Andriana, M. Pd

Andriana adalah seorang guru SMP di Kota Bekasi. Derap langkah kehidupan membuatnya memilih sebuah universitas di kota Surakarta dan mengambil jurusan journali...

Selengkapnya
Navigasi Web
Balada Nasi Berkat, Oh Nasi Berkat.
Nasi berkat di Jawa

Balada Nasi Berkat, Oh Nasi Berkat.

Hari ini saya masak oseng mie, oseng tempe dan telur rebus juga goreng ayam--kemarin liat teman posting di medsos foto nasi berkat lengkap dengan "tompo plastik" (keranjang plastik) dan isi lauk pauknya. Terinspirasi dari itu jadilah masakan ala berkat wong jawa. Tapi pas menyantap makanan yang saya masak tersebut, saya merasa terenyuh. Ada bulir kesedihan dihati saya. Awalnya sedih sedikit lama-lama menjadi sedih begitu banyak. Awal tergerusnya tradisi nasi berkat yaitu nasi berkat diganti dengan sembako berkat (mentahan=beras,telur dan lain-lain). Pencetusnya siapa ya saya sendiri tidak tahu. Yang jelas maksud dan tujuannya menghemat tenaga alias tidak pake ribet. Padahal dalam budaya jawa, dengan memasak maka mendatangkan saudara untuk berkumpul. Ada yang iris bawang merah, menyiangi sayuran, goreng-goreng, masak nasi dan lain sebagainya. Sejak kerap dianggap bid'ah, saya sudah tidak pernah mendengar cerita soal nasi berkat lagi. Khususnya di desa saya. Pun keluarga kami sudah tidak membuatnya lagi. Eman-eman (sayang sekali) ya saudaraku itu kan warisan budaya. "Sesuk anak putuku ra ngerti nasi berkat kui kaya apa"-besok anak cucu saya tidak tahu nasi berkat seperti apa. Hanya tinggal sejarah. Tapi alhamdulillah kemarin ada yang posting, berarti di daerahnya tidak mempermasalahkan sosok nasi berkat dengan agenda acaranya, pengajian mungkin, syukuran dan lain-lain. Sedihnya lagi, intisari dari evolusi zaman adalah orang-orangnya berubah cara pandang. Hilang semua yang dulu ada. Tapi belum lama ini marak di masyarakat sesudah jenguk bayi yang baru lahir, "nompo" (menerima) mangkuk, biskuit bermerk dan lain-lain. Tradisi mana lagi ya itu? Bukan bid'ah kah itu? Sebab imbas dari hal semacam itu bagi warga yg maaf "sedeng" (ekonomi sedang) mungkin akan mengekor perilaku "ngulih-ngulihi" (memberi oleh-oleh) tersebut, ngada-ngadain sebab tidak enak sama yang lain. Tren gitu. Ya semacam tren. Hal semacam itu marak dan dianggap sah. Sedangkan yang sudah dari dulu ada, seperti nasi berkat, yang kadang hadirnya mengganjal perut saudara kita yang sedang lapar, musnah begitu saja. Memberi makan orang yang sedang lapar itu berpahala besar sekali lho saudara. Nasi berkat musnahnya serentak. Kalau ditelusuri, peniadaan tradisi itu datang dari kaum yang mampu atau berpengaruh sehingga masyarakat yang berada pada golongan menengah kebawah mengikutinya tanpa bisa berkata apa dan apa. Dalam negeri jawa, rasa rumangsa manusianya teramat sangat membumi sehingga andap asor dan mawas diri, membuat 1 kali perubahan terjadi, diikuti secara mudah dan secara masal. Bagi kalian yang hingga hari ini di daerahnya masih ada tradisi nasi berkat, berbahagialah.

Banjarnegara, 13 Mei 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Iya bun. Kita masih bersyukur mempunyai kenangan tentang nasi berkat.

14 May
Balas

betul betul bunda...tradisi yang takkan pernah hilang..ingat masih kecil,pulang ngaji sllu dibawain berkat sama ibu,heee..

14 May
Balas



search

New Post