Amin Sakir

Saya adalah guru di SDN Kertagena Laok 1 Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekasan....

Selengkapnya
Navigasi Web
Gagal Piknik
Gambar hasil mendownload di google

Gagal Piknik

Penulis : Amin_S

Pagi cerah sekira pukul 08.00 WITA. Matahari sudah sepenggalah. Langit biru membentang menabur rasa suka cita bagi seluruh isi semesta. Painem dan Paijo, sepasang suami isteri transmigran asal Jawa Tengah juga merasakan kebahagiaan yang luar biasa.

Setelah mendapat passing board dan melewati prosedur lainnya, Painem tampak sedang duduk dengan hati berbunga-bunga di ruang tunggu bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Paijo, suaminya, juga tak kalah sumringah. Duduk tepat di samping Painem memangku ransel lusuh di pahanya. Tampak juga cewek tour guide sedang memberi arahan kepada sepasang suami isteri itu beserta rombongan.

Painem tak henti mengucap syukur atas karunia Tuhan yang diterimanya. Seperti mukjizat yang tak pernah terbayang sebelumnya, dia bakal mendapat kebahagiaan seperti hari ini. Painem bersama Paijo suaminya serta rombongan akan terbang menuju Turki. Negeri indah yang menjadi jembatan antara benua Asia dan Eropa dengan pesona alamnya yang memukau.

"Mas Jo, besar nian nikmat Tuhan yang kita terima. Jangankan ke Turki, pergi ke Makassar saja kita hampir tidak pernah, kecuali ada diklat yang mengharuskan kita ke sana," ucap Painem.

Bayangan Painem melayang pada peristiwa bulan lalu, saat dirinya diundang ke balai kota Kabupaten Wajo. Bersama lima guru lain dia mendapat penghargaan sebagai guru paling berdedikasi sekabupaten Wajo selama virus covid-19 menghantam dunia.

Meski tak pernah berharap, ternyata dedikasi Painem mendapat apresiasi dari pemerintah daerah. Jerih payah dan pengorbanannya mengetuk hati para pejabat Dinas Pendidikan. Bukan hanya apresiasi biasa, dia bersama suami mendapat tiket piknik ke Turki. Gratis !

Meski kalau boleh menawar, dia akan memilih berangkat Umroh saja.

"Attention : Good morning ladies and gentelmen, Flight 56K7 to Islamabad Turkey is now boarding. Would all of passengers please pass on to gate C2. Thank you." Terdengar suara renyah annoucer dari pengeras suara.

"Mas Jo, opo kui?" Bisik Painem ke suaminya sambil cekikikan.

Paijo, sebagai guru sukwan dan merangkap operator sekolah tak mau jatuh martabat di depan isteri tercintanya. Paijo mencoba mengingat-ingat kembali beberapa kata yang mungkin bisa dia pahami di pengumuman barusan. Keningnya mengernyit sebentar lalu matanya melirik ke arah penumpang lain.

"Kita disuruh naik, Dek," ucap Paijo lugas, sambil bangkit dari duduknya mengikuti penumpang lain yang sudah mulai melangkah dan mengangkat barang bawaan menuju pesawat.

"Ah, sok tahu, kamu itu Mas, bilang aja sama-sama ora mudenge to?" Sergah Painem sambil mendorong bahu suaminya.

Paijo hanya menutup mulut dengan tangan menyembunyikan tawanya.

Sepasang suami isteri bergandengan tangan menuju tangga pesawat. Ya, painem dan Paijo dua sejoli yang sedang beruntung siap-siap mengangkasa. Tangan kanan Paijo erat menggenggam tangan istrinya. Tas rasel butut sisa diklat kurikulum empat tahun lalu dia tenteng di tangan kiri. Sekira tiga tangga lagi mereka memasuki pintu pesawat, tiba-tiba Painem menghentikan langkahnya.

"Ada apa dek?" Tanya Paijo sedikit panik

"Mas, ojo rame-rame. Gimana nanti kalau aku mabuk? Aku lupa gak bawa kresek." Painem tertegun, mengingat kebiasaan mabuknya saat di kendaraan.

"Ya Alloohhh deeek..., ini kita mau naik pesawat. Bukan arep numpak dokar," teriak Paijo gregetan sambil menyeret tangan isterinya ke arah pintu.

Beberapa saat kemudian, mendapat penjelasan singkat dari pramugari dan mencocokkan nomor kursi, Painem dan Paijo duduk berdampingan persis di sebelah jendela pesawat. Mata Painem di arahkan ke sekitar. Mulutnya tak henti berdecak kagum. Nampak puluhan pesawat berjejer rapi seperti bis di terminal kota.

"Luar biasa," gumamnya dalam hati.

Lima menit berlalu, semua penumpang sudah memasang sabuk pengaman, perlahan pesawat mulai bergerak. Perlahan, semakin cepat, dan semakin cepat, lalu lepas landas membelah angkasa. Painem tercekat. Mulutnya hanya bisa menganga. Rasa tak percaya bergumul dalam hatinya.

"Mas Jo, kita terbang Mas Jo, kita terbang...!" Seru Painem girang sambil menggoyang-goyang bahu Paijo lalu membenamkan muka ke dada suaminya. Mata Painem terpejam penuh bahagia.

Seketika dia teringat Bu Rina, Bu Nurul, Bu Pipit dan Bu Winda, teman-teman gurunya di sekolah tempat dia mengajar. Ada rasa menyesal tak bisa mengajak mereka pergi bersama. Andai mereka ada bersamanya, tentu suasana bakal makin menyenangkan.

"Ah, tapi mereka kan harus mengajar di sekolah. Kalau semua ikut, siapa yang mau ngajarin anak-anak murid? Lagi pula ini kan jatah untuk aku." Painem membatin, menepis rasa sesalnya.

Wajah Painem makin dalam tenggelam di dada bidang suaminya

Wong ko ngene kok dibanding-bandingke ...

Saing-saingke yo mesti kalah ...

Suara sumbang membangunkan Painem dari tidurnya. Dia cubit betis "maradona"nya. Sakit...!

"Ya Tuhan...," keluh Painem sambil menepuk jidat. Dia belum salat duhur.

Secepat kilat dia merapikan dasternya yang warnanya sudah luntur di sana-sini. Sekilas mengarahkan wajahnya ke cermin lalu keluar rumah.

"Bikin gaduh saja, wes ndang balek o...!" Ketus Painem sambil menyodorkan selembar uang dua ribuan ke arah bocah pengamen dengan muka kecut.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post