IBU YANG VISIONER
Saat semua temannya menikah, ibuku yang masih perawan dan cantik berucap untuk apa menikah hanya memburu orang ganteng. Sehingga beliau menikah di usia yang menurut pandangan masyarakat adalah tabu.
Beliau menikah di usia 17 tahun lebih sedikit, itupun dengan diperkenalkan tanpa sengaja. Ibu diminta untuk mengantar minuman, saat berkunjung di rumah bude atau kakak perempuan ibu. Tanpa ada percakapan, esoknya bapak melamar ibu. Orang tua ibu (kakek dan nenekku) langsung menyetujui, padahal sebelumnya yang melamar orang ganteng dan kaya, tidak ada yang diterima.
Ya ayah seorang guru agama sekolah dasar. Di awal pernikahan tepatnya malam pertama, saat ayah menemukan ibuku hanya diam tidak ada komunikasi. Akhirnya beliau membuka komunikasi.
“Apakah adik menyesal menikah dengan saya?”. tanya ayah saat itu.
“Bukan menyesal, tapi aku takut menikah dengan kanda. Sebelum ada penyesalan di belakang hari, mumpung ini masih awal menikah, dan awal kita bercakap-cakap akan saya ungkapkan kekhawatiran saya.” ibu mulai memperbaiki duduknya.
“Saya menikah dengan kanda yang seorang guru. Padahal saya tidak pernah mengenyam sekolah karena keterbatasan orang tua. Apakah kanda tidak malu menikah dengan orang yang tidak mampu membaca dan mengerti bahasa Indonesia?”. bapak masih menyimak dengan seksama tanpa komentar.
Ibu melanjutkan uneg-unegnya, “saudara kanda juga terkenal sebagai keluarga piyayi, yang disitu bahasa krama sangat diutamakan, sedang adik tidak memiliki kemampuan untuk itu. Bagaimana nanti kalau saudara kanda mencemoohku, istri guru gak bisa apa-apa”
Ditunggu agak lama, ibuku berhenti bicara, akhirnya ayah dengan tenang menjawab.
“Adanya aku ingin menikah denganmu, semua sudah aku pikirkan baik-baik. Dalam doaku aku menginginkan seorang istri yang pandai membaca al Quran yang aku bisa belajar darinya, dan itu kamu miliki. Masalah nanti dicemooh tentang kekurangan yang ada padamu, aku tidak malu, sebab engkau punya kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh mereka. Bagaimana, adik mau menerima saya sebagai suami?”.
“Baiklah kalau kanda siap bertanggung jawab menjaga adik dengan segala kekurangan saya, saya siap menjadi istri kanda.” jawab ibu dengan tegas.
Malam pertama yang berisi sebuah negosiasi seorang perempuan dengan lelaki yang baru dikenalnya dan yang menjadi suaminya. Sungguh gambaran sosok perempuan pemberani, yang berpikir jauh ke depan. Lebih baik gagal pernikahan di awal sebelum ada seorang anak.
Yaah ibuku memang tidak mengenal pendidikan umum karena saat itu orang tuanya sedang bangkrut. Tetapi ibu senang mengaji di madrasah diniyah yang jauh dari rumahnya. Tekad kuat mempelajari agama sangat didukung oleh kakek (ayahnya). Kakek sangat telaten mengantar ibuku pergi ke madrasah. Terkadang berangkat dini hari, sebab kegiatan mengaji selesai jamaah Shubuh langsung dimulai. Kebersamaan dengan ayahnya mungkin yang menjadikan ibuku sosok yang pemberani.
Pernikahan beliau menghasilkan tujuh anak. Saat kondisi perekonomian sulit, di mana yang bekerja hanya ayah, ibu berkeinginan untuk bekerja. Semua dilakukan untuk keberlangsungan kehidupan keluarga. Pekerjaan menjahit beliau jalani dua hari, sebab ketika beliau menjahit, untuk memenuhi tagihan, beliau merasa anaknya menjadi tidak terurus. Akhirnya beliau lebih mementingkan mengasuh anaknya daripada bekerja. Keputusan itu juga didukung oleh ayah.
“Udahlah dik, kita makan seadanya. Terpenting anak kita terurus dengan baik. Biarlah tetangga komentar yang penting kita yang menjalani.”. sebuah penjelasan yang menenangkan.
Saat kami putra-putrinya bersekolah, wajib bagi kami untuk masuk madrasah. Beliau beralasan dalam kehidupan agama sangat diperlukan. Sehingga peraturan tidak tertulis di keluarga kami yaitu, bila masuk sekolah umum harus mondok/diniyah atau sekolan di bawah naungan Kementerian Agama.
Pernah saat ayah bekerja di sekolah favorit, dan kakak saya yang terkenal cerdas inginnya di sekolahkan di situ, tapi ditolak oleh ibu. Menurut ibu, “betul sekolah itu favorit, tapi banyak anaknya orang kaya, untuk perkembangan anak kita tidak baik. Anak kita nanti tidak mampu memahami kondisi sebenarnya. Kehidupan glamor akan merusak hatinya.”
Sebuah pandangan yang jauh ke depan. Bila hati rusak, maka kehidupan bentuk apapun seseorang tidak akan menemukan kebahagiaan. Hati yang rusak menjadikan tatanan kehidupan juga rusak. Terima kasih ya Allah, Kau berikan aku seorang ibu yang penuh tanggung jawab atas pendidikan anaknya. Seorang ibu yang visioner. Balaslah kebaikan beliau dengan surga Firdaus Mu, kumpulkan kami kembali di surga Mu yang abadi. Aamiin.
(dikisahkan oleh ibu kepadaku tentang masa lalunya dengan bahasa beliau, dan hanya diambil intisarinya)

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Masya Allah, ibu yang luar biasa. Pemikiran yang sederhana, tapi mampu memberikan yang terbaik untuk suami dan putera-putetinya. Semoga ibu selalu sehat, Bu Ana.
MasyaAlloh...luar biasa untuk Ibu. Belajar banyak dari beliau. Terus semangat menulis, Bu
Ibu yang hebat, kehebatannya tercermin pada pribadi putra putrinya, barakallah laha walakum
Subhaanallah ,,,Ibu yg sangat luar biasa ,,, patut dijadikan contoh untuk bunda2 zaman now ,,,Sukses selalu bunda,,,