Angga mahendra

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
GONTOR VS LEMBAGA PENDIDIKAN INDONESIA

GONTOR VS LEMBAGA PENDIDIKAN INDONESIA

Berbicara pendidikan di nusantara ini, mendengar nama Gontor mungkin sudah tidak asing lagi. Pesantren bersistem terpadu yang dirintis sejak 90 tahun yang lalu ini menjadi kiblat bagi lembaga pendidikan di indonesia.

Selain sistem, kiprah alumninya juga membuat nama gontor samakin harum di nusantara bahkan di kancah dunia. Alumninya bertebaran dimana-mana, yang terus menyinari seluruh pelosok negeri ini. Menjadi manusia yang bermanfaat bagi negara, agama, nusa dan bangsa. Makanya, tak heran dimanapun berada dominannya pasti ada alumni gontor, mereka ada disetiap propinsi kabupaten/kota di indonesia yang bersatu melalui IKPM (Ikatan Keluarga Pondok Modern) di setiap cabangnya.

Dengan sistem pendidikan khas gontori, pesantren ini dikenal luas oleh masyarakat, tanpa adanya promosi besar-besaran, karena yang mempromosinya adalah kiprah alumninya.

Biasanya, di Indonesia sebuah lembaga menjadi besar dan dikenal luas karena figur seseorang yang memimpinnya. Itulah salah satu nilai pendidikan yang luar biasa dari orang-orang hebat yang mengelola pesantren ini, mereka lebih memilih menaikkan popularitas pesantrennya dari pada popularitas diri pemimpinnya. Inilah salah satu ciri pesantren yang sudah maju.

Tapi, dibalik harumnya nama Gontor saat ini, karena adanya perjuangan yang keras dari para perintisnya, mereka berjuang dengan penuh keikhlasan bahkan nyawa taruhannya demi menegakkan syiar islam saat itu. Keringat yang jatuh dari para perintis/kyainya yang selalu mengharap ridha Illahi disetiap langkah mereka sehingga membuahkan hasil, berdiri di atas dan untuk semua golongan.

Kini, Gontor menjadi pemersatu bangsa, bahkan sejak dahulu kala, karena Kemajuan bangsa ini juga tidak terlepas dari pergerakan pesantren ini, kyainya dan alumninya. Dengan semangat juang yang tinggi, Gontor terus bergerak, terus bertambah cabangnya di setiap pelosok negeri, bahkan saat ini mereka sudah memiliki kampus/universitas sendiri yang berawal dari institut.

Inilah buah dari perjuangan dengan jiwa keikhlasan, berjuang dan memperjuangkan, bergerak dan menggerakkan. Anehnya lagi, pesantren ini lebih dikenal dengan nama Gontor, nama desa domisili mereka, sedangkan nama pesantrennya sendiri “Darussalam”, tapi masyarakat lebih mengenal dengan nama Gontor. Sungguh beruntung kepala desanya.

Nah, tentunya dibalik kehebatan sebuah lembaga terebut tidak terlepas dari faktor x nya, baik itu nilai maupun sistemnya. Apa saja kira-kira keunikan lain dari pesantren ini. Mari kita lihat beberapa beberapa hal dibawah ini yang membuat Gontor menjadi istimewa dan sulit ditiru oleh lembaga pendidikan lainnya.

1. Wakaf Potensial

Pendirinya mewakafkan seluruh harta warisan orang tua untuk pondok. Dengan itu, bukannya pondok kian surut dan pendiri menjadi melarat. Pondok justru kian berkembang pesat, meluas, serta mandiri dalam segala hal.

Sementara itu, para kyai pendiri, meskipun tidak digaji oleh pondok, dapat hidup dan menghidupi keluarganya dengan cara hidup sederhana.

Para ilmuwan yang pernah meneliti wakaf PM Darussalam Gontor mengatakan bahwa Gontor memiliki sistem pengembangan wakaf produktif, yang dengan sistem tersebut wakaf berkembang, bukan malah berkurang. Lembaga pendidikan swasta di Indonesia terutama yang bersistem yayasan hanya bisa di nikmati oleh keluarga yayasan saja, menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis dan jika seorang pimpinan yayasan atau keluarganya sudah tidak ada, maka lembaga pendidikan yayasan ini mungkin bisa tutup pintu.

2. Visioner

Pendiri mencanangkan Panca Jangka (Pendidikan dan Pengajaran, Kaderisasi, Khizanatullah, Pergedungan, dan Kesejahteraan Keluarga) sebagai pedoman yang mempermudah kyai atau Pimpinan Pondok dan generasi penerus mengemban amanah, mengendalikan haluan. Siapapun yang akan memimpin harus berpedoman pada Panca Jangka tersebut. Siapapun nanti yang akan memimpin, gontor selalu berada pada rel nya. Berbeda dengan di indonesia setiap berganti kepemimpinan pasti berbeda kebijakan dan cara membawa suatu lembaga atau organisasinya.

3. Orientasi Pendidikan

Secara konsisten, pondok mengadakan Pekan Perkenalan Khutbatu-l-‘Arsy setiap awal tahun pelajaran. Ketika itu, kyainya mengajarkan dan berbicara dengan lantang, konsekuen, dan konsisten tentang jiwa-jiwa pesantren (Keikhlasan, Kesederhanaan, ukhuwwah Islamiyah, kemandirian, dan Kebebasan) sebagai filsafat hidup, pandangan hidup, dan jalan hidup kepada para santrinya.

Bukan hanya itu. Beliau juga siap menjadi contoh nyata yang dapat dilihat dan ditiru oleh para santrinya.

Sangat disadari oleh Pimpinan pondok bahwa pesantren dalam pandangan Gontor adalah lembaga pendidikan yang meletakkan kyai sebagai sentral figur dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwai. Pekan Perkenalan ditujukan untuk “tajdidu an-niyat”;

4. Mandiri

Pondok tidak memasang advertensi atau iklan dalam penerimaan siswa baru, tetapi yang mendaftar tetap banyak. Umumnya sekolah, untuk menjaring siswa baru, akan memasang iklan dengan informasi tentang sekolah sebegitu rupa agar calon siswa mau mendaftar. Mungkin lembaga pendidikan di indonesia terikat dengan organisasi, pemerintah, dan lembaga lainnya, berbeda dengan Gontor, Gontor tidak terikat oleh pemerintah, ormas manapun dan lembaga manapun. Gontor mandiri berdiri di atas untuk semua golongan. Walaupun santri-santri Gontor banyak warga Muhammadiyah nya tetapi Gontor tidak akan berubah menjadi Muhammadiyah, walaupun santri-santri Gontor banyak warga NU nya tetapi Gontor tidak akan berubah menjadi NU.

5. Tegas Berdisiplin

Pondok menerapkan disiplin ketat, tanpa mengkaitkan dengan atau mempertimbangkan ketidakkerasanan santri. Artinya, dengan disiplin ketat, pondok atau kyai tidak khawatir santrinya akan berkurang, kabur, atau tidak kerasan karena takut disiplin.

Logikanya, jika santri berkurang, pemasukan pondok juga akan berkurang, dan seterusnya. Bagi Gontor, disiplin adalah mutlak. Dengan disiplin, pembentukan atau pendidikan karakter akan berjalan dengan baik. Dengan tegas pula, Gontor justru mengatakan, “Kalau siap menerima disiplin, ya, silakan masuk Gontor, kalau tidak siap, silakan pulang saja!”.

Tidak akan ada kemajuan tanpa kedisplinan dan tidak ada kedisipilinan tanpa keteladanan. (K.H Hasan A Sahal)

6. Kemapanan Sistem

Tetap konsisten dengan sistem Kulliyyatu-l-Mu‘allimin al-Islamiyyah (KMI) 6 tahun, bukan dengan sistem SMP-SMA atau Tsanawiyah-Aliyah. Mereka tegas dan berani tidak mengikuti ujian berbasis ujian pemerintah, tapi berbasis Gontori yang tidak adanya Ujian Nasional (UN) dan tidak adanya soal pilihan ganda dan sebagainya.

Dengan sistem tersebut, penilaian atau evaluasi terhadap siswa dapat dilakukan secara mandiri oleh pondok, bebas intervensi pemerintah atau lembaga lain.

Ditambah dengan sistem asrama penuh, penanaman jiwa pondok dan pendidikan karakter benar-benar lekat dan dapat menjadi pegangan hidup, sistem pendidikan di kelas dan di luar kelas (asrama) berlangsung integral, guru di kelas adalah juga guru pembimbing di asrama.

7. Berdikari

Ajaran jiwa kemandiriannya membuat Gontor membalikkan ( meluruskan) paradigma, bahwa sebuah lembaga itu “disumbang karena maju, bukan maju karena disumbang”.

Kemandiriannya dalam hal pendanaan dan sistem pendidikan membuat Gontor bebas dan konsisten tidak tergantung kepada lembaga, ormas, parpol dan pemerintah manapun.

8. Anomali Ujian

Paradigma lain yang dipegang oleh Gontor hingga saat ini adalah “Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian.” Juga, “Ilmu itu akan didapat sebelum ujian, ketika ujian, dan setelah ujian.” Sehingga “tidak naik kelas” adalah hal biasa, namun tetap menjadi hal yang tidak diharapkan.

Yang terpenting di Gontor bukanlah naik kelas, tetapi seberapa banyak ilmu yang sudah didapat/dimiliki siswa. Tidak naik bukan masalah, yang penting ilmunya bertambah. Itu yang harus disyukuri. Pada beberapa siswa, untuk naik kelas, memang dibutuhkan perjuangan ekstra. Pemberian nilai hasil ujian di Gontor sangat tegas, jujur dan terbuka. Jika ada santri yang mendapat nilai 3 ya itu hasil nilai nya, bahkan jika ada santri yang mendapat nilai 0 yang itu hasil yang dio dapat santri tersebut. Evaluasi hasil ujian di sekolah-sekolah indonesia kebanyakan guru-guru nya memperjuangkan murid bagaimana cara nya agar lulus semua dan tidak ada yang nilainya jelek, agar sekolah mereka mempunyai nama, sekolah unggulan dan banyak peserta didik yang ingin masuk ke sana.

9. Penerapan Nilai

Gontor tidak menggaji guru-gurunya tetapi memberikan kesejahteraan, dengan standar sekadar untuk bekal beribadah atau bekal mengabdi di pondok. Pesannya, “Asalkan mau hidup sederhana, insya Allah tidak akan kelaparan.” Alhamdulillah, kenyataannya, guru-guru Gontor tidak ada yang melarat.

Kesejahteraan guru itu tidak diambilkan dari SPP, melainkan dari hasil usaha pondok. Hal ini membuat guru bisa tampil berwibawa di depan para siswanya di depan kelas; mengajar dengan tidak membedakan siapa yang sudah membayar SPP dan siapa yang belum atau malah tidak membayar SPP sama sekali. Siswa juga tidak bisa mengatakan, “Kamu sudah saya gaji.”

10. Kekuatan Ekonomi

Sebenarnya ini bagian dari pada kemandirian pondok yang sudah disebutkan di atas. Setiap pesantren, lembaga swasta, yayasan hendaknya harus mampu berdiri sendiri, berdiri bukan diatas proposal ataupun bantuan orang lain yang meminta jasa. Pesantren Modern Darussalam Gontor memberi contoh kepada pesantren lain dan lembaga pendidikan lainnya yang berani melepas diri dari keterikatan dengan orang tertentu atau lembaga tertentu, sehingga mereka berusaha berdiri sendiri dengan unit usaha dan mewakafkan seluruhnya untuk ummat. Sehingga Gontor pun menjadi milik ummat bukan milik perseorangan atau lembaga tertentu.

untuk menunjang segala bentuk kebutuhan dana, Gontor mampu berdiri sendiri dengan adanya unit usaha pesantren. Dari hasil unit usaha inilah mereka bergerak maju dalam setiap waktu. Gontor tidak terlalu bergantungan sama pihak lain, sehingga mereka berdiri diatas dan untuk semua golongan.

Dengan pundi-pundi rupiah di setiap unit usaha, akhirnya Gontor bisa melahirkan pondok modern cabang di setiap pelosok negeri. Sehingga dengan kekuatan ekonomi yang mereka miliki ini membuat Gontor selalu tegar berdiri, mungkin kalau indonesia mengalami krisis keuangan, mungkin Gontor belum tentu. Begitulah kira-kira perumpamaannya kekuatan ekonomi Gontor.

Menguatkan sendi ekonomi lembaga pendidikan itu sangat penting, selain untuk mandiri juga untuk membebaskan diri dari keterikatan dengan pihak tertentu, sehingga memudahkan pihak pengelola lembaga pendidikan dalam menjalankan sistem dan pendidikannya. Jika pun ada pihak yang ingin membantunya, tapi dengan syarat harus ikhlas, tanpa adanya kepentingan tertentu, donatur yang berjasa tapi tidak meminta jasa.

Sementara ini saja sedikit dari banyak hal yang tidak mudah dipahami dari Pesantren Gontor. Semoga pondok ini istiqomah, lebih baik lagi dan selalu jaya samapai hari akhir.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

10 Keunikan Gontor memang profesional. Perlu ditiru oleh lembaga pendidikan lain. Terima kasih Pak Angga sudah berbagi cerita.

16 Jul
Balas

Pengetahuan baru bagi kami pak. Salam.

16 Jul
Balas

Salam kenal Pak. Tulisan nya menginspirasi, semoga anak saya bisa saya masukan ke Gontor. Salam pak angga

16 Jul
Balas

Aamiin..

16 Jul
Balas

saya cuman tau dan mendengar pondok ini.dulu abi juga mondok disini.mudahan cucunya brksempatan mondok dan kuliah digontor

16 Jul
Balas

bagus sekali pak angga.. insya Allah keturunan saya kelak bisa masuk Gontor pak.. salam

16 Jul
Balas



search

New Post