Part 1

"Throw back" tahun 2018 yang bisa jadi "amazing year" bagi saya, karena pertama kalinya saya mengirim karya di Lomba Inovasi Pembelajaran Tingkat Nasional dan langsung berhasil masuk final. Berhasil melalui 3 tahap penilaian, yaitu penilaian administrasi, penilaian similarity (plagiarism) dan sitasi (citation), serta penilaian ketiga ( penilaian karya) pasca workshop yang diselenggarakan di Hotel Sahid Rich Jogjakarta selama 5 hari yang merupakan hotel bintang 5. Dari ribuan peserta hanya terpilih 180an di tahap workshop yang kemudian hanya diambil 102 orang yang berhasil masuk final. Berhasil menyisihkan ribuan peserta se Indonesia yang mengirimkan karya merupakan sebuah pencapaian yang tidak pernah saya duga. Tahun 2018 final dilaksanakan di Bali. Menginap di hotel berbintang 5 selama 5 hari itu seperti sebuah mimpi bagi saya seorang guru, saat itu kami diberikan fasilitas hotel yg luar biasa di Hotel Voux Legian Bali. Apalagi Kementerian Pendidikan juga membiayai seluruh perjalanan kami, saat itu saya memilih menggunakan pesawat garuda dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Memang ini bukan pertama kalinya saya ke Bali, tahun 2012 dan 2015 saya sudah pernah menginjakkan kaki di Bali atas biaya pemerintah juga (saat itu ada kegiatan study banding program pasca sarjana Univ Negeri Surabaya). Tapi tetap saja kesan yang sangat mendalam saat mengunjungi Bali seperti baru pertama kali. Saat itu saya membawa karya inovasi pembelajaran yang sangat sederhana, board games yang terbuat dari kertas kardus tebal yang dirangkai dengan tali kur. Saat itu saya berpikir untuk membuat media pembelajaran yang mendukung 3R Reduce, Reuse, Recycle dan bisa digunakan di daerah-daerah di Indonesia yang terluar, terpencil dan "ter" lainnya yang mungkin masih belum tersentuh internet atau bahkan listrik. Tapi sayang media pembelajaran tersebut belum berhasil meraih juara. Saya menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam media pembelajaran yang saya buat. Apalagi lawan-lawan saat itu sangat bagus dan jauh lebih keren karena mereka membuat media pembelajaran yang sangat menarik, ada yang berbasis IT ada juga yang masih "tradisional" namun tetap memiliki nilai lebih di mata peserta dan dewan juri. Saat itu pertama kalinya saya berhadapan dengan 5 orang dewan juri yang merupakan dosen-dosen dari PTN di Indonesia dan para pakar pendidikan. Rasanya luar biasa, seperti saat kita mengikuti sidang skripsi atau thesis, apalagi dewan juri saat itu memberikan komentar2 yang sangat "pedas "k seluruh peserta. "Welcome to the Jungle", sebuah kalimat yang mencerminkan suasana saat itu. Banyak peserta yang turun dari podium dengan muka merah biru karena "pembantaian" dari para dewan juri. Tapi ibarat meminum jamu yang pahit, saya anggap kritikan, masukan dari juri sebagai ramuan yang menyembuhkan. Saya perhatikan dengan baik setiap kritikan dewan juri kepada setiap peserta, saya juga perhatikan dengan sangat baik karya-karya dari lawan, baik itu yang berhasil menjadi juara maupun yang tidak menjadi juara. Semua apa yang saya lihat, saya dengar saat itu merupakan pelajaran yang sangat berharga. Saya mulai menyusun strategi dan mulai "berhayal" tentang karya inovasi yang akan saya buat di tahun 2019. Saat itu saya bertekad untuk bisa menembus final lagi di 2019; saya harus bisa. Berulang kali saya mengucapkan kata-kata tersebut . .(bersambung)