Hampir-hampir seluruh waktu tersita oleh pekerjaan. Rumah seakan sebatas persinggahan untuk istirahat.

Berimbas kepada minimnya kesempatan bercengkerama sesama anggota keluarga. Berakrab-akrab dengan anak hanya di sisa-sisa jeda. Saat raga sudah lelah. Ketika bad mood menyelimuti jiwa.

Sebuah realitas yang memprihatinkan. Tapi itulah salah satu ciri manusia modern. Semua bergerak, berjalan di atas kepentingan sendiri.

Lebih menyedihkan lagi. Sebab terguras sibuk, akhirnya Tuhan pun terlukan. Kebutuhan raga menyebakan terabaikannya nutrisi jiwa. Asyik menyelam dipesona dunia sampai memutus ikatan dengan langit.

Inilah "berhala-berhala" bertahta dalam diri selama ini. Daya pikat sumber bumi, dikejar merenggut sejumlah waktu luang. Sampai banyak manusia lalai karenanya. Tak butuh lagi menyembah.

Kepentingan dapat tercapai tanpa intervensi kekuasaan langit. Kebutuhan dapat terpenuhi meski tanpa ibadah. Di titik ini, banyak manusia menempatkan dirinya layaknya Tuhan. Dengan sadar. Atau terpedaya pesona fana.

Hadirnya Covid-19. Yang tak terduga. Dalam sekejap, langsung menyentuh hampir seluruh negeri. Umumnya negara yang tersentuh Virus ini mengumumkan kondisi darurat. Tak terkecuali Indonesia.

Mengingat penyebarannya yang sangat cepat. Social distancing pun diberlakukan. Hinggah hari ini. Dan entah akan berakhir sampai kapan.

Warga dunia panik. Sekikat Corona menjadi pandemi. Makhluk super kecil ini benar-benar menghancurkan kesombongan manusia. Tak terlihat tapi membawa pesan-pesan mulia.

Sekan berkata pada manusia:

"Wahai ayah-ibu yang sibuk. Yang mengabaikan anak. Manfaatkan waktu ini untuk berakrab-akrab dengan keluarga."

"Wahai para pemburu-pemburu dunia, masihkah tak butuh dengan Tuhan. Kembalilah pada fitrah."

Ikustrasi: Tirta.Com

Gowa, 26 Maret 2020

#SatuHariSatuTulisa

#TantanganGurusiana

#TantanganMenulisHari_11