Andi Ardiman

Andi Ardiman,S.Pd Gr.,M.Pd lahir di Kota Padang, 27 Oktober 1991 Merupakan Guru Kelas pada MIN 3 Kota Padang, Telah menamatkan Program Pasca Sarjana Jurusan Pen...

Selengkapnya
Navigasi Web

TIGA HARI TAK MANDI MENUJU DEPOK

TIGA HARI TAK MANDI MENUJU DEPOK

Siang itu bersama enam anggota keluarga, saya menumpang sebuah bus jurusan Jakarta. Bus itu berisikan 40 kursi penumpang, ditambah 6 kursi paling belakang yang dibatasi kaca besar berbentuk segi panjang. Di sisi pintu belakang terdapat ruang toilet persegi dengan lebar setengah meter. Sudah tergambar seberapa sempit ruangan tersebut. Belum lagi aroma pesing kencing menyebar ke seluruh ruangan bus.

Hanya satu kata yang mewakili kondisi tersebut," jorok," lalu saya menutup hidung, seraya menempati kursi dengan nomor 31.

Tak lama setelahnya, bus itu melaju dengan kecepatan sedang. Saya kira semua kursi akan terisi penuh, rupanya tidak, hanya setengah kursi memuat penumpang, sebagian lainnya masih kosong. Katanya, kursi kosong ini sudah di sewa para penumpang yang nanti akan naik di Solok, Jambi, Bengkulu, Palembang dan Lampung.

Saya jadi heran, masa penumpang dengan perjalanan jauh, yang jarak ke Jakarta hanya hitungan jam, diberi tempat duduk di depan. Saya yang naik dari terminal bahkan berhari-hari di perjalanan dikasi duduk di belakang. Aneh.

Enam jam berlalu bus yang kami tumpang telah sampai di Tanah Datar. Dan tiba-tiba berhenti. Saya pikir ada penumpang yang naik, ternyata sopir ini singgah dulu di sebuah rumah minimalis yang dindingnya separuh permanen. Saya menduga itu adalah rumahnya. Ternyata benar, hal itu terlihat dari gelagatnya yang masuk ke ruangan rumah tanpa takut.

"Ngapain tuh sopir di depan pintu rumah? Cipika-cipiki dengan perempuan, itu isterinya. Ah gak profesional nih orang, bikin geram,"umpat saya dengan kesal.

Sembari memegang plastik yang berisi kopi hitam, sopir dan keneknya menaiki bus. Tanpa aba-aba, kendaraan besar beroda empat tersebut melaju dengan kecepatan tinggi, dan melewati jalan kecil yang dikelilingi jurang.

Empat jam berlalu, bus yang ditumpangi oleh 30 orang ini kembali berhenti. Sejumlah penumpang mulai mengoceh, kata mereka, "Ada apa lagi ini, lagi-lagi berhenti," hardik seorang penumpang pria yang sedari tadi mulai resah.

Bisa dikatakan, hampir setiap sudut kota dan kabupaten yang dilewati kendaraan tersebut, selalu berhenti. Mulai dari mengangkut penumpang, sampai dengan tujuan tak jelas.

Namun, waktu terus bergulir disertai langit yang mulai gelap. Bahkan suara adzan sudah menggema di setiap sudut jalan yang kami lewati. Namun, bus yang di tumpangi tak urung jua berhenti. Hingga tepat pukul 21.00 bus tersebut tertambat di sebuah rumah makan Padang. Terlihat di depan halaman rumah makan tersebut jejeran sejumlah bus dengan tujuan yang sama sudah terparkir rapi.

Dengan tergesa-gesa saya langsung mencari toilet yang terletak di belakang rumah makan. Sesampai di sana,"ndeeh antreannya panjang,"teriak salah seorang wanita setengah baya, sembari memegang bopongnya.

Dan di sisi lain, saya juga tengah menunggu antrean yang tak kunjung putus. Dua menit berlalu, baru bisa masuk ke ruangan selebar dua meter itu. Lanjutkan shalat dan makan. Ketika asyik-asyiknya menikmati ayam bakar dengan olesan cabai hijau di atas nasi, tiba-tiba si sopir menyuruh seluruh penumpang untuk kembali ke peraduan, sebab bus akan melaju kembali.

"Sial, baru juga makan," langsung saya berdiri dan berlari menuju kasir.

Setelah semua penumpang naik, tanpa aba-aba kendaraan tersebut melaju dengan kecepatan tinggi. Berbelok melewati jalan sepi yang di keliling oleh hutan lebat. Sampailah kami di Kota Jambi. Saya pun sempat tertidur, lalu terbangun saat mendengar suara heboh dari depan. Rupanya penumpang sudah ramai, padahal sebelumnya masih ada empat kursi yang kosong. Sekarang, sudah banyak penumpang yang berdiri. Seketika tas saya tarik ke pangkuan.

Sebenarnya ada rasa risih dengan kemampatan penumpang tersebut. Bagaimana tidak, bus yang saya tumpangi ini memang sering terjadi peristiwa pencopetan dan penodongan, lantaran sopir selalu menaiki penumpang di tengah jalan, tanpa tiket.

Iseng-iseng saya tanya kepada sopir,"Pak kenapa sih menaiki orang yang gak ada tiketnya. Mana tahu mereka orang jahat," sembari menunjuk ke beberapa penumpang yang sedari tadi berdiri di depan ruang toilet.

"Dek, kalau bus kami ini memang sudah wajar menaiki penumpang di jalanan tanpa tiket, bagi kami penumpang tanpa tiket tersebut bisa jadi uang tambahan untuk sopir dan kenek di sini," ujarnya.

"Tapi kami yang punya tiket jadi merasa terganggu, bukankah motto bus ini mementingkan kenyamanan penumpang," ucap saya sembari menunjuk tulisan yang terpampang di belakang kursi penumpang.

Selang beberapa saat berdebat, si sopir tak menghiraukan lagi ucapan saya. Kondisi itu membuat saya geram. Tapi ya sudahlah, saya juga sudah lelah.

Keesokan harinya, kami sudah berada di Palembang. Beberapa penumpang ada yang turun, digantikan lagi oleh penumpang baru. Anehnya si sopir sengaja menyiapkan kursi plastik di tengah ruangan bus yang kosong, persis di tempat lewat para penumpang. Kondisi itu membuat penumpang enggan untuk turun. Kemampatan ruangan semakin menjadi, dan ditambah lagi bau yang datang entah dari mana.

Saya pikir hampir seluruh penumpang tak mandi saat itu. Dan ini adalah hari kedua kami diperjalanan. Saya mulai merasakan mual, ketika bus melaju di jalan yang berliku-liku. Dan tiba-tiba terdengar suara pecahan, "pess, pess," ban kempes.

"Sial, ban nya kempes, ini sopir bikin geram,"kesal saya sembari memukul kaca jendela mobil.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 09.10 dimana kondisi cuaca sangat cerah. Hanya saja peristiwa ban kempes tersebut berada tepat di jalan yang sepi. Si sopir menganjurkan para penumpang perempuan untuk tidak turun dari mobil.

Selang beberapa lama menunggu ban di perbaiki, tak urung jua ada tanda-tanda mobil akan berjalan. Rupanya ban pengganti tak ada. Dan sopir tengah menelepon bus lain untuk meminjam ban cadangan. Memang benar-benar tak ada persiapan tuh sopir.

Kesialan tak berhenti sampai disitu. Ban pengganti tersebut kekurangan angin, dan harus dipompa secara manual agar bisa bekerja secara stabil.

Ditotalkan dua jam kurang agar bus bisa beroperasi. Setelah itu sopir memberi aba-aba, bahwa bus akan melaju tanpa henti agar bisa cepat sampai tujuan.

Sorenya, kami sudah berada di Kota Lampung. Iseng-iseng saya buka aplikasi Google Maps, untuk mengetahui berapa lama lagi sampai ke Jakarta. Tercatat 8 jam sampai tujuan. Harus menyeberangi lautan dahulu dengan kapal feri.

Tak terasa, empat jam sudah bus bergerak. Sampailah kami di perbatasan Bandar Lampung. Supaya cepat sampai tujuan, mobil besar itu harus melewati jalan tol. Tepat pukul 01.10 malam kami masuk pelabuhan.

Bus yang saya tumpangi sudah berada di dalam kapal yang bobotnya sangat besar. Sejumlah mobil dan kendaraan lainnya bisa muat di dalamnya. Ada mobil pribadi, bus, truk dan motor. Anehnya semua benda tersebut full sampai ke lantai dua.

Sesampai di sana, semua penumpang disuruh turun agar tak bosan jika berada di dalam bus. Tentu saja saya bersama enam anggota keluarga lainnya naik menuju lantai tiga. Kami keluar dari ruangan kapal menuju balkon. Seketika itu sejumlah orang takjub melihat keindahan laut pada malam hari yang diterangi oleh puluhan lampu kapal.

Saya berdiri di pagar balkon agar bisa memotret keindahan laut. Sayangnya saat kamera dipetik, hasil potret gelap. Jadi saya urungkan niat untuk memotret kembali keindahan laut itu.

Setengah jam kami berada di atas balkon. Terdengar suara nakhoda memberi aba-aba bahwa kapal akan segera berlayar dengan dua jam penyeberangan.

Terlihat dari pagar balkon, kapal mulai memisahkan diri dari pelabuhan. Perlahan tapi pasti kapalpun berlayar. Yang membuat saya terpukau ketika itu, terdapat pemandangan langit dan bintang di tengah laut bersamaan dengan dinginnya malam yang begitu mempesona.

Sebabkan kondisi ombak senyap, membuat goyangan kapal tak terasa. Tapi kalau difokuskan untuk menikmatinya, maka akan terasa mual. Jadi lebih baik berjalan dan bergerak disekitar kapal. Beberapa menit berlalu, kapalpun masih berlayar dengan senyap seiring dengan lamunan saya, saat melihat lonjakan besi kapal yang merayap di lautan.

"Gimana kalau ada hiu mencengkram kapal ini, atau kapal ini tiba-tiba di goncang badai dan menenggelamkan awak kapal, persis seperti film Titanic,"Kata saya saat melihat dalamnya lautan yang hitam dan mengerikan.

Karena kelelahan berjalan di setiap sudut kapal, saya putuskan untuk tidur sejenak di balkon. Satu jam berlalu saya terbangun, ternyata kapal hampir finish di pelabuhan Bakauheni . Kembali saya di suguhkan dengan pemandangan yang menakjubkan, dimana lampu di pelabuhan menerangi pinggir lautan. Akhirnya kapal yang kami tumpangi merapat ke pelabuhan. "Welcome to Jakarta,".

Tepat pukul 05.30 pagi, terhitung hari ketiga, bus yang kami tumpangi kembali melaju dengan kecepatan sedang. Berhenti sebentar untuk sarapan pagi, lalu kembali meluncur. Sampai di sebuah terminal, si sopir menyuruh kami turun. Katanya, bus ini tak melewati tujuan Depok Terang saja, dengan raut wajah pucat dan memerah, saya datangi si sopir sembari berkacak pinggang seolah-olah ingin menggertak. Dan si sopir langsung paham melihat gelagat saya, lalu bilang.

"Nanti kamu naik bus satu lagi ya, yang tujuannya ke Bekasi. Kalau bus ini tujuan ke Jawa,"ujarnya akhirnya sayapun berdebat dengannya

Akhirnya setelah berdebat begitu lama, kami menaiki bus yang sudah ia sewa. Singkat cerita sampai lah kami di terminal Bekasi. Untuk sampai tujuan, kami menyewa satu angkot, menuju Jalan Taruma Jaya.

Tepat pukul 16.00, saya sampai di rumah dengan kondisi tiga hari tak mandi-mandi. Sudah terbayang betapa gatalnya kulit.

Saat itu hati saya berbisik. "Cukup sekali ini naik bus," (***)

#Tantangan Hari ke 36

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post