Anita Rakhmi

Saya adalah ibu dari tiga anak yang istimewa. Selain sebagai Ibu Rumah Tangga, saya juga mendapat amanah untuk mengajar di SMPN 22 Semarang sebagai Guru BK. Lah...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ibarat Tahu dan Tempe

Oleh : Anita Rakhmi, S.Pd.

Memasak setiap hari bagi seorang perempuan yang disebut "ibu" menjadi tantangan tersendiri, begitu pula diriku. Tidak hanya saat ini saja, tetapi sejak memutuskan menikah, tanggung jawab akan asupan gizi dirumah menjadi tugas yang tak bisa dihindari. Tentang gizi, banyak yang menjadi pertimbangan, mulai dari bentuk penyajiyannya, rasa serta kandungannya. Pertimbangan ini yang seringkali menjadikan pusing tujuh keliling ketika tiba waktunya memasak.

Mengolah menu masakan yang enak rasanya, menggugah selera dan sehat merupakan tantangan bagi koki rumahan macam saya he he he. Apalagi bahan yang tersedia lebih sering ala kadarnya sesuai kondisi uang belanja. Alhasil, bahan sederhana tapi rasa harus juara, itu yang jadi semboyan ketika berlaga didapur tercinta.

Membincang tentang bahan sederhana, pilihan otomatis jatuh ke tahu dan tempe. Dua sumber protein yang paling populer dan ramah dikantong menjadi pilihan yang tak bisa digantikan. Dari kandungan gizi, keduanya merupakan penyumbang protein yang yang tinggi. Dari rasa, keduanya juga gurih tiada tara. dan yang pasti, keduanya selalu oke diolah dengan berbagai resep andalan, baik sebagai lauk pendamping, lauk utama atau bahkan sayurnya.

Keistimewaan tahu dan tempe ini seakan mewakili kesederhanaan diri kita sebagai pribadi sekaligus juga simbol keluwesan kita dalam bergaul. Ya, ibarat tahu dan tempe yang luwes dijadikan berbagai olahan dan dapat diandalkan menjadi menu pilihan, selayaknya begitu pulalah diri kita sebagai pribadi. Mengapa demikian? sebab dengan menjadi pribadi yang luwes kita sangat mungkin menjalin hubungan sosial yang baik dilingkungan kita, baik itu lingkungna keluarga maupun lingkungan sosial lainnya termasuk ditempat kita bekerja.

Dilingkungan kerja, penting bagi kita dapat menampilkan perilaku yang luwes, mengingat kita tidak bekerja sendiri (kecuali kita bekerja di usaha pribadi), dimana dinamika bekerja itu memang menuntut kita untuk berinteraksi dengan orang lain. Cara kita berkomunikasi, bagaimana gesture kita ketika berinteraksi serta pemahaman kita terhadap rekan kerja menjadi pendukung bagi lancarnya tugas dan tanggungjawab kita. Keluwesan yang kita tampilkan selama dilingkungan kerja akan sangat membantu kita untuk dapat membangun "chemistry" dengan rekan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Lain halnya jika kita menampilkan diri yang kaku dengan rekan kerja, ibarat tahu dan tempe, jika mereka (tahu dan tempe) hanya mau digoreng saja, sudah tentu penikmatnya akan cepat bosan dan tidak selera sehingga menunya tidak lagi dinikmati, yang artinya itu akan mengganggu stabilitas dan harmoni di lingkungan kerja dan berakibat pada penurunan produktivitas kerja. Peta hubungan sosial yang tidak harmonis di lingkungan kerja, disadari atau tidak lambat laun akan menimbulkan konflik internal dan merusak stabilitas yang ada. Ibarat tahu dan tempe, tentunya kesederhanaan dan keluwesan lebih menjadi pilihan dalam membangun hubungan sosial agar kita sebagai pribadi dapat lebih berharga, enak dan gurih seperti rasa tahu dan tempe yang jadi juara bagi masyarakat Indonesia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ulasan dan analogi yang pas tentang tahu dan tempe pada kehidupan. Sukses selalu Bu Anita.

06 Sep
Balas



search

New Post