Kisah Revolusi Jilbab (4)
Dyan dan Nuning harus berhadapan dengan ibu guru Fisika. Pasalnya, mereka berdua nekat memakai jilbab di pelajaran si ibu. Mereka diminta menghadap bapak kepala sekolah. Merasa mendapat jawaban yang ambigu, Dyan dan Nuning kembali ke kelas. "Apa jawaban bapak kepala sekolah?" tanya ibu fisika pelan tapi membuat kami deg-degan. "Bapak kepsek bilang, beliau tidak bisa melarang namun juga tidak menyuruh kami" ujar Dyan. Dyan masih bersyukur, bapak kepala berasal dari suku yang terkenal relijius, sehingga sedikit banyak tahu bahwa perintah berjilbab adalah wajib bagi Muslimah. Hanya karena terbentur aturan, maka beliau tidak berani mengambil sikap berbeda. Semoga beliau lapang di alam kuburnya, aamiiin.
Tampak ibu guru fisika bingung dengan jawaban bapak kepala sekolah. "Baiklah, untuk kali ini kalian boleh tetap di dalam kelas. Jangan sampai nanti beredar isu bahwa saya melarang kalian karena saya berbeda agama. Saya tidak mau (dikaitkan dengan masalah ini)" demikian lanjutnya. Fiuhh, Alhamdulillah kali ini aman. Walaupun tiap hari harus bongkar-pasang, ada saatnya mereka nekat. Risih rasanya harus memperlihatkan rambut dan tangan. Kaki lumayan tertutup dengan kaos kaki bola yang panjang selutut, walaupun tak syar'i. Kala itu, rok sekolah hanya sebatas lutut.
Episode lain adalah saat pelajaran olah raga. Bayangkan, sekolah tidak punya lapangan. Kalau olah raga harus berjalan melewati jalan raya dan menumpang di lapangan dekat mesjid Palapa, Pasarminggu. Melewati area terbuka dan tempat umum, tentu Dyan dan kawan-kawan tak kuasa membuka aurat. Dyan dan Nuning pun bermain petak-umpet. Diam-diam di jalan mereka kenakan jilbab sambil bersembunyi dulu di balik mobil yang parkir di depan sekolah. Pak guru hanya melirik tapi membiarkan. Alhamdulillah. Jadi semacam "testing the water" pada tiap mata pelajaran.
Hingga akhirnya suatu hari di tahun 1992, keluarlah aturan SKB 3 menteri yang mengatur seragam sekolah. Dyan ikut hadir pada acara sujud syukur bersama para jilbaber di halaman Mesjid Al Azhar Kebayoran. MasyaAllah, Alhamdulillah, Allahu Akbar. Tak henti lisannya mengucap syukur. Walau kemudian ternyata perjuangan belum usai. Masih banyak aturan yang tidak bersahabat dengan para jilbaber...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang bagus,penuh nilai perjuangan. Sukses dan salam kenal bunda
Salam kenal kembali ibu. Terima kasih.
Cerita yang luar biasa. Teringat masa sekolah dulu. Jika ada uang mau berhijab ke sekolah, harus melapor pada kepala sekolah dulu. Salam.sukses
Harus punya uang ya bu.. waduh. Salam sukses juga ya bu
Ya Allah. Saya baru tahu bund. Benar-benar perjuangan saat itu. Sukses berkah bund. Oia baru engeh kalau blm follow hehee... Sdh sy follow bund hihii
Jiaaah bu dewi... Alhamdulillah akhirnya follow