Sesungguhnya bukan semangat memakai baju adat yg perlu ditiru, tetapi semangat literasi dan community development nya yang harus di duplikasi dari seorang Kartini. Bagaimana ibu Kartini rajin berkorespondensi dengan mitranya di Belanda, sambil bertukar pikiran dan membangun community development dengan sekolah perempuannya, walau banyak mendapat tantangan dari masyarakat saat itu.

Di era digital seperti sekarang, pemikiran positif dari seorang RA Kartini dikembangkan dengan melakukan adaptasi terhadap teknologi dan kemajuan zaman. Melakukan pencerahan pemikiran melalui media sosial, membentuk komunitas lintas sektor yang mengedepankan semangat continuous improvement, belajar tanpa henti. Kartini di era 4.0 akan menyadari tantangan yang dihadapinya berbeda dengan Kartini pada masanya dulu. Banyak Kartini-Kartini yang lahir dengan kegigihan dan daya juang yang tinggi. Tegar menghadapi tantangan dan pantang menyerah, di berbagai bidang kehidupan.

Semua berawal dari semangat literasi RA Kartini. Buku yang diberikan oleh RA Kartono, telah menjadi jendela dunia bagi dirinya yang mengalami masa pingitan. Fisik boleh terpenjara dalam rumah. Namun pemikirannya melanglang buana, menjelajah ke seluruh dunia, dan membakar semangatnya untuk bergerak dan berbuat bagi kaumnya. Sebagaimana pula dilakukan oleh para pejuang perempuan Indonesia lainnya seperti Rangkayo Rasuna Said, Rohana Kudus, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika dan lain-lain.

Takdir, umurnya tak panjang. Diperistri oleh Bupati Rembang sbg istri ke 2, beliau wafat 4 hari stlh melahirkan anak pertamanya. Selamat Hari Kartini. Selamat meneladani kehebatannya, wahai kaum perempuan Indonesia.