Andri Ananta

Lahir dan tinggal di Kuningan. Menyelesaikan SD s.d. SMA di Kuningan (SDN 3 Purwawinangun, SPENSA, SMANDA). Menyelesaikan S1 jurusan Bahasa dan Sast...

Selengkapnya
Navigasi Web
OHH... DICKY

OHH... DICKY

SMP Nusa Bangsa memang luar biasa. Sekolah terkenal di kota ini. Murid-muridnya mayoritas anak orang kaya. Seperti tampak pagi ini, jalanan depan sekolah macet. Ini pemandangan rutin setiap pagi, mobil-mobil mewah mengantarkan para murid yang bersekolah di sekolah ini. Berjejer membuat macetnya jalan raya.

Beberapa waktu kemudian di kelas 9A. Masuklah Bu Hetty, wali kelas 9A. Dia terlihat diikuti oleh seorang anak laki-laki.

“Selamat pagi anak-anak, maaf mengganggu aktivitas Kalian. Perkenalkan ini ada murid baru, namanya Dicky Prambudi.”

Siapa dia…, dari mana dia…, kok aneh.., kok ini beda… Terdengar bisi-bisik dari banyak murid. Semua mata melihat murid baru tersebut. Penampilan yang aneh menurut mereka. Hampir banyak murid menatap Dicky penuh dengan sikap mengejek. Sebagian dari mereka terlihat meringis seperti menahan jijik.

Tampilan Dicky berbeda dengan kebanyakan murid sekolah ini yang tampil mahal. Baju seragam yang kusam sudah tidak terlihat putih. Ini seperti putih kecoklatan yang menandakan baju sudah lama dipakai. Celana juga sudah tidak terlalu biru warnanya, sudah pudar. Yang lebih memprihatinkan adalah sepatunya, sepatu warior yang sudah bolong di kedua ujung sepatunya. Mungkin sepatunya sudah lama tak ganti, sehingga jari yang memanjang menggesek ujung sepatu menjadi bolong.

“Dicky silakan kamu duduk sebelah Anto, kebetulan ada bangku kosong,” perintah Bu Hetty.

“Jangan Bu, ”Aku tak mau duduk dengan anak seperti itu,” sergah Anto.

“Kalau begitu kamu saja Rudi, pindah duduk dengan Anto, dan Dicky biar duduk dengan Bram,” kembali perintah Bu Hetty.

“Apaa? Aku duduk dengan anak itu, nggak ahh, bau saya,” ujar Bram.

Hahahaa… seisi kelas tertawa. Sepertinya Dicky tak bernasib baik. Tidak ada seorang pun yang mau duduk dengannya.

Tiba-tiba dari sisi depan kiri, Yanti mengacungkan tangan.

“Bu biarlah dia duduk denganku!”

Semua menoleh ke arah Yanti. Ahh…, gadis terfavorit di kelas rupa-rupanya amat berbaik hati. Yanti adalah salah satu dari empat gadis terfavorit di sekolah ini. Tiga lainnya adalah Zika kelas 9C, Dominik 8D, dan Margaret 8F. Mereka adalah gadis-gadis yang banyak digemari para murid. Yanti adalah anak pengusaha properti yang adalah salah satu pengusaha terkaya di kota ini.

“Baiklah, kamu duduklah di situ, Dicky.”

Dicky pun duduk di sebelahnya Yanti. Adapun murid-murid laki-laki di kelas 9A ini makin tak suka kepada Dicky. Mereka merasakan bahwa Dicky telah merebut perhatian Yanti.

Hari-hari pun berlalu, perlakuan diskriminatif terhadap Dicky makin menjadi-jadi. Perundungan baik verbal maupun fisik banyak dilakukan kepada Dicky. Tetapi Dicky yang diam dan sabar, menerima saja perlakuan mereka. Umpatan dengan kata-kata sebutan si dekil, si miskin, si kumal, sering Dicky dapatkan.

Seperti hari ini, Dicky berniat jajan di kantin sekolah. Dia berjalan melewati beberapa kelas lain. Dari kelas-kelas yang dilewatinya ternyata Dicky cukup banyak yang mengenal juga. Bukan mengenal dalam arti penghargaan positif, tapi ini sebaliknya, banyak mengenal Dicky karena tampilannya yang berbeda dari anak-anak lain di sekolah ini.

Oh ini si miskin itu, oh ini si dekil itu, oh ini yang tak tahu diri bisa duduk sebelah Yanti. Ihh… kumal ya. Aduh kayak pengemis ya.

Tibalah Dicky di satu kantin. Setelah masuk ke kantin, tak diduga anak-anak yang ada di dalam kantin keluar semua sambil memijit hidung seolah-olah merasa jijik atas kedatangan Dicky. Dicky hanya tersenyum tipis.

“Eh kamu segera keluar lagi kalau sudah jajan, atau kantinku tak ada yang mau jajan lagi,” usir Ibu kantin.

Dicky pun yang hanya jajan seadanya segera keluar. Sambil menunduk dia segera berjalan kembali ke kelasnya. Perasaan malu dan sakit hati sepertinya sudah membuat Dicky terbiasa. Dia sudah kebal. Dia menerima saja dengan lapang dada.

“Nah untunglah si dekil sudah kembali. Dicky tolong dengarkan aku!” ujar Anto setengah menghardik. Dicky hanya menoleh sebentar lalu duduk di bangkunya.

“Aku piket hari ini, kamu ya yang harus mengerjakan, nih uang dua ribu buat upahmu!” perintah Anto sambil melemparkan uang dua ribu hampir mengenai wajah Dicky. Dicky hanya menarik napas dalam-dalam. Tak berkutik, percuma melawan, pasti kalah, mungkin itu yang ada dalam pikiran Dicky.

Kalau begitu aku juga… aku juga ….aku juga… hampir separuh kelas melakukan hal yang sama dengan Anto melempar uang dua ribu ke bangku Dicky. Bagi anak-anak kaya ini uang dua ribu rupiah tak berharga. Walaupun fungsi piket sebenarnya tidak hanya sekedar fungsi kebersihan kelas saja tapi juga melatih kedisiplinan. Tapi mereka mengabaikan itu, lebih baik menyuruh Dicky. Alhasil Dicky pun hampir setiap hari melakukan piket kelas, sendirian tentunya.

Di beberapa hari kemudian, di hari senin upacara, kepala sekolah memberikan pengumuman penting.

“Anak-anak, seperti sudah kita ketahui, sekolah sedang membangun masjid. Dan seperti sudah kita lihat bahwa pembangunan masjid sudah selesai. Semua ini adalah hasil sumbangan seorang alumnus sekolah kita ini. Ya… Pak Zakaria salah satu konglomerat terkaya di negeri ini adalah alumnus sekolah ini. Bulan depan beliau akan datang meresmikan masjid sekolah ini. Dan Kalian harus menyumbangkan tampilan kesenian sebagai penyambutan beliau. Mengerti?”

Kelas 9A kebagian tampilan seni angklung, maka para murid pun mulai sibuk berlatih setiap selesai pulang sekolah. Karena angklung yang dimiliki sekolah adalah angklung 32 nada, maka Dicky pun suka tak suka kebagian menjadi pemainnya. Anak-anak menempatkan Dicky di angklung nada do.

Dua minggu berlalu, sebelum dua minggu acara peresmian masjid dilakukan, ada yang heboh di sekolah. Yanti sang gadis favorit membagikan undangan ulang tahunnya ke seluruh murid kelas 9 dan beberapa murid kelas 7 dan 8. Tentu saja Dicky pun mendapatkan undangan itu pula. Tertulis di undangan bahwa acara ulang tahun diselenggarakan pada sabtu malam pukul 8 di Hotel Grand Duta, dengan dress code setelan jas hitam untuk laki-laki dan gaun warna pink untuk perempuan.

Suasana kelas pun serentak heboh. Mereka segera membicarakan hal-hal yang harus mereka siapkan, pakaian, kado, dan lain-lain. Adapun Dicky hanya tertunduk lesu. Sudah pastilah Dicky pasti merasa kesulitan tentang hal itu.

Waktu segera cepat berlalu. Sabtu malam pun tiba. Di Hotel Grand Duta yang mewah, terlihat sebuah aula luas dengan lampu warna-warni semarak menggambarkan suasana yang mewah dan meriah. Seluruh tamu undangan sudah memasuki ruangan. Tetapi anak-anak kelas 9A masih terlihat berkumpul di pelataran parkiran yang penuh dengan mobil-mobil mewah yang berjejer rapi.

“Hmmm, teman-teman kita bertaruh apakah si Dicky akan hadir?” tanya Anto.

“Nggak mungkin lah si miskin itu datang, minder kali.”

“Ah… mana ada dia punya jas?”

“Roboh nih hotel kalau dia datang.”

….

Banyak hinaan, ejekan, umpatan yang diarahkan ke Dicky. Untunglah Dicky tidak ada di situ. Hingga akhirnya, terlihat delman berhenti di dekat gerbang hotel. Turun seorang anak remaja, dan tentu saja itu adalah Dicky.

Horeeee….plok plok plok. Suara gemuruh tepuk tangan dari anak-anak itu. Bukan tepuk tangan penghormatan tentunya, pastilah ini tepuk tangan pelecehan. Terlihat wajah Dicky memerah.

Dicky mengenakan kaos yang lagi-lagi terlihat sudah usang dan kumal. Celana jeans yang robek dan bersepatu warior yang biasa dipakai setiap hari ke sekolah. Tampak kontras dengan anak-anak lain yang memakai setelan jas yang rapi dan mewah.

“Sekuriti, lihatlah anak itu, dia mau mengacaukan acara ini, mohon usir dia,” Anto berbisik pada sekuriti. Sekuriti segera mencegat Dicky.

“Maaf, tamu tak diundang, tak boleh masuk,” tegur sekuriti.

“Kenapa, aku kan diundang juga,” jawab Dicky sambil menunjukkan undangannya.

“Iya tapi pakaianmu tak sesuai dengan aturan di undangan, mohon segera pergi,” usir sekuriti sambil segera memegang lengan Dicky dan menyeretnya kembali ke gerbang hotel.

“Stopppp!.... dia temanku, biarkan dia masuk!” teriak Yanti yang keluar hendak menyuruh teman-temannya masuk, melihat adegan Dicky diusir tadi.

Akhirnya sekuriti pun melepaskan lengan Dicky dan membiarkan Dicki memasuki ruangan. Semua orang pun segera memasuki ruangan.

Orang-orang duduk di kursi yang masih kosong. Saat Dicky mau duduk di kursi kosong, serta merta teman kelasnya menduduki kursi kosong tersebut. Alhasil Dicky tak kebagian duduk.

“Kamu duduk di situ,” teriak Anto sambil menunjuk kursi yang agak jauh dari barisan tamu. Kursi yang ditunjuk itu ada terpisah dekat pintu keluar. Itu adalah kursi tempat duduk sekuriti yang menjaga pintu. Dengan berjalan gontai Dicky pun terpaksa duduk menyendiri di kursi itu.

“Silakan para tamu diperkenankan mencicipi makanan terlebih dahulu,” perintah Rudi anak kelas 9A yang didapuk menjadi pembawa acara. Segera para tamu undangan mengambil makanan minuman yang telah tersedia. Demikian pula dengan Dicky yang tampak terlihat segera mengambil makanan.

Hmmm lihat si Dicky aji mumpung ngambil makanan banyak sekoli.

Mau makan gratis dia

Uuuhhh… dasar kampungan

Lihat orang-orang pada minggir, takut bersentuhan dengan dia.

Ejekan dan umpatan banyak dilayangkan teman-teman Dicky. Dicky hanya tersenyum saja, sambil geleng-geleng kepala.

Acara makan pun selesai, Rudi sebagai pembawa acara segera mengambil mikrofon. Acara selanjutnya adalah penyerahan kado dari para kerabat dan tamu undangan.

“Yang pertama berkenan maju ke depan, orang tua Yanti,” seru Rudi.

Orang tua Yanti segera maju dan menyerahkan kotak kado ke Rudi. Rudi pun segera membuka kado.

“Kita buka kado dari orang tua Yanti. Kadonya adalah….. oh kunci mobil? Kado ulang tahunnya untuk Yanti ternyata mobilll!” teriak Rudi. Tepuk tangan para tamu pun membahana seisi ruangan.

“Baiklah kado yang kedua adalah dari rekan kita Anto! Silakan Anto maju ke depan.”

Anto yang sengaja melobi Rudi, menjadi orang yang kedua yang maju. Dia ingin dianggap tamu istimewa.

“Kado dari Anto adalah…. Sebuah perhiasan emas liontin seharga lima juta rupiah!”

Woowwww…..plok plok plok. Semua terpesona dan berteriak kagum. Anto benar-benar kaya. Anto pun tersenyum, sudut matanya melirik Yanti.

“Kado berikutnya dari Sinta… sebuah tas merk Fossil seharga empat juta rupiah!”

“Kado berikutnya dari Pino… sebuah jam merk Alexander Christie seharga lima juta rupiah!”

Kado berikutnya dari… kado berikutnya dari …. Berikutnya…

Kado-kado mewah pun berdatangan satu persatu, tidak ada kado yang harganya murah. Setidaknya paling murah adalah sepatu seharga sejuta. Hingga akhirnya Rudi sang pembawa acara menyeringai penuh maksud tersembunyi sambil melihat ke arah Dicky yang masih terlihat sibuk makan makanan sejak tadi.

“Ladies and gentleman, tiba saatnya tamu kita yang terakhir yang belum maju. Lihatlah dia masih sibuk makan. Mumpung makan gratis rupanya. Ayo kamu segera maju, bawakan kadomu,” seru Rudi sambil diikuti tatapan orang-orang ke arah Dicky. Dicky terlihat gelagapan karena penggilan Rudi lewat mikrofon. Akhirnya dia pun menghentikan makannya, diusapnya mulutnya dekat tisu. Segeralah Dicky maju menghampiri pembawa acara.

“Mana kadomu?”

“Sebentar,” Dicky pun merogoh saku celananya, terlihat kantong keresek hitam kecil yang dibuntel-buntel lalu diserahkannya pada Rudi.

“Apa-apan ini…???” Bapaknya Yanti langsung berdiri, ”Siapa itu tampak kumal, ini hotel mewah, eh kamu merusak acara anakku…. Sekuriti segera bawa keluar anak ini! Ini memalukan!”

“Pah…jangan begitu, itu juga temanku,” Yanti segera menyuruh bapaknya untuk duduk kembali.

Terlambat, dua orang sekuriti sudah manarik paksa Dicky keluar. Dicky pun dengan raut muka sedih segera meninggalkan ruangan. Baru kali ini Dicky terlihat murung. Padahal sebelumnya, seberat apapun hinaan dari orang lain, Dicky hanya bereaksi datar saja.

Kembali ke acara. Rudi mengacungkan kantong keresek kecil itu. Tapi rupa-rupanya karena Rudi teledor atau mungkin karena ada bolong di keresek itu, sekonyong-konyong ada benda yang terjatuh dan menggelinding jauh ke arah barisan tempat duduk. Toni anak kelas 9B mengambil benda kecil tersebut. Diacungkannya ke arah Rudi. Sebuah cincin.

“Hhmmm… lihat teman-teman itu cincin warna putih….hahahaha pasti bukan emas. Itu pasti cincin mainan yang suka dijual di depan sekolah. Seribu lima ratus yang model begini…hehehe..” ejek Rudi terdengar di mikrofon.

Haahahhhaahaahaaa………..tertawa membahana memenuhi seisi ruangan.

Tiba-tiba ….. “Stopppp” teriak seseorang di barisan tamu VIP. Barisan tamu VIP adalah dikhususkan untuk tamu-tamu rekan bisnis bapaknya Yanti.

Koh Teddy pemilik toko emas terbesar di kota ini segera menghampiri Rudi. Diraihnya cincin Dicky tadi.

“Sebentar… cincin ini kilauannya terlihat berbeda.”

Semua tamu terdiam, penasaran apa yang akan dilakukan oleh Koh Teddy.

“Hhmmmm…. Ini bukan emas.” ujar Koh Teddi sambil membolak-balik cincin.

Tuh kan kataku juga bukan emas, mana mungkin si Dicky kebeli emas. Anak-anak pembenci Dicky bernapas lega.

“Maksudku ini memang bukan emas… ini logam mulia platina yang langka. Ini harganya tiga kali lipat dari emas murni! Setidaknya ini 15 juta.”

DUARRRRRR!..............

Seisi ruangan terdiam. Kaget bukan kepalang!

Oh anak itu, siapa anak itu?

Siapakah Dicky

Jangan jangan…

Oh aku telah menghinanya.

“Oh, tidak.. tidak… ini… ini… ada yang salah!” seru Koh Teddy.

Ahhh, sudah pasti Koh Teddy salah, itu bukan emas kan?

Hmmm… gak mungkin Dicky kebeli barang gituan

Ahhh miskin tetap miskinnn

“Sebentar maksud saya…” Koh Teddy segera mengambil sesuatu dari sakunya, dikeluarkannya diamond tester, diamatinya cincin tadi,”…ini…ini…yang berkilatnya …mata cincinnya,,,ah ini asli. Platina bermatakan berlian langka, possibility 2 karat. Ini expensive… ini DUA RATUS LIMA PULUH JUTA!”

DUARRRRRR!......................

Semua lutut para tamu bergetar. Lalu terjatuh bersimpuh. Seisi ruangan berlutut semua. Hanya terlihat seorang Koh Teddy yang sedang berdiri mengamati cincin yang super mahal itu.

Ohh Tuhan… maafkanlah kami… siapakah anak itu… ahh

*****

Setelah hari itu, Dicky sudah tak terlihat hadir di sekolah lagi. Entah kemana. Semua orang tak membicarakan Dicky. Masing-masing hanya sibuk berpikiran dalam hati saja, tantang betapa banyak dosa yang mereka perbuat kepada Dicky. Dan tak ada seorang pun yang tahu sebenarnya siapakah Dicky.

Dua minggu berlalu, semua melupakan Dicky. Hingga acara penyambutan Pak Zakaria yang akan meresmikan masjid sekolah pun tiba. Semua berbaris bersiap. Kelas 9A yang kebagian memainkan angklung pun berbaris rapi di panggung kesenian. Tampilan angklung pun dimulai, tentunya iramanya sedikit sumbang karena angklung nada do yang dimainkan Dicky tak ada.

Iringan patwal polisi pun tiba. Dua puluhan mobil mewah pun berhenti di depan sekolah. Dari mobil alphard putih paling depan turunlah seorang lelaki paruh baya yang tampak sangat berwibawa, didampingi istrinya yang terlihat berbusana mahal. Inilah Pak Zakaria yang orang terkaya di negeri ini.

Dengan didampingi oleh kepala sekolah, Pak Zakaria pun menuju tempat duduk kehormatan. Acara pun dimulai. Seremonial gunting pita pun dilakukan. Selanjutnya Pak Zakaria pun diperkenankan untuk berpidato.

“…………………………………………………………………akhirnya aku harus mengatakan ini pada semuanya. Pintar, sukses, kaya itu adalah baik. Tapi yang terbaik adalah seseorang yang memiliki karakter dan sikap yang sopan, santun, menghormati, menghargai, menyayangi sesama tanpa membeda-bedakan kaya atau miskin. Dan kita semua di sekolah ini harus introspeksi segala halnya.

Kuberikan semuanya untuk sekolah ini, masjid ini… ini adalah sebagai balas budiku kepada sekolah ini. Dulu aku bersekolah di sekolah ini…. Hhmmmm sekarang anakku pun bersekolah di sekolah ini.”

“Oh maaf Pak Zakaria… saya baru tahu kalau anak Bapak bersekolah di sini. Kalau boleh tahu siapakah namanya?” tanya kepala sekolah.

“Baiklah…. Anakku adalah ….dia!” jawab Pak Zakaria sambil menunjuk ke arah gerbang sekolah.

Dari gerbang sekolah terlihat seorang anak tampan dengan pakaian bersih dan sepatu bermerk mahal, terlihat menenteng angklung nada do, dia adalah ….. Dicky.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post