Andri Ananta

Lahir dan tinggal di Kuningan. Menyelesaikan SD s.d. SMA di Kuningan (SDN 3 Purwawinangun, SPENSA, SMANDA). Menyelesaikan S1 jurusan Bahasa dan Sast...

Selengkapnya
Navigasi Web
SENDAL

SENDAL

Jika membicarakan sendal, Pak Kosim kadang tersenyum sendiri. Lucu dan getir. Banyak pengalaman pahit yang dialami dengan sendalnya. Saat kemarin ngopi di warung tenda, ia ketiban sial. Saat itu dia duduk tumpang kaki. Tiba-tiba saja sendalnya yang tergeletak di bawah kursi, tertendang orang yang kebetulan lewat di situ. Sendalnya pun menjadi terlempar. Sial, sendalnya masuk ke lobang got sebelah warung. Tentu saja susah diambil, karena lobang gotnya cukup kecil. Alhasil, Pak Kosim pulang ke rumah dengan nyeker karena sendalnya tinggal sebelah.

Adapula kesialan lain yang pernah dialami. Saat bepergian ke luar kota, karena waktu shalat Ashar tiba, dia sempatkan untuk mampir ke mesjid terdekat. Shalatnya khusu. Sayang, saat keluar mesjid, dilihatnya sendalnya sudah diambil orang.

Rupa-rupanya trauma tentang sendal tidak hanya terjadi saat dewasa. Sejak remaja pun urusan kesialan yang berkenaan dengan sendal seringlah terjadi. Salah satunya kejadian di bawah ini yang membekas selalu di benak Pak Kosim.

Pukul 10 malam, sembilan belas tahun lalu.

"Sim Kau belum tidur?" Nana Untung memanggil pelan di balik jendela kamar Kosim.

"Belum."

"Eh kau keluar dulu Sim. Penting"

"Tapi aku sedang baca-baca, besok ulangan matematika."

"Sudah, keluar saja dulu."

Bergegas Kosim keluar rumah. Dihampirinya sahabatnya, Nana Untung.

Nana Untung itu sebenarnya bukan nama asli. Nama aslinya Nana Kustiana. Berhubung jari tangannya buntung satu, maka orang-orang menjulukinya Nana Untung.

Jari tengah tangan kanannya buntung sepanjang dua ruas jari. Buntung saat baru bayi usia dua bulanan. Akibat keteledoran ibunyalah hal tersebut terjadi. Sarung tangan yang biasa dipakai bayi rupa-rupanya ada benang yang terserabut. Karena tangan bayi tidak diam, maka lama-kelamaan benang tersebut melilit jari tangannya. Naasnya pula, sang ibu tidak memperhatikan hal tersebut. Yang dia tahu tiba-tiba saja si bayi merengek-rengek seharian. Naas, saat sore hari ganti sarung tangan, dilihatnya jari tengah si bayi sudah tampak membiru seperti buah Juwet. Dokter pun mengamputasi jari sang bayi.

"Sim, ayo ikut aku."

"Kemana?"

"Gak usah tanya. Kau ikuti aku saja"

Mereka berdua pun bergegas ke arah timur menyusuri jalan. Sekitar 100 meter, mereka berbelok ke kiri, masuk gang, ke belakang rumah orang, lalu berbelok ke kanan menyusuri kebun belakang yang cukup gelap. Dan sampailah di belakang sebuah rumah bilik bambu. Rumah yang sekaligus dijadikan pabrik kerupuk.

Pabrik kerupuk ini miliknya Mang Haer. Mang Haer baru saja selesai hajatan tiga hari lalu. Menikahkan anak gadisnya.

"Heh Buntung. Mau apa kita di sini?"

"Hehehehe. Ya ngintip lah. Kan ada penganten baru anaknya Mang Haer."

"Heh jangan macam-macam, ketahuan Mang Haer bisa berabe."

"Tenang, kita gantian OK? Aku dulu yang ngintip, kau awasi kalau-kalau Mang Haer keluar. Nanti giliranmu ngintip, aku yang ngawasi."

Mereka berdua pun segera siap-siap naik ke angin-angin jendela. Namun rupa-rupanya badan kedua remaja itu tidak sukup tinggi. Diambilnya bilah-bilah kayu bakar sisa hajatan yang ada di samping dapur. Ditumpuknya kayu-kayu bakar itu di dekat jendela kamar sang pengantin untuk dijadikan pijakan. Akhirnya Nana Untung pun bisa naik ke angin-angin jendela dengan menginjak tumpukan kayu-kayu itu.

Beberapa menit berlalu. Nana Untung yang sedang mengintip tersenyum-senyum. Dia pun turun.

"Sim, giliranmu. Ayo naik. Aku yang akan mengawasi. Tapi kau hati-hati saat menginjak kayu-kayu itu. Atau Mang Haer akan mengejarmu."

Kosim pun naik ke atas dengan menginjak tumpukan kayu bakar. Sangat hati-hati karena takut terdengar orang di dalam kamar. Setelah dirasa pas pijakannya, dijinjitnya kakinya agar dirasa cukup tinggi. Sayang, tiba-tiba saja satu kayu yang dipijaknya bergeser, efek domino, kayu itu menggeser pula kayu-kayu di bawahnya. Dan beresetttttttt ...brakkkkkk...., kayu-kayu berhaburan. Tentu saja Kosim terpelanting, kedua sendalnya pun nyangkut di kayu-kayu itu.

"Siapa ituuuuuu??!! Mang Haer segera keluar rumah"

Berrrrrrtk....kedua anak remaja itu pun lari pontang panting. Kosim lari sambil nyeker karena sendalnya nyangkut di tumpukan kayu-kayu tadi.

Esok paginya, para tetangga geger karena Mang Haer berkeliling rumah tetangga sambil membawa sepasang sendal. Sendal Kosim yang nyangkut di kayu-kayu. Namun tidak ada satupun tetangga yang mengaku kalau itu sandalnya. Hingga tibalah Mang Haer di rumah Kosim. Ibunya Kosim yang menerima kedatangannya.

"Ada apa Mang Haer? Tumben pagi-pagi ke rumah ada apa?"

"Ini Ceu Mumun, tadi malam ada anak-anak yang ngintip kamar anakku yang baru kawin kemarin ini. Satu anak ketinggalan sendalnya. Apa Ceu Mumun hapal sendal ini?" Mang Haer pun memperlihatkan sendalnya.

"Ya ampunnn ...itu benar sendal punya anakku. Kosimmmmm!!!!! Kemariiiiii..!!!!!!"

Kosim pun lari tunggang langgang lewat jendela.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post