AMINI

Guru Bahasa Indonesia di SMPN1 Nganjuk.., lulusan Fak Sastra Univ Jember.., suka menulis puisi, sajak, syair.., padahal jurusan kuliahnya lebih bergelut dgn lin...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mama, Aku Sekarang Sudah Dewasa
Tantangan gurusiana

Mama, Aku Sekarang Sudah Dewasa

Langkah Aditya semakin mantap menapaki gang kecil itu. Dulu, di sana dia sering bermain petak umpet bersama teman sebayanya, Budi namanya. Juga ada Wahyu dan Widi. Mereka berempat tumbuh bersama. Tinggal di sebuah asrama tentara membuat mereka terlatih dalam banyak hal. Dia ingat betul ketika Wahyu harus memapahnya pulang karena ketika sedang bersembunyi tidak sengaja kakinya menginjak pecahan botol dari kaca. Seketika darah mengucur dari telapak kaki kanan Aditya.

Dengan dipapah perlahan Aditya harus tertatih dengan satu kaki. Pada awalnya Aditya ingin menangis akibat sakit dan ngilunya tertusuk pecahan botol itu. Tetapi Wahyu melarangnya. Sebagai laki-laki, apalagi anaknya seorang tentara Aditya harus kuat. Bukan karena umur yang paling muda di antara mereka berempat sehingga Aditya boleh menangis. Nggak boleh sama sekali! Mengingat itu semua Aditya tersenyum. Dalam hatinya dia kangen juga dia dengan si bogel, julukan Wahyu. Karena memang Wahyu berperawakan pendekar, pendek tapi kekar. Sedangkan Aditya sendiri tinggi cenderung kurus. Sehingga kalau mereka berjalan orang-orang menyebut mereka seperti angka sepuluh.

Warung Bulik Idaham masih buka. Kondisinya masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu, saat dia tinggalkan. Sejak dulu warung Bulik Idaham selalu ramai pengunjung. Semua kebutuhan pokok dijual di sana. Ibu-ibu, para istri tentara di asrama itu selalu berbelanja di warung Bulik Idaham. Tak terkecuali Aditya. Dia pun sering disuruh mamanya belanja di warung Bulik Idaham dengan membawa catatan yang dibuat mamanya. Pulangnya, Aditya kecil selalu membawa sekantong plastik berisi belanjaan.

Sampailah Aditya di depan sebuah rumah mungil yang terletak paling ujung. Pohon nangka dengan buahnya yang lebat masih berdiri kokoh di pojok kanan depan. Di bawah pohon itulah dulu dia sering bersembunyi dari kejaran mamanya. Setiap kali marah mamanya selalu memukulnya dengan telapak tangannya. Atau kalau nggak, Aditya sering mendapat cubitan kecil di pahanya hingga lebam.

Saat itu Aditya belum mengerti apa yang tengah terjadi pada mamanya. Setiap kali marah, entah kepada papanya atau kepada orang lain, mamanya selalu melampiaskan kekesalannya kepadanya. Dia hanya bisa menangis di dalam kamar. Papanya tak pernah tahu kepiluan hatinya. Bila mengingat itu semua, Aditya menjadi sedih. Dan sekarang, Aditya telah berdiri tepat di depan pintu rumah yang sudah hampir sepuluh tahun dia tinggalkan.

Diketuknya pintu rumah itu. Seorang perempuan tua menyambutnya. Tatapan mata mereka beradu. Senyum mereka mengembang, namun sesaat kemudian berubah menjadi tangisan. Kebahagiaan dan keharuan mereka menyeruak. Perempuan itu yang tak lain adalah mamanya memeluk Aditya. Tangisnya tak terbendung lagi. Aditya pun menangis sepuasnya di pelukan mamanya.

Papanya yang menyaksikan adegan istri dan putra sulungnya itu ikut bersimbah air mata. Berkat dorongan papanya, Aditya dititipkan kepada pamannya yang tinggal jauh di rantau. Entah apa yang dipikirkan istrinya, setiap kali Aditya melakukan kesalahan sekecil apapun selalu dipukulnya dengan tangannya. Sudah berkali-kali papanya menasihati, rupanya tak mengurangi kemarahan mamanya. Maka demi keselamatan Aditya, akhirnya anak itu dititipkan kepada pamannya di Lampung.

Hari itu Aditya telah pulang kembali ke hadapan mamanya. Aditya bisa merasakan tangis mamanya adalah tangis penyesalan, sedangkan tangis Aditya adalah tangis bahagia. Dia bisa bersama-sama lagi tinggal dengan mamanya.

"Mama, aku sekarang sudah dewasa," bisik Aditya dalam pelukan mamanya. Sejurus kemudian Aditya diajak mamanya ke kamarnya. Seolah hendak ditunjukkan sesuatu. Dan benar saja, tiba-tiba perempuan paruh baya itu mengeluarkan sebuah amplop besar warna coklat, tebal, dan berat dari almari pakaian. Amplop itu kemudian diserahkan kepada Aditya.

Papanya mengangguk saat Aditya hendak menanyakan hal ini. Dan ketika dibuka amplop itu oleh Aditya, betapa terkejutnya dia. Di dalam amplop itu terdapat uang kertas dengan pecahan yang sama.

"Ini gajimu yang selalu kamu kirimkan kepada mama setiap bulan sejak kamu bekerja."

"Mengapa tidak Mama pakai? Ini semua buat Mama." Dan mamanya pun menggelengkan kepalanya.

"Tidak Nak, ini semua milikmu. Ini semua bisa kamu pakai untuk masa depanmu. Maafkan Mama yang sudah tidak berlaku adil kepadamu. Maafkan Mama, Sayang," ucap mamanya kembali menangis.

Aditya memeluk erat mamanya. Papanya pun mendekat dan memeluk keduanya dengan bahagia. Akhirnya karang hati mamanya bisa roboh oleh ketulusan putra sulungnya yang sangat dirindukannya..#

#Nganjuk0612202

#tantanganharike-317

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Anak yang berbakti. Mama yang pengertian. Mantul ceritanya

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda. Salam sehat dan sukses selalu.

06 Dec

Keren abis bunsay, ending yg mengharukan, ikut terbawa suasana cerita, sukses selalu ya bunsay

07 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda cantik. Sukses juga buat Bunda.

07 Dec

Sungguh, perasaanku hanyut dalam alur cerita. Ikut merasakan sesal dan bahagia yang tergambar nyata. Meski tak disampaikan mengapa dulu sikap mamanya seperti itu, cerita ini berhasil menguras simpati dan airmata. Mantap, Bunsay.

06 Dec
Balas

Maaf Enin sayang, gambaran perwatakan tokoh mama kurang detail ya? Saya lebih fokus pada tokoh Aditya. Terima kasih sudah diingatkan. Cerpen mendatang akan saya gatekkan analisa dari Enin ini. Terima kasih juga apresiasinya Enin sayang. Salam sayang selalu.

06 Dec

Jadi terharu, Alhamdulilah mamanya sadar. Apa yg membuatnya marah sampai memukul.begitu? Mgkn kondisi kejiwaan atau kondisi ekonomi atau ada hal lain

07 Dec
Balas

Banyak faktor penyebabnya, Jeng. Terima kasih apresiasinya.

07 Dec

Aku terharu membacanya, sehat dan sukses selalu bu cantik

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda cantik. Salam sehat dan sukses selalu.

06 Dec

Terharu dengan kisahnya, mpe merinding saya .. keren Bunda. Sukses slu.

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda. Salam sehat dan sukses selalu.

06 Dec

Keren Bu... Jadi terharu. Semoga selalu sehat. Salam sukses dan salam literasi

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Pak. Salam sehat dan sukses selalu juga buat Pak Muslih.

06 Dec

Keren Bu, jadi terharu membacanya. Sukses selalu Bu

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda cantik. Sukses selalu juga buat Bunda cantik.

06 Dec

Syukurlah sang mama akhirnya menyadari hilafnya. Cerpen yang sungguh kereeeen. Barokallah jeng

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Umi cantik. Barakallah.

06 Dec

Anak berbakti bu

06 Dec
Balas

Benar Bunda. Terima kasih apresiasinya.

06 Dec

Cerpen yg keren bucan, ceritanya bikin baper.... salam literasi dan salam silaturahmi

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda cantik. Salam sehat dan sukses selalu.

06 Dec

Jd baper bacanya bucan, keren dan salam silaturahmi

06 Dec
Balas

Salam silaturahmi kembali, Bunda cantik.

06 Dec

Wanita yang beruntung karena memiliki anak yang berbakti. Menang doanya. Mantul Bunda...

06 Dec
Balas

Benar Bunda. Penyesalan mamanya melangitkan doa sehingga membuat Aditya tetap berbakti. Terima kasih apresiasinya Bunda.

06 Dec

Aduh jadi terhanyut deh dengan kisah ini bun

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda.

06 Dec

Terharu Bu.

06 Dec
Balas

Terima kasih apresiasinya Bunda.

06 Dec



search

New Post