima mitos yang dapat mengganggu cara berpikir bawahan. Mitos tersebut adalah: 1) perubahan selalu ditandai dengan kehidupan yang lebih baik, 2) perubahan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang muda, 3) perubahan dilakukan bila ada masalah serius, 4) saya diangkat untuk meneruskan hal-hal yang dirintis oleh para pendahulu saya, 5) perubahan berarti PHK.

Pemimpin harus bertindak bijak dengan mengkomunikasikan hasil-hasil perubahan dan upaya-upaya yang telah dilakukan beserta alasan logis dibaliknya. Pemimpin yang baik tak membiarkan bawahannya hidup dalam mitos, mereka harus diajak melihat apa yang dilihat pemimpinnya dan belajar hidup dalam alam yang lebih realistis. Belajar bukanlah sekedar mengadopsi pemikiran baru. Namun belajar juga berarti membuang cara berpikir lama. Membiarkan bawahan hidup dalam alam ilusi sama saja dengan membuang waktu sia-sia tanpa memberi kesempatan untuk bangkit menghadapinya. Hidup dalam alam yang real adakalanya menakutkan. Tapi sebenarnya tak semenakutkan yang dipikirkan. Pun dunia real seringkali menyulitkan, namun apapun nama dan dan persoalannya ia tetap real.

Perubahan dalam Alam Birokrasi

Sedari tadi contoh-contoh yang disajikan adalah dalam alam korporasi. Namun bagaimana perubahan pada alam birokrasi. Indonesia setelah masa reformasi, banyak menelurkan pemimpin-pemimpin birokrasi yang mengusung jiwa pembaharu, menyebarkan nafas perubahan. Sebut saja Ibu Tri Rismaharani, Awang Faroek, Basuki Tjahaja Purnama, Ridwan Kamil, Bima Arya, Joko Widodo, Anies baswedan, Sandiaga Uno, dan masih banyak lagi. Mereka memanfaatkan powernya untuk mengubah birokrasi ke arah lebih baik. (Kasali, Change Leadership Non-Finito 2017)

Ketika Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur DKI, pertama kalinya diadakan rotasi kepala sekolah dan guru-guru, mulai dari tingkat SD hingga SMA. Sehingga tidak ada guru senior yang bercokol di sekolah dalam waktu yang lama. Kebijakan ini awalnya diprotes banyak pihak. Namun Ahok, demikian panggilan Bapak Basuki Tjahaja Purnama, tak bergeming. Beliau tetap memindahkan guru-guru dan kepala sekolah. Akhirnya perubahan ini membawa hasil positif. Sekolah-sekolah berganti guru, membawa angin segar dan semangat baru kepada guru, sekolah itu sendiri dan berimbas pada murid-muridnya. Keluar dari zona nyaman, awalnya pasti membutuhkan adaptasi, namun dengan itu kita ditempa dan belajar banyak hal positif.

Perubahan yang dilakukan di ranah birokrasi pastilah banyak hal yang tak tuntas, karena masa kerja seorang kepala daerah yang terbatas. Oleh sebab itu, diperlukan pemimpin selanjutnya yang berjiwa besar yang ikhlas melanjutkan program-program pemimpin terdahulu. Selain itu butuh rakyat yang menghargai semua jerih payah pemimpinnya walau belum selesai, bukan mencemooh dan menghujatnya.

Penutup

Perubahan dapat dijadikan sesuatu yang menyenangkan. Hal ini dapat terwujud bila semua orang ikut berpartisipasi. Seorang pemimpin harus mengerti mengapa kebanyakan orang tak ingin untuk berubah. Kondisi ini dapat diantisipasi dengan mengajak bawahan untuk “memiliki” perubahan itu. Libatkan mereka untuk merumuskan perubahan itu, sehingga semua orang merasa memiliki masa depan. Hal ini karena banyak mitos yang melingkupi mereka. Pemimpin harus menetapkan sasaran dan standar yang jelas, memberikan perhatian, apresiasi, dan contoh-contoh serta cerita-cerita sehingga bawahan merasa satu visi dan misi dengan pemimpin dalam menggapai perubahan.

Perubahan bukanlah sesuatu yang mudah terjadi. Perubahan akan terjadi bila ada yang memimpinnya. Pemimpin ini diberi mata hati oleh Tuhan untuk melihat apa yang tidak atau belum dilihat oleh orang lain. Tapi kelebihan itu tak serta merta membawa kepada perubahan yang ia impikan. Sang pemimpin harus membawa orang lain untuk melihat sama seperti yang ia lihat, menggerakkannya dan menyelesaikan perubahan itu. Pemimpin haruslah dekat dengan Tuhan. Agar Tuhan menjaganya, menunjukinya jalan, menguatkan pundaknya untuk meyakinkan dan membawa orang-orang disekitarnya kepada perubahan yang sejatinya tidak mudah. Sesungguhnya perubahan tak mungkin terjadi bila Tuhan tidak berkehendak. Tuhanlah yang merubah dan menggerakkan orang-orang untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini mengungkung mereka, tentunya lewat tangan pemimpin. Sehingga semua orang menyadari bahwa pada akhirnya bila harapan sebagai manifestasi dari perubahan itu terwujud, itu atas kehendak Tuhan. Bila belum terwujud, itupun atas kehendak Tuhan. Ada pesan Tuhan dan hikmah yang berharga dibalik ketidakterwujudan tersebut. Karena Tuhan Melihat usaha hamba-Nya bukan pada hasil akhirnya.

DAFTAR PUSTAKA

Charlotte Klinga, Henna Hasson, Magna Andreen Sachs and Johan Hansson. "Understanding the dynamics of sustainable change: A 20-year case study of integrated health and social care." Klinga et al. BMC Health Services Research 18: 400, 2018: 2.

Chip Heath, Dan Heath. Switch: How to Change Things When Change Is Hard. New York: Broadway Books, 2010.

Faisal Shafique Butt, Samina Nawab, Mohsin Zahid. "Organizational Factors and Individual Effectiveness: Moderating Role of Change Management." Pakistan Journal of Psychological Research, Vol. 33, No. 1, 2018: 75-100.

Kasali, Rhenald. Change Leadership Non-Finito. Jakarta: Mizan, 2017.

—. Change! Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Maxwell, John C. The Power of Your Leadership: Making a Difference with Others. 2017: Center Street, New York.

Susanto, Feby Dwi. Detik Finance. May 13, 2016. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3210106/mengenang-robby-djohan-mantan-ceo-bumn-dan-bankir-bertangan-dingin (accessed October 18, 2018).

Tanya Du Plessis, , Tiyani Tyson Mabunda. "Change Management in an Academic Library in the Knowledge Economy." South African Journal of Libraries & Information Science Vol. 82 Issue 1, 2016: p53-61. 9p. DOI: 10.7553/82-1-1596.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow mantaps, sukses selalu dan barakallah. Sepertinya ini masuk jenis opini,

29 Oct
Balas



search

New Post