Aku sungguh menyukai dandanan beliau. Bu Titin, itulah nama beliau. Guru Matematika yang mengajar aku di SMP 2. Wajahnya cantik. Seukuran orang desa, wajah cantik bu Titin selaksa bidadari. Rambutnya panjang sampai pinggul. Nah...inilah yang aku suka. Setiap hari, bu Titin selalu berganti-ganti gaya rambutnya. Hari ini rambut panjangnya di kepang kemudian di gelung teratur membentuk angka delapan. Bagian tengah diberi hiasan korsase. Esoknya, rambut bu Titin dikepang dua. Kedua kepangan tersebut disatukan ke tengah, seperti bunga lotus dengan korsase yang selalu ada di setiap dandanan rambutnya. Esoknya lagi, sang rambut di gelung modern seperti model pramugari. Terkadang rambutnya di ekor kuda dengan bagian depan di poni. Sungguh memesona. Beliau kelihatan sangat merawat rambutnya dengan baik.

Aku juga berambut panjang waktu itu. Menyukai belum bisa dikatakan menyukai kalau belum meniru. Setiap kali bu Titin melewatiku, kuperhatikan baik-baik model rambutnya. Kuaplikasikan model rambut itu dengan sebisaku. Ternyata tidak mudah. Di rumah, kuhabiskan waktuku hanya untuk meniru gaya rambut guruku. Ketika model rambutku menyerupai model rambut beliau, aku seperti berhasil memenangkan olimpiade Matematika! Seandainya dulu sudah ada gawai, mungkin aku akan bikin tutorial cara membuatnya!

Aku sungguh tidak menyukai matematika. Bagiku, bermain angka selaksa berada di labirin yang tak jelas ujungnya. Aku sangat kesulitan memahami perkalian, apalagi pembagian. Kehadiran bu Titin memikat daya hitunganku. Bu Titin seperti menuntunku di labirin matematika dengan model rambutnya. Aku selalu menunggu kehadiran pelajaran matematika, yang selama ini selalu menjadi momok dalam hidupku. Tahun itu adalah tahun bagiku mendapatkan nilai matematika terbaik seumur hidupku!