Andamdewi

Seorang guru di SMK N 5 Pangkalpinang...

Selengkapnya
Navigasi Web

Berhenti Mengeluh

#Tantangan Menulis Gurusiana 365 Hari, Hari Ke-45

Virus Covid-19 seakan mulai senyap. Seiring dengan new normal yang mulai diterapkan. Sedikit demi sedikit ekonomi masyarakat mulai bangkit perlahan. Warung-warung, pertokoan, warteg, resto, mall, serta objek wisata perlahan mulai menampakkan aktivitasnya. Keberanian masyarakat yang sekial lama patuh kini mulai tumbuh keberaniannya. Walau pada kenyataannya aktivitas berjalan secara "normal" tanpa "new". Tapi paling tidak masih ada kesadaran masyarakat untuk menggunakan masker, menjaga jarak, dan berolah raga.

Sedikit berbeda dengan dunia pendidikan yang hingga saat ini sebagian besar masih dalam masa penutupan. Khususnya bagi daerah-daerah dengan predikat zona merah, kuning, dan orange. Sistem pembelajaran jarak jauh masih menjadi satu-satunya strategi terlaksananya pendidikan.

Hal itulah yang saat ini marak diperdebatkan atau dikeluhkan oleh berbagai pihak. Jika pada awalnya informasi-informasi viral saat wabah covid-19 yang membooming di tanah air adalah tentang kasus-kasus kematian pasien baik dari kalangan masyarakat umum maupun dari tim medis itu sendiri, saat ini justru informasi-informasi tentang keluhan-keluhan masyarakat tentang belum dibukanya proses pendidikan di sekolah. Mulai dari keluhan repotnnya atau ketidakmampuan orang tua membimbing anaknya belajar di rumah, kasus-kasus merajalelanya anak-anak usia SMP dan SMA yang hamil diluar nikah, opini-opini betapa buruknya pembelajaran jarak jauh terhadap kedisiplinan atau interaksi sosialnya, serta keluhan anak-anak yang rindu akan belajar di sekolah kembali.

Beberapa keluhan yang terkemas rapi dengan argumen-argumen mengacu pada perlunya segera dibuka kembali pembelajaran di sekolah sering berseliweran dari medsos ke medsos yang notabenenya mengandung banyak "tanya" dan konotasi yang mengarah pada makna "seharusnya".

Yang pada akhirnya semua bertemu makna dititik yang sama yaitu penutupan itu salah dan segeralah dibuka saja kembali lembaga pendidikan. Dengan maksud mengurangi perbuatan asusila dikalangan remaja yang disebabkan oleh minimnya waktu dalam aktivitas belajar dan banyaknya waktu luang yang digunakan untuk kesana kemari bersama temannya. Tujuan lainnya adalah untuk mengatasi kebosanan anak belajar di rumah. Namun tidak mempertimbangkan dampak virus covid-19 ini pada anak. Bisa saja dampak-dampak negatif selama belajar dari rumah berkurang namun disisi lain akan menambah kasus penularan virus tersebut dikalangan anak-anak. Terlepas dari ada atau tidaknya virus covid-19 tersebut (jika dipandang dari berbagai pemahaman dan keyakinan beberapa pihak tentang keberadaan virus covid-19), sudah barang tentu keputusan yang dibuat adalah berdasarkan adanya data dan fakta yang ada.

Walaupun jika diterapkan sistem pembelajaran di sekolah dengan penerapan protokol kesehatan dan aturan kependidikan yang berlaku di masa pandemi ini dijalankan, tentu saja harus berawal dari kesiapan sekolah dalam mengatur dan mengontrol untuk memastikan para siswanya yang jumlahnya tidak sedikit tetap selalu terpantau dalam setiap interaksinya apakah mematuhi atau melanggar protokol-protokol kesehatan.

Sebuah habit masyarakat yang gemar "menuntut" dibanding memberi solusi. Menuntut biasanya lebih banyak pada arah mencari kesalahan, mempermasalahkan kesalahan, dan membesar-besarkan kesalahan. Dan biasanya tanpa ada solusi sama sekali. Menganggap sebuah perubahan itu salah yang alih-alih ketidaksiapan menghadapi dan menjalani perubahan tersebut. Seolah-olah pendidikan langsung di sekolah adalah dewa yang mampu menyelamatkan nasib anak-anak dari pengaruh buruk selama belajar di rumah saja.

Padahal jika sekolah betul-betul menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh dengan berbagai konsep pembelajaran yang banyak dipaparkan oleh narasumber-narasumber yang profesional dalam webinar-webinar yang diselenggarakan oleh Direktorat Jendral GTK Kemendikbud, itu sangat besar dampak positifnya untuk meningkatkan kualitas para siswa yang beriptek dibarengi dengan penerapan profil pelajar pancasila yang menumbuhkan karakter jujur, nasionalis, kritis, mandiri, kreatif, bergotong royong, dan berakhlak mulia sehingga membentuk genarasi yang juga berimtak.

Dan untuk mewujudkan harapan itu semua, walaupun masih menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh sangat diperlukan kerjasama yang baik, kolaborasi antar sekolah, guru dan tentunya kerjasama dengan orang tua.

Siswa jenjang SD dan SMP memang sangat perlu keikutsertaan yang lebih banyak orang tua dalam membimbing anak-anaknya. Untuk jenjang SMA/SMK tentu juga perlu kerjasama dengan orang tua dalam hal pengawasan.

Karena sesungguhnya keterlibatan orang tua dalam membimbing putra putrinya adalah sudah menjadi tugas dan kewajibannya walaupun bukan dalam sistem belajar dari rumah.

Membimbing pun tidak hanya sebatas membantu dalam memenuhi tugas-tugas keakademisan yang didapat dari sekolah tapi juga mendidik, mengajarkan, dan mengenalkan adab dan berprilaku yang baik dalam kehidupan.

Waktu yang mungkin banyak tersisa dari pembelajaran jarak jauh bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan skill lainnya diberbagai bidang yang digemari. Misalnya dibidang olah raga, seni, boga, busana, bela diri, dan lain sebagainya. Yang nyatanya ada beberapa yang tidak sempat mengasah minat dan bakat anak dikarenakan padatnya aktivitas belajar di sekolah. Apalagi sekolah yang rata-rata sudah menerapkan full day scholl.

Orang tua bisa pula menertibkan disiplin ibadah pada anak, dan disiplin waktu baik saat di rumah maupun sedang berada diluar rumah khusus bagi anak jenjang SMA/SMK. Atau dapat pula memanfaatkan waktu yang ada dengan mengasah atau melatih hafalan surat-surat Al-Qur'an bagi yang muslim. Jika dalam satu hari anak dihimbau untuk menghafal 1 surat pendek dalam satu hari, maka dalam 1 bulan 7 hari mereka telah hafal 37 surat pendek artinya juz 30 tercapai hafalannya. Kalkulasikan estimasi jumlah surat panjang yang bisa dihafalkan dalam kurun waktu selama penutupan sekolah besar-besaran ini. Manfaat yang luar biasa bukan? dengan nilai pahala yang luar biasa dari Allah Swt. Bukankah itu menjadi kebanggaan dunia dan akhirat terutama jika anak-anak menguasai hafalan dibawah bimbingan orang tuanya?. Itulah mengapa Allah menganugerahi manusia dengan akal. Karena dengan akal manusia mampu berpikir memilah mana yang baik dan manfaat sesuai tuntunan-Nya

Jika peran orang tua semaksimal itu saya yakin penyimpangan-penyimpangan perilaku akan sangat kecil sekali. Memang hal itu bukanlah hal yang mudah apalagi bagi para orang tua yang kurang terbiasa. Namun dengan kesadaran dan niat yang kuat tidak ada yang tidak mungkin untuk dicapai. Berfikir positif, berusaha, dan berdo'a adalah kunci komitmen yang kuat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post