Larangan Merayakan Tahun Baru
Larangan Merayakan Tahun Baru
Sebelum membahas tentang perayaan Tahun Baru, marilah sejenak kita merenungkan tentang betapa besarnya arti sebuah waktu dalam hidup kita.
Hari-hari telah berlalu. Tahun demi tahun pun berlalu, yang tersisa hanyalah apa yang pernah kita amalkan pada waktu-waktu tersebut. Baik amal kebajikan maupun amal keburukan.
Seorang penyair berkata:
وَالْوَقْتُ أَنْفَسُ مَا عَنَيْتَ بِحِفْظِهِ … وَأَرَاهُ أَسْهَلَ مَا عَلَيْكَ يُضَيَّعُ
Waktu adalah perkara paling mahal yang perlu engkau perhatikan untuk dijaga, tetapi aku melihatnya paling mudah engkau mensia-siakannya.
Hasan Al Bashri rahimahullah berkata dalam kitab Hilyatul Awliya’, 2/148.
ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك
"Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebahagian dirimu.”
Dalam kitab Shifatush Shofwah jilid 1 halaman 405, Sufyan Ats-Tsauri pernah mendapat nasihat dari Robi’ah:
إنما أنت أيام معدودة، فإذا ذهب يوم ذهب بعضك، ويوشك إذا ذهب البعض أن يذهب الكل وأنت تعلم، فاعمل.
“Sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka sebagian dirimu juga akan hilang. Bahkan hampir-hampir sebagian harimu berlalu, lalu hilanglah seluruh dirimu (mati) sedangkan engkau mengetahuinya. Oleh karena itu, beramallah.”
Seorang Ulama Salaf berkata:
اِبْنَ آدَمَ إِيَّاكَ وَالتَّسْوِيْفَ فَإِنَّكَ بِيَوْمِكَ وَلَسْتَ بِغَدٍّ فَإِنْ يَكُنْ غَدٌّ لَكَ فَكُنْ فِي غَدٍّ كَمَا كُنْتَ فِيْ الْيَوْمَ وَإِلَّا يَكُنْ لَكَ لَمْ تَنْدَمْ عَلَى مَا فَرَّطْتَ فِيْ الْيَوْمِ
"Wahai anak Adam, janganlah engkau menunda-nunda (amalan-amalan), karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini. Adapun besok pagi belum tentu engkau memilikinya. Jika engkau bertemu besok hari, maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada hari ini. Jika engkau tidak bertemu esok hari, engkau tidak akan menyesali sikapmu yang mensia-siakan hari ini." (Taqrib Zuhd Ibnul Mubarok, 1/28).
Demikian dahsyatnya arti waktu dalam kehidupan kita. Nah, sekarang mari kita membahas tentang larangan merayakan Tahun Baru, di mana larangan tersebut sudah ada sejak jaman Nabi.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللهِ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ. قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ . (رواه ابو داوود والنساء)
Dari Anas, ia berkata: Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, penduduknya mempunyai dua hari yang biasa dirayakan (Nairuz dan Mihrajan). Tanya Rasulullah: “Ada apa dengan dua hari itu?” Mereka menjawab: “Kami sudah biasa merayakannya sejak zaman jahiliyyah.” Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari Idul Adha dan hari Idul Fitri.”
(Sunan Abi Dawud kitab As-Shalat bab Shalat Al-‘Idain no. 1136 dan Sunan An-Nasa`i kitab Shalat Al-‘Idain no. 1567)
Pelajaran yang bisa kita ambil dari Hadits di atas adalah:
1. Perayaan Tahun Baru Masehi merupakan ritual pesta akhir-awal tahun yang sudah membudaya di seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali, umat Islam pun merasa minder dan aneh kalau tidak turut merayakannya. Padahal tidak ada yang layak dirayakan sama sekali dari Tahun Baru Masehi tersebut, terlebih memang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas melarangnya.
2. Imam Al-A’zhim Abadi menjelaskan bahwa dua hari yang dimaksud pada hadits tersebut di atas adalah hari Nairuz dan Mihrajan. Keduanya merupakan dua perayaan Jahiliyyah.
Hari Nairuz adalah hari pertama dalam perhitungan tahun bangsa Arab yang diukurkan ketika matahari berada pada titik bintang haml/aries. Hari Nairuz dalam perhitungan tahun matahari versi bangsa Arab sama dengan hari pertama Muharram dalam tahun berdasarkan bulan (Hijriyah).
3. Merayakan hari Nairuz artinya merayakan tahun baru matahari (Masehi). Sementara hari Mihrajan adalah hari pertengahan tahun, tepatnya ketika matahari berada pada titik bintang mizan/gemini di awal musim semi, pertengahan antara musim dingin dan panas (‘Aunul-Ma’bud bab shalatil-‘idain).
Ini berarti bahwa hadits di atas dengan tegas menyatakan perayaan Tahun Baru Masehi sebagai perayaan jahiliyyah yang harus ditinggalkan, bukan diikuti meski dengan kemasan yang agak berbeda.
4. Hadits di atas juga membatasi dua hari yang boleh dirayakan hanya pada ‘Idul-Fitri dan ‘Idul-Adha saja.
Jombang, 27 Desember 2020
_________
#TantanganGurusiana
#Tantangan_365HariMenulis
#Tantangan_Hari_Ke3
#Tulisan_Ke165
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar