Amilia Rahma Sania

Saya adalah seorang ibu dari dua amanah yang luar biasa.Kedua anak saya adalah permata hati yang sangat luar biasa.Yang pertama cerdas matematika.Yang kedua cer...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guru Bukanlah Malaikat

Guru Bukanlah Malaikat

GURU BUKANLAH MALAIKAT

Di perahu yang mengantarkan guru-guru Giligenting dari pelabuhan Tanjung ke pelabuhan Bringsang, terjadi perbincangan yang sangat menarik. Seorang guru senior terlihat kuyu. Wajahnya terlihat kesal dan sebal melihat kerumunan teman guru yang lain. Permainan kartu yang sedang menghibur, tidak bisa meluruhkan keletihan hatinya. Bagaimana tidak pepat hati, sudah dua puluh tahun mengabdi, sertifikasi belum mampir. Sedangkan banyak guru muda yang baru dilantik, sudah susul menyusul berangkat diklat lalu UKG. Maksud hati ingin merasakan kesejahteraan yang sama. Apalah daya sebagai lulusan Diploma, tentu tidak masuk dalam persyaratan pemerintah. Mau kuliah, terhambat biaya. Anak sudah besar dan juga sedang kuliah.

“Ada apa, Bu? Kok kelihatan sedih.”tanya seorang bapak yang memberanikan diri.

“Pemerintah tidak adil! Saya selalu masuk mengajar walau keadaan alam tidak mendukung.” curhatnya dengan keras.

“Lo,kenapa tidak adil?”

“Seperti Bapak ketahui, tunjangan kepulauan tidak merata. Sertifikasi pun saya tidak bisa. Katanya guru sekarang sudah sejahtera? Tapi tidak untuk saya pak. Coba lihat di sekeliling kita, ada guru yang tidak bisa manajemen kelas. Tapi segala administrasi pembelajaran lengkap, maka muluslah kenaikan pangkatnya.”

“Lalu mengapa Ibu tidak memperbaiki diri? Belajar menggunakan laptop. Agar pembelajaran Ibu semakin menarik.”

“Saya sudah tua, Pak. Sudah terlambat belajar. Tapi saya berani kok dibandingkan dengan guru yang muda, saya pandai menguasai siswa. Anak-anak takut pada saya. Tulisan tegak bersambung di RPP saya juga lengkap dan rapi. Coba Bapak lihat tulisan mereka. Sebenarnya rugi pemerintah memberi mereka sertifikasi.” Tukasnya bersungut-sungut.

Bapak itu menganggukkan kepala tanda setuju. Atau tanda menghibur? Saya pun tak tahu. Saat sampai di pelabuhan, pick up telah menjemput para guru. Di bangku panjang dari kayu yang keras itu, pembicaraan berlanjut. Seorang guru muda yang rupanya baru mengajar dan masih GTT, tersenyum melihat saya. Rupanya dia memperhatikan saya, yang mengamati pembicaraan di perahu tadi. Dengan lirih dia bercerita.

“Guru SMA saya sangat unik bu. Ada guru PKn yang selalu berwasiat pagi kepada siswa dengan mantera yang tidak pernah berubah Allah mengawasi kita, ibu bapak mengawasi kita begitu seterusnya, entah apa maksud mantera itu dibaca berulang-ulang. Guru Kimia yang tidak pernah mengoreksi kerjaan siswanya, asal di baris paling atas di tulis bismillahirrohmannirrohiem, maka nilai 90 sudah dikantongi siswa tersebut. Guru Agama yang selalu menyapu, dan membiarkan muridnya hanya diam melihat, lalu tanpa menegur siswanya yang diam saja, terus menyapu. Saat siswanya senyum dan bilang” peace” [sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengah tanda “berdamai”] dengan santainya guru tersebut menjawab “peace”.

Tidak terasa pick up telah sampai ke sekolah. Saya mendapat sedikit pencerahan pagi itu. Sertifikasi atau tidak. PNS atau GTT tidaklah masalah. Guru adalah profesi terhormat. Saya yakin bila kita belum mendapat keberuntungan di dunia ini, maka saya yakin di akherat kita akan beruntung. Pemerintah telah memberikan tunjangan sertifikasi, tunjangan guru pelosok, tunjangan fungsional, tunjangan non sertifikasi, gaji tiga belas bahkan THR. Tunjangan tersebut turun dan cair beserta aturan yang mengikat. Harus Sarjana, linier, 24 jp dan lain lain. Kalaulah satu dan lain hal, kita belum beruntung. Bukankah semua itu kembali kepada keberkahan rezeki dan kebahagiaan batin?

Saya sebagai guru bahasa arab, yang ditempatkan di SMP. Juga belum mendapat kenikmatan tunjangan sertifikasi, karena kurikulum SMP tidak ada mapel bahasa arab. Tetapi ada beberapa lelucon menghibur yang terkadang berguna. Apabila saya guru bahasa Indonesia, tentu saya tidak dapat lulus tes PNS, karena saingan yang sangat banyak. Hehehe. Yang penting apa yang kita dapat lakukan, dan paham, bahwa tidak akan lari gunung dikejar. Berikan yang terbaik! Lalu serahkan pada Allah SWT Sang Pengatur yang sangat adil. Lihatlah kepada guru yang lebih menderita. Guru GTT yang gajinya hanya untuk dapat membayar ongkos perahu. Mengapa tetap bisa menghidupi dan menafkahi keluarga? Karena Allah Maha Kaya. Tidak semua hal bisa dilogikakan dengan logika matematika. Yang penting, kita harus berusaha menjadi guru profesional, membuat perencanaan, selalu meningkatkan kemampuan, selalu belajar. Dan tidak mudah menyerah. Lalu yakinlah “Allah bersama manusia yang selalu berusaha dan berdoa. Kemudian tawakkal”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa bu. Sangat mencerahkan dan memotivasi !

29 Mar
Balas



search

New Post