Entah kenapa lagi suka banget baca novel berlatar cerita anak SMA, kalau menghitung umur sebenarnya sudah tidak cocok banget, umuran saya bacaannya teenlit. Oh, ya bagi yang belum tau teenlit itu apa, sedikit saya jelaskan kalau teenlit itu adalah singkatan dari Teen Literature (sastra remaja) merupakan sastra populer dengan tema kehidupan remaja beserta segala macam kisah yang sering dialami oleh remaja pada umunya (Wikipedia).

Tapi karya sastra selalu universal sih menurut saya, selama diksinya, alurnya, konfliknya enak buat diikutin kenapa tidak kita baca. Sambil juga mengenang-ngenang masa SMA sendiri yang udah lewat 14 tahun lalu (kebayangkan berapa umur saya sekarang). Sebenarnya pengalaman melewati SMA sendiri dan cerita-cerita di novel teenlit yang saya baca tidak banyak berubah ya, masih soal naksir cowok populer yang jago olahraga/band, telat datang ke sekolah terus kena hukuman bersih-bersih, nge-gank, cabut lewat pagar (ini saya tidak pernah ya, temen-temen ada lah yang kaya gini), konflik kenakalannya masih hampir sama, konflik keluarga dan lingkungan sekitar juga tidak jauh beda. Teknologi aja mungkin yang buat lain. Kalau dulu suka surat-suratan, telpon-telponan di wartel sekarang pake chat di sosmed dan video call.

Yang menarik dari teenlit walaupun latarnya selalu lingkungan sekolah adalah gimana si penulis mengemas cerita, seperti saya sebut di atas pemilihan diksi, alur, konflik, twist diujung cerita, bumbu-bumbu romance yang pas bikin pembaca kaya saya, betah dan tidak mau berhenti bacanya.

Oh, FYI buat yang belum tau apa itu diksi, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan (Wikipedia). Sederhananya, diksi itu pemilihan kata yang pas buat mengungkapkan sesuatu hal, gaya bahasa, kata lainnya. Menurut saya dalam sebuah cerita, diksi ini paling penting, di atas konflik, alur dan lain-lain. kenapa? Karena sebelum kita tau konflik dan alurnya bakal kaya gimana, kita pasti baca dulu blurb (sinopsis) atau prolognya. Nah, kalau diksinya pas, pasti bakal enak dibaca dan kita bakal lanjut, tapi kalau diksinya aja udah gak enak, mau konfliknya serumit apa juga, bikin males kan. Nah, ilmu pemilihan diksi ini saya juga belom menguasai.

Balik lagi ke teenlit, kenapa dunia SMA selalu menarik jadi bahan cerita? Yaa, karena di masa itu biasanya kita mengalami hal-hal untuk pertama kalinya, pertama jatuh cinta, pertama pacaran, pertama haid, pertama melakukan hal-hal yang berbau dewasa (gak selalu yang mesum-mesum aja ya) dan emang itu kaya pintu gerbang kita menuju kedewasaan. Di mana secara psikologi juga lagi galau-galaunya, bertentangan dengan orang tua, hubungan dengan temen-temen yang tidak jarang malah bikin toxic, macem-macem deh yang menarik buat diangkat jadi cerita.

Makanya menurut saya teenlit tidak cuma bisa dibaca sama kaum remaja, malah menurut saya orang tua yang mulai punya anak remaja, sangat cocok baca-baca teenlit zaman now buat tau dan mengimbangi perkembangan psikologi anaknya. Karena kalau cuma mengandalkan "mamah dulu SMA begini loh, enggak begitu loh" Yah beda dong Mah, pasti gitu jawabnya. Karena walaupun novel itu fiksi alias cerita rekayasa, penulis biasanya riset dulu sebelum buat cerita, jadi bakal tidak jauh beda sama dunia nyata, paling dilebih-lebihkan sedikit untuk dapat efek dramanya. Selain itu, karena cerita teenlit biasanya ringan, manis, hangat, dan menyegarkan, bacanya bisa buat merefresh otak kita, mengenang hal-hal manis di masa remaja dan buat kaum menolak tua seperti saya, bisa buat awet muda.