Antin purwanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kipas Cinta

#Kipas Cinta

Oleh : Antin Purwanti

Ranjang, lemari, meja, kursi, dan baju bergelantungan di sana-sini. Kamar itu terasa sumpek. Pabrik banyak berdiri di dekat tempat itu. Asap mengepul dari cerobongnya. Udara semakin panas. Tahun bertambah, segala hal banyak yang berubah, namun hidupnya hanya bergeliat sedikit saja.

Petak kamarnya masih petak yang itu juga. Setiap hari, setiap kali Kartolo pulang dari pabrik tempatnya bekerja, dia hanya punya satu ruang tujuan. Ruangan yang sangat berguna memberi obat bagi lelah tubuh, sekaligus menyimpan seluruh yang berharga dalam hidupnya. Hasil kerja kerasnya selama ini ternyata belum bisa membuatnya mendapat labuhan tempat yang lebih baik, hingga bukan lagi keinginan jika dia masih bertahan di tempat itu, tapi karena keadaan.

Dan untuk mendamaikan hati karena keterbatasan itu, Kartolo punya kata mutiara sendiri. “Tak kaya bukan berarti tak bahagia.” Dengan kata-kata itu pula dia mendinginkan pikiran istrinya dari rasa putus asa dan rendah diri. Dia harus memberikan bukti nyata dari kata-kata yang penuh harapan itu. Dia rela melakukan apa saja, meskipun dengan cara sebisanya memberikan kehidupan yang baik serta kebahagiaan buat istrinya.

Pada saat istrinya ingin bakso maka Kartolo akan serta merta membelikan bakso. Pada saat istrinya ingin melepas penat dengan jalan-jalan atau belanja, maka dia akan mencari uang tambahan untuk memenuhi tuntutan itu. Sesekali dia juga menemani jalan-jalan. Ketika istrinya kegerahan karena tempatnya tak ada kipas angin maka dia rela mengipasi istrinya sampai terbebas dari ketaknyamanan kamarnya, bahkan seringnya, setiapkali sebelum tidur, dia selalu melakukan itu. Menurutnya, tak apalah semua itu dia lakukan, sebab membuat istri bahagia merupakan kebanggaan tersendiri buatnya.

Seperti malam-malam biasa, saat Kartolo sedang menjalankan rutinitas mengipasi istrinya, dia bilang. “ Dengan kipas ini aku menyejukkanmu. Ini lebih aman karena tak perlu kuatir kamu akan masuk angin.” Setiap kali dia bilang begitu istrinya akan selalu diam saja. Entahlah apa diamnya karena mengamini atau membiarkan ucapan Kartolo lewat begitu saja. Dan hari berikutnya Kartolo akan mengulangi kata-katanya itu.

Mengipasi istri pada saat gerah bisa jadi kebahagiaan yang selalu dia berikan setiap hari. Sedikit berbeda dengan kebahagiaan lain; misalnya belanja atau jalan-jalan, yang sulit dia penuhi karena perlu mencari uang terlebih dahulu. Mengipasi istri mudah sekali dia lakukan. Setiap kali istrinya kegerahan Kartolo tinggal mengambil kipas anyaman bambu yang berbentuk daun waru yang tergantung dalam kamarnya, lalu mengipasi istri sampai tertidur. Kesenangan yang dia rasakan dengan mengipasi istri seperti itu adalah dia bisa memandangi istrinya sampai puas, tanpa perlu mendengar istrinya mencomel atau menggerutui hidup. Sepertinya hanya saat itulah dia bisa memiliki istrinya secara penuh. Sebab saat-saat lain istrinya selalu menjadi milik pabrik atau hal lain yang lebih menyita waktu.

Suatu hari, pada saat ulang tahun pernikahannya, Kartolo sengaja menyiapkan rencana untuk memberikan kejutan buat istrinya. Jauh-jauh hari dia sudah menyisihkan uang untuk menjalankan rencana itu. Dan pagi hari, ketika dia mengantar istrinya kerja, dia membisikan sesuatu. “Hari ini, setelah kerja kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau. Kamu bisa kemana saja, jalan-jalan atau pergi ke Mall. Sesukamu. Telah kusiapkan segala sesuatunya. Asal nanti pulangnya jangan terlambat.”

Mendengar tawaran seperti itu dari suaminya, istri Kartolo hanya melirik sinis. Ah, benar-benar sadis. Tanggapan yang sama sekali jauh dari apa yang dibayangkan Kartolo sebelumnya. Namun, kalau istrinya bersikap seperti itu jika ditawari sesuatu, pasti dia menyangsikan kondisi keuangan suaminya. Kartolo segera tanggap dan mengambil sesuatu dari dompetnya. “Seratus, dua ratus.” Kartolo melihat sejenak ke arah istrinya “Sengaja kusisihkan sedekit demi sedikit sepanjang tahun untuk menyambut hari ini. Terimalah. Hari ini aku ingin memberi kebahagiaan lebih buatmu. Ini cukup?”

Istri Kartolo tersenyum menerima uang itu. Wajah yang tadi kelihatan masam tiba-tiba berubah manis. Waktu itu Kartolo hanya meringis. Tapi begitu istrinya mendekat dan memberi ciuman pada pipi kiri dan kanannya, darahnya terasa berhenti mengalir. Jarang sekali istrinya memberikan ciuman sehabat itu. “Ini luar biasa.” Umpat Kartolo dalam hati.

“Terima kasih ya Mas. Ini benar-benar surprize.” Ujar istrinya.

“Iya.” Jawab Kartolo setengah tersanjung.

“Kuakui, Mas Kartolo memang suami paling romantis di dunia. Sering-sering saja memberi kejutan seperti ini.”

“Ah.” Karatolo kemudian melirik istrinya. “Tapi kamu tahu kan, kejutan ini kuberikan untuk merayakan apa?”

Istrinya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Lalu dia menghampiri Kartolo dengan cara supermanja yang biasanya selalu membuat suaminya itu luluh lantak. “Sudahlah Mas. Mas kan tahu pekerjaan saya banyak, tolong jangan membuatku tambah pikiran dengan hal yang semestinya bisa kamu jelaskan sendiri dengan mudah. Aku tahu pertanyaan ini tidak perlu jawaban karena kita sudah sama-sama tahu pentingnya hari ini.”

Mendengar jawaban yang diplomatis itu Kartolo tersenyum kecut. Jawaban yang sebetulnya pendek jadi beribet panjang seperti itu. Dia akui istrinya memang lebih pandai bicara. Bahkan untuk hal-hal yang sepele istrinya bisa berbelit-belit memutar-mutar kata. “De aku hanya ingin tahu apa kamu benar-benar tahu arti pentingnya hari ini bagi kita.”

“Ah Mas... Mas. Begitu saja kok dipermasalahkan. Sudah, aku masuk dulu, pekerjaan menumpuk.” Setelah itu dia meninggalkan suaminya.

Belum sampai lima langkah istrinya berjalan, Kartolo sudah kembali memanggil. “De! Aku hanya ingin memastikan, kamu tidak lupa kalau hari ini ulang tahun pernikahan kita.”

Istri Kartolo menoleh sebentar, setelah mengangguk dia kembali berjalan menuju tempat kerjanya.

Setelah itu Kartolo menjalankan rencananya. Dia sengaja minta libur kerja untuk menjalankan rencana itu. Dia akan pergi ke toko peralatan bekas untuk membeli AC setengah pakai. Tempatnya tidak berapa jauh. Beberapa hari yang lalu dia sudah survai harga dan barang yang akan dibeli. Setelah tawar-menawar dan terjadi kesepakatan akhirnya sebuah AC bekas jadi dia beli. Akan ada pegawai toko yang mengantarkan AC itu, kemudian memasangnya sampai alat itu bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Kartolo juga sudah menemui pemilik kontrakan untuk membicarakan biaya tambahan karena pemakaian AC tersebut. Dan semuanya telah teratur dan terencana dengan matang sehingga apa yang dia lakukan hari itu bisa berjalan seperti yang dia harapkan.

Setelah semuanya beres dan penjaga toko juga sudah pulang dari menyelesaikan tugasnya, Kartolo segera mengatur kamarnya. Dia menata dan memberesi barang-barang di kamarnya supaya lebih kelihatan rapi. Barang-barang yang dirasa sudah tidak berguna dia buang, baju kotor yang bergelantungan dia masukkan dalam keranjang cucian, serta barang yang tergeletak tidak pada tempatnya ia kembalikan. Saat melihat kipas bambu berbentuk daun waru yang tergantung di dindingnya, dia ragu sebentar, namun tidak lama kemudian dia mengambil kipas itu dan membuang bersama barang-barang yang dia rasa sudah tidak berguna. Toh sekarang kamarnya sudah ada AC.

Ah, setelah hampir sepuluh tahun usia pernikahan mereka tampaknya baru kali ini dia merasa butuh suasana baru pada kamar yang mereka tempati itu. Dia juga sempat mengecat tembok kamarnya dan mengatur sebuah meja yang akan difungsikan sebagai meja makan. Walaupun sekedarnya, tapi menurutnya sudah cukup romantis. Mirip suasana makan malam yang dia lihat di sinetron. Setelah itu, dia tinggal membeli seporsi sate (Makanan kesukaannya), dan sebungkus bakso (Hidangan kesenangan istrinya). Lalu dia tinggal menunggu sampai istrinya pulang.

Jam tujuh malam, Kartolo sengaja menunggu istrinya di luar kamar. Kejutan itu pasti hambar kalau sampai istrinya tahu sebelum dia sendiri yang menunjukkan. Paling tidak, seperti sekali pada waktu mereka pacaran dulu, dia akan menutup mata istrinya dengan sapu tangan, lalu membimbing istrinya masuk ke kamar yang sudah dia tata dengan baik. Untuk itu dia sengaja menunggu di tempat istrinya biasa turun dari angkot.

Satu jam berlalu lama untuk sebuah penantian. Istrinya turun dari angkot sambil membawa beberapa bungkus baju. Kartolo segera menghampiri istrinya itu.

“Bagaimana jalan-jalannya?”

Istrinya melihat ke arahnya sebentar. “Menyenangkan, tapi capek.” Katanya sambil terus berjalan.

Kartolo segera menghentikan istrinya. “Sebentar De. Masih ada kejutan lagi yang akan kamu terima.”

“Sudahlah Mas, jangan ada kejutan lagi. Aku sudah lapar, mau buru-buru masak.”

Kali itu Kartolo berlari dan menghadang istrinya. ‘Tidak usah masak, aku juga sudah menyiapkan makanan kesukaanmu. Makanya biar lekas pulang kamu segera pakai ini” Kartolo segera menyodorkan sapu tangan yang sudah disiapkannya. Karena istrinya tak juga mengambil sapu tangan itu, dia segera bertindak sendiri menutupi mata istrinya. Setelah itu dia membimbing istrinya masuk ke dalam kamar.

“Dalam hitungan ke tiga aku akan membuka tutup mata ini. Satu, dua, tiga.”

Melihat kamar tertata bagus, ada hidangan kesukaannya di meja, sekali lagi istri Kartolo terbelalak menerima kejutan dari suaminya itu. Setelah dia menghabiskan bakso, dia berkata. “Ini ulang tahun pernikahan terindah sepanjang hidupku.”

Kartolo hanya tersenyum mendengar ucapan itu.

Lalu istrinya kembali bicara. “Tapi aku ngantuk, capek, dan ingin tidur, tolong kipasi aku ya!”

Mata kartolo berputar cerdik. “No no no, sekarang aku tidak perlu mengipasi kamu lagi dan kamu juga tidak perlu kegerahan, karena ada satu lagi kado ulang tahun pernikahan untukmu.” Kartolo segera menyerahkan sebuah remot control pendingin ruangan bertali pita warna pink. “Kamu tinggal menyalakan AC-nya. He he he, sekali-kali kan aku ingin tidur sambil memelukmu.”

Istri Kartolo menggerutu. “Hu pasti karena ada maunya.” Dia segera mengambir remot kontrol dari tangan suaminya dan menyalakan AC. Ruangan dalam kamar itu menjadi dingin.

Malam berlalu, pagi datang. Ketika bangun Kartolo sudah tak menemukan istrinya di tempat tidur. Dia buru-buru keluar kamar untuk mencari istrinya. Pada tetangganya sesama pengontrak Kartolo segera bertanya. “Lihat istriku nggak Mas?”

“Istrimu? Kulihat tadi muntah-muntah di kamar mandi, sekarang lagi minta kerokan sama istriku.” Jawab tetangga itu. Kartolo segera mendatangi kamar tempat istrinya minta kerokan. Ada hal yang tiba-tiba berkelebatan dalam pikirannya. Jangan-jangan sentuhannya semalam top cer. Ah ngaco, dia tak bisa membayangkan bagaimana mengidupi anak mereka kalau istrinya hamil. Dia sedikit takut. Lalu dilihatnya istrinya sedang membuka punggung sementara dibelakangnya seorang wanita sedang mengeroki.

Cepat-cepat dia menemui istrinya. “De kamu kenapa?”

“Ini semua gara-gara AC-mu. Bangun-bangun aku jadi masuk angin.”

“Syukurlah kalau begitu.”

Istri Kartolo membelalak. “ Apa? Aku masuk angin malah kamu syukuri?”

“Bukan begitu De.”

“Pokoknya aku tak mau AC itu ada dikamar kita lagi, bikin orang celaka. Dan besok malam kamu harus mengipasi aku seperti biasa.”

“Pake kipas bambu yang dulu lagi?”

“Ya iya lah!”

“Waduh De, kipasnya sudah aku buang.”

“Apa, kamu membuang kipas itu?”

Kartolo hanya mengangguk.

“Benda yang selama ini memberi kita kebahagiaan kamu buang begitu saja. Aduh Mas, kalau tidak karena setiap hari kamu mau mengipas aku dengan kipas itu, aku tidak mau bertahan hidup sengsara demi menjadi istrimu. Begitu mudah kamu membuang kenangan baik dalam hidup kita. Meskipun kipas itu tak mahal tapi bagiku itu sungguh berharga. Sebab dengan kipas itu aku melihat ketulusan cintamu. Pokoknya kamu harus mendapatkan kipas itu kembali, atau kamu sama sekali tak ada artinya lagi buatku.”

Mendengar ultimatum dari istrinya yang sekeras itu Kartolo segera bergegas mencari kipas bambu berbentuk daun waru yang kemarin dia buang. Berkali-kali dia mengaduk-aduk tempat sampah, namun kipas itu tak ia temukan. Mungkin sudah diambil tukang sampah, tadi, pagi-pagi sekali.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post