Raja dan Ratu Sehari
#TantanganGurusiana
Tantangan Hari Ke-21
Pagi itu suasana hening. Semua yang hadir hikmat mendengarkan ijab kabul antara Rani dan Arman. Bapak naib berpakaian jas hitam bersiap-siap menikahkan kedua insan yang sudah ditakdirkan untuk bersatu. Ibu Rani tak kuasa membendung air mata. Isak tangis tak henti, air mata bercucuran membasahi kedua pipinya yang sudah dilapisi dengan make up tebal dari perias.
“Saksi siap? Wali nikah siap? Calon nganten siap?” tanya naib memecahkan keheningan.
“Siap. Saksi pihak manten putri Pak Saifudin. Dari manten putra ini Mas Arif. Wali nikahnya saya,” ujar Om Harsoyo.
“Baiklah. Bapak apa ayah kandung saudara Rani?” tanya Pak Naib.
“Saya Omnya. Adik almarhum Bapak Rani,” jelas Om Harsoyo.
“Maaf apakah Mba Rani punya saudara laki-laki yang sudah baliq? Kalau ada saudara laki-laki dia lebih berhak menikahkan Mba Rani,” lanjut Pak Naib.
Ibu Rani yang sedari tadi berlinang air mata, angkat bicara.
“Ada, Pak. tapi masih perjalanan dari Jakarta. Ada lagi adiknya.”
“Kalau begitu adiknya saja, Bu,” pinta Pak Naib.
Om Harsoyo mencari keberadaan Nugroho, adik Rani.
“Nug, Nug, kamu ganti baju dulu. Kamu yang ngijabin Mba Rani. Tu ditunggu Pak Naib sekarang juga,” ucap Om Harsoyo pada Nugroho.
Nugroho membuka matanya yang hampir-hampir terpejam karena semalaman menata dekorasi pelaminan pengantin.
“Ya, Om. Sebentar.” Nugroho yang baru saja lulus SMA bergegas ganti baju. Dengan langkah mantap ia sudah sampai di depan meja ijab kabul.
Sanak saudara yang menyaksikan acara itu, banyak yang meneteskan air mata. Mereka ingat kecil Nugroho. Nugroho adalah putra ketiga Bu Sumi yang waktu lahir tidak ditungguin ayahnya. Suami Bu Sumi sakit dan meninggal dalam usia relatif muda. Pemandangan yang sangat menyayat hati, seorang ibu muda mengandung tujuh bulan di depan jasad suaminya, menggendong bayi anak keduanya, dan menggandeng Rani anak pertamanya.
Suara Pak Naib memecahkan suasana haru biru.
“Sudah komplit semua ya. Baiklah saya mulai ijab kabul ini,” Pak Naib membacakan akad nikah dengan bahasa Arab. Arman sangat gugup. Lidahnya terdengar kurang fasih mengucapkan bahasa Arab, meski begitu akhirnya ia bisa menjawab pertanya naib.
“Bagaimana, saudara-saudara, sah?”
“Sah...” serempak yang hadir menjawab, kompak. Rani menangis sejadinya. Entah apa yang berkecamuk dalam hatinya. Hadirin yang ada di ruang itu pun ikut treyuh. Dua hati disatukan dalam ikatan tali suci untuk berjanji saling menyayangi, memberi, dan mengasihi dalam suka maupun duka.
Qs. Ar Rum 21. yang artinya "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
Usai ijab kabul, sanak saudara, teman, tetangga memberi doa restu dan ucapan selamat. Tak hanya itu, tradisi di desa Rani jika ada yang punya hajat, mereka bahu membahu memberikan bantuan berupa beras atau sejumlah uang. Bagai raja dan ratu, Rani dan Arman menyambut para tamu dengan ramah. Ibu Rani yang sedari tadi berderai air mata kini bisa tersenyum. Wajahnya tampak bahagia. Satu tugasnya sebagai orang tua sudah ia tunaikan, mengantarkan anak hingga berumah tangga.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
saya juga merasakannya kak..
Mntul