Walaupun setiap hari kita mengajar di kelas, ada momen dimana saya khawatir apakah tujuan pembelajaran hari tersebut akan tercapai. Dan ketika saat mengajar sambil disupervisi oleh kepala sekolah saya merasa grogi, dan takut membuat kesalahan.

Tidak dipungkiri bahwa perasaan takut dan waspada muncul ketika kita diobservasi oleh rekan sejawat maupun kepala sekolah. Apakah proses pembelajaran sudah berpihak pada murid dan sesuai dengan kriteria minimal kompetensi pendidik. Pasca kegiatan observasi saya mendapat umpan balik atas proses pembelajaran, sehingga saya bisa melakukan perbaikan dan pengembangan diri.

Proses supervisi dimana kepala sekolah bisa mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi gurunya dengan memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching dalam rangka pengembangan diri.

Posisi saya berada di skala 5. Menjadi kepala sekolah bukanlah tugas yang mudah, kepala sekolah harus memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching. Dalam proses coaching, coach lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya, membantu mendorong dan memberi arahan.

Agar tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan murid di sekolahnya bisa melejitkan potensinya, maka kepala sekolah harus lebih dulu mampu melejitkan potensi dalam dirinya dengan menjadi teladan dan melaksanakan aksi nyata dalam kesehariannya.

Saya berharap setelah mempelajari modul ini saya bisa menjadi guru yang mampu mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Saya juga berharap bisa menerapkan pendekatan coaching untuk pengembangan diri, murid, dan rekan sejawat.

Dalam modul ini saya berharap bisa mempelajari konsep dan prinsip- prinsip coaching, perbedaannya dengan pengembangan diri lainnya, melakukan coaching dengan alur TIRTA, dan mempraktikkan tiga kompetensi inti coaching.