Pertanyaan para tetangga terjawab sudah. Saat kemudian suami memutuskan untuk melaporkan kondisi kami ke pak RT. Anak-anak kemana bu? Biasanya kelihatan sering diluar rumah? Kami masih belum leluasa menjawabnya, sebelum ada kepastian.

Ya, akhirnya Rabu minggu lalu keluar hasil swab PCR saya dan suami. Alhamdulillah, negatif. Setelah menunggu lima hari dari kepastian anak-anak positif terkena covid19. 

Entah dari mana awalnya, Senin itu bungsuku demam. Seharian istirahat. Biasanya tugasnya cuci pakaian, tidak bisa dikerjakan. Pusing dan mual katanya. Gejala awal mirip tipes. Aku layani makan dan minumnya, sambil dia masih berusaha ikut zoom PJJ nya.

Senin malam kakak sulungnya gantian mengeluh pusing. Pulang kantor langsung tidur, setelah bebersihan. Tumben, ga biasanya. Esoknya si bungsu bilang badannya sudah lebih segar. Dan dia mulai menyicil cucian. Saya bersyukur. Tapi kakak sulung malah ambruk. Dua hari. Kamis dia merasa lebih enak, dan berangkat ke kantor. 

Rupanya di kantor dia ditegur bosnya. "Mas, kamu cek deh. Ga berani?" begitu kata bosnya. Akhirnya jumat pagi sulungku diantar Si Bungsu naik motor untuk tes swab antigen di lab Helix di daerah Kelapa Dua Cimanggis. Tiga puluh menit kemudian mas sulung telepon. "Umi aku reaktif" katanya. Aku jawab "kalau reaktif tuh gimana". Karena sama-sama tidak paham, aku telpon adikku yang berprofesi sebagai dokter. Adikku langsung instruksi, "bawa sini aja mba, ada yg mau di angkut ke wisma atlet". Aku sempat bengong. Secepat inikah? 

Aku kembali menelpon anak-anakku. Meminta Si Bungsu juga melakukan tes. Dan ... hiks juga reaktif. Akhirnya dua-duanya berangkat menuju tempat penjemputan ambulan, menuju wisma atlet. 

Jumat sore itupun penuh dengan telpon dan kordinasi keluarga. Juga melaporkan kondisi kami ke satgas covid yang dibentuk oleh komunitas. Gerak cepat dari teman-teman, Alhamdulillah. Malam dikabari bahwa saya dan suami tes swab PCR sabtu besok di puskesmas kecamatan Pancoran. 

***

Bersambung